Oleh :
Presbyter Rm.Kirill JSL
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
Paroikia St. Iona dari Manchuria, Surabaya
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
I. Komunitas Kristen Awal di Najran
Sama dengan nama-nama tempat kuno yang lain di Arab Saudi, "Najran" atau “Nagran” mungkin awalnya nama semua oasis yang mencakup semua kota dan desa. Nama lama dari puing-puing kuno itu sekarang dikenal sebagai "Al-Ukhdood", yang mungkin telah menjadi pusat kota, itu mungkin "Ragmat". Nama Najran berarti "sepotong kayu di mana engsel pintu berputar mengelilingi". Kata "Najran" juga berarti haus. Penjelasan lain adalah bahwa nama itu dikaitkan ke Najran ibn Zaydan ibn Sabaa ibn Yahjub ibn Yarub ibn Qahtan. karena ia adalah orang pertama yang datang ke Najran dan menghuninya.
Ketika Kerajaan Himyar menaklukkan Sabean di AD 280 mungkin mereka juga mengambil kendali atas Najran. Beberapa waktu selama abad ke-3 penduduk Najran berpihak dengan Kekaisaran Ethiopia (Amharik: መንግሥተ፡ኢትዮጵያ, Mängəstä Ityop'p'ya) juga dikenal sebagai Abyssinia (Habasyah) yang mengirim seorang gubernur bernama "SBQLM" dalam prasasti-prasasti. Raja Himyar Ilsharah Yahdib menghancurkan pemberontakan ini.
Bani Lakhmids (Arab: اللخميون), Bani Lakhm (Arab: بنو لخم), Muntherids (Arab: المناذرة), adalah sekelompok orang Kristen Arab yang tinggal di Selatan Irak, dan membuat al-Hirah sebagai ibukota mereka pada tahun 266. Raja Lakhmid Arab bagian Utara, Imru Al-Qais bin Amqu menyerang Najran di AD 328. Di bawah pengaruh dari Kerajaan Axum, adalah sebuah kerajaan Kristen Orthodox di Utara Ethiopia, orang-orang Kristen di Najran berkembang pesat dan mulai beraliansi dengan Aksum lagi pada awal abad ke-6.
Menurut sejarawan Muslim Arab Muḥammad ibn Isḥaq ibn Yasār ibn Khiyār (menurut beberapa sumber, ibn Khabbār, atau Kūmān, atau Kūtān, bhs. Arab: محمد بن إسحاق بن يسار بن خيار, atau hanya Ibn Ishaq ابن إسحاق, yang berarti "anak Ishak") (meninggal 767, atau 761), Najran adalah tempat pertama di mana kekristenan berakar di Arab Selatan. Kekristenan telah diperkenalkan ke Najran, seperti di seluruh Arab Selatan, pada abad ke 5 atau mungkin satu abad sebelumnya. Najran dikenal sebagai tanah pemukiman kuno untuk kaum Kristen di jazirah Arab.
Para uskup Najran, yang kemungkinan adalah kaum Nestorian (Nasturiyyah), datang ke pameran (pekan raya) besar di Mina dan Ukaz, dan berkhotbah tentang Kekristenan, masing-masing duduk di atas unta seperti di mimbar. Gereja Najran disebut. Ka'aba-e-Najran. Kabah Najran di Jabal Taslal menarik jamaah selama sekitar 40 tahun selama era pra-Islam. Sumber-sumber tunggal Arab tahu bahwa Khath'am, sebagai suku Kristen yang menggunakan untuk melakukan ziarah ke Kabah Kristen Najran. Ketika Najran diduduki oleh Dzu Nawwas, Kabah Najran dibakar bersama-sama dengan tulang-tulang para martir dan sekitar 2.000 orang Kristen yang hidup di dalamnya.
Sirah Nabawwiyah (Kisah Kehidupan Nabi Muhammad) karya sejarah tertua Islam dari Ibn Ishaq, sebagaimana dikompilasikan oleh Ibn Hisyam atau Abu Muhammad 'Abdul-Malik bin Hisyam (Bahasa Arab: أبو محمد عبدالمالك بن هشام) (meninggal 834), mencatat umat Isa al-Masih di Najran yang beribadah pada hari Minggu dan melakukan sholat hingga waktu petang hari (fashala biha hatta yumsa). Selanjutnya, dikisahkan mengenai delegasi Kristen dari Najran ketika mereka menghadap Nabi Muhammad. ”Wa qad hanat shalatihim (ketika tiba waktu sholat mereka)”, tulis Ibnu Ishaq, ”fa aqama fil Masjid Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam yushalun” (mereka pun berdiri di Masjid Rasul Allah s.a.w. untuk melaksanakan sholat)”, ”Da ’uhum! (Biarkanlah mereka sholat!)”, kata Nabi Muhammad, ”Fa shala ilal masyriq (mereka sholat dengan kiblat ke Timur)”. Itulah sebabnya bagi ummat Kristen Orthodox jika mendengar istilah “Sholat” bukanlah hal yang baru, karena “Sholat” adalah bagian ibadah yang selalu terjaga dan dilakukan dalam Gereja Orthodox Timur dari abad-abad permulaan sampai sekarang.
Penduduk Najran telah menandatangani Pakta Najran yang terkenal di abad ke-7 dengan Nabi Muhammad (kira-kira 26 April 570 – 8 Juni 632), yang menjanjikan pada mereka perlakuan yang adil sebagai subyek (dzimmi) dari wilayah-wilayah yang baru ditaklukkan. Bahkan saat ini, dikatakan bahwa masih ada komunitas-komunitas Kristen di Najran. Kota Najran sudah menjadi pusat penting dari pembuatan senjata selama masa Nabi Muhammad. Namun, itu lebih terkenal untuk kulit daripada besi.
Di bawah pemerintahan Khalifah Muslim kedua setelah kematian Nabi Muhammad, yaitu Khalifah Umar ibn al-Khattab (bhs. Arab: عمر بن الخطاب; Transliterasi: 'Umar ibn al-Khattab, kira-kira 581 - 644), komunitas Kristen Najran dideportasi ke Mesopotamia, dengan alasan bahwa tidak ada kaum non-Muslim yang tinggal di Semenanjung Arab. Selain pengusiran terhadap komunitas Kristen Najran, khalifah Umar juga memerintahkan pengusiran dari kaum Yahudi Najran dan Khaybar sehingga mereka menetap di Syria atau Irak. Ia mengeluarkan perintah bahwa orang-orang Kristen dan Yahudi harus diperlakukan dengan baik dan mereka diberikan tanah yang setara di pemukiman baru mereka. Umar juga melarang non-Muslim untuk tinggal di Hijaz selama lebih dari tiga hari. Najran memiliki komunitas Yahudi dimulai sejak jaman masa pra-Islam, secara historis berafiliasi dengan orang Yahudi Yaman.
Menurut sumber-sumber kontemporer, setelah merebut tahta Himyar, pada kira-kira tahun 518 atau 523 Dhu Nuwas menyerang benteng Aksumite (terutama Kristen) di Zafar, menangkap mereka dan membakar gereja-gereja mereka. Dia kemudian bergerak melawan kaum Kristen Najran, dan benteng pertahanan Aksum. Setelah menerima penyerahan kota itu, ia membantai penduduk yang tidak mau meninggalkan Kekristenan. Perkiraan korban kematian dari peristiwa ini dalam beberapa sumber berkisar hingga 20.000 orang; sebuah surat yang masih ada yang ditulis oleh Simon, uskup Beth Arsham pada tahun 524 Masehi, menceritakan penganiayaan Dzu Nawwas '(di mana ia disebut Dimnon) di Najran (dijaman modern dikenal sebagai: al-Ukhdud di Arab Saudi). Penganiayaan ini rupanya dijelaskan dan dikutuk dalam al-Qur'an (al-Buruj:.4).
Sebagai bagian dari perebutan kekuasaan yang lebih besar antara kerajaan Persia dan kekaisaran Byzantium, kekuatan militer regional mengepung kota Najran. Janji perjalanan yang aman yang dibuat oleh para pengepung itu rusak, dan umat Kristen diberi pilihan untuk memeluk agama Yahudi (Yudaisme), atau kematian. Banyak martir berlindung di dalam Gereja yang dibakar. Lainnya tewas selama beberapa minggu berikutnya saat penyerang memburu mereka. Deskripsi dari kemartiran-kemartiran itu ditulis segera setelah pembantaian baik untuk tujuan politik, mendesak balas dendam militer, dan untuk tujuan hagiografi (studi tentang orang kudus, ilmu yang mempelajari orang-orang kudus).
Ikon St. Arethas Sang Martir(Мученик Арефа - Muchenik Arefa)
"Para Martir dari Najran berlomba demi kesalehan di tahun 524 di Najran, sebuah kota Felix Arabia (sekarang Yaman). Ketika Dzu Nawwas, penguasa suku Himyar di selatan Saudi Arabia, dan seorang Yahudi, mengambil alih kekuasaan, ia berusaha untuk menghapuskan Kekristenan, terutama di Najran, sebuah kota Kristen. St. Arethas Syuhada Agung dari Najran dan 4.299 Syuhada, termasuk St. Syncletica dan dua anak puterinya, St. Elizabeth dari Najran, dan para wanita syahid lainnya adalah korban upaya menghapus Kekristenan di Provinsi Najran. Mereka menderita kemartiran karena mengikuti nasehat Rasul Aghios Ioudas (Surat dari St. Yudas; ditulis 60-80 A.D.), saudara Tuhan Yesus dan saudara Yakobus, Episkop Yerusalem, yaitu ”supaya kamu tetap berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mempertahankan iman yang sekali dan untuk selama-lamanya (Bhs.Yunani: “eph hapax”) telah disampaikan kepada orang-orang kudus” (Yud.1:3, Alkitab Versi New King James)
II. St. Arethas (St. Haritsa) Sang Martir Agung
St Arethas atau Aretas, adalah pemimpin komunitas Kristen di Najran pada awal abad ke-6, dieksekusi selama penganiayaan orang Kristen oleh raja Yahudi Dzu Nawwas atau Dhu Nuwas pada tahun 523. Ia dikenal dari Acta S. Arethae yang ada dalam dua turunan: lebih awal dan lebih otentik, yang ditemukan oleh Michel Le Quien (Oriens Christianus, ii 428.) dan selanjutnya tertanggal paling lambat abad ke-7, yang kemudian direvisi oleh St. Simeon Metaphrastes, dari abad ke-10.
Arethas (Yunani: Ἀρέθας) adalah bentuk Yunani dari nama Arab Al-Harits. Hal ini dapat merujuk kepada St. Arethas Sang Martir atau St. Haritsa Sang Syahuda yang meninggal kira-kira pada tahun 520 adalah martir Kristen Arab di Yaman. Nama Arethas dialihkan dari Bani Harits, pemimpin perlawanan Kristen. Nama St. Arethas 'dalam bahasa Arab: عبدالله بن الحارثه, Haritsa, berarti "pembajak tanah, penggarap, petani" sama seperti "Georgios" dalam bahasa Yunani: γεωργός (geōrgos), yang berarti "petani" atau "pekerja bumi/tanah".
St. Arethas Sang Martir dan bersama dengan dia 4299 Martir yang menderita bagi Tuhan Yesus Kristus di abad keenam. Arethas adalah eparch atau prefek (bhs. Latin: praefectus, pejabat tinggi, gubernur) kota Kristen Najran (bhs. Arab: نجران Naǧrān, Negran), di Barat Daya Saudi Arabia, dekat perbatasan dengan Negara Yaman, di tanah Arab Selatan dari Omir. Karena itu St. Arethas atau St. Haritsa Sang Syuhada Agung dalam Gereja Orthodox Rusia dikenal sebagai Мученик Арефа Негранский, градоправитель (transliterasi: Muchenik Arefa Negranskiĭ, gradopravitel’) atau Martir Arethas dari Najran, Sang Penguasa Kota. Martir kudus ini menderita bagi Iman Kristen dengan lebih dari empat ribu orang Kristen yang meliputi para imam, biarawan dan biarawati, pria, wanita dan anak-anak. Dia berusia sembilan puluh lima tahun ketika ia menderita.
Ikon Martir Arethas Sang Penguasa Kota - Мученик Арефа Негранский, градоправитель(Muchenik Arefa Negranskiĭ, gradopravitel’)
Yusuf Dhu Nuwas atau Dzu Nawwas, (bhs. Arab: يوسف ذو نواس)(juga Yusuf Asar Dhu Nuwas atau Dunaan; memerintah Sekitar 517-525) adalah raja terakhir dari Kerajaan Himyar (dalam bhs. Arab: مملكة حِمْيَر mamlakat ħimyâr) (110 sM–520 M) di Yaman dan memeluk agama Yudaisme (agama Yahudi). Raja Arab (atau Omir), Dzu Nawwas (Dunaan), yang adalah seorang Yahudi yang kejam penganiaya kaum Kristen, memutuskan untuk menghapuskan Kekristenan dari tanah itu. Dia mengeluarkan sebuah dekrit bahwa semua pengikut Kristus itu harus dibunuh. Karena penduduk Najran tetap setia kepada Tuhan Yesus, Dzu Nawwas datang dengan tentara yang besar untuk menghancurkan kota itu. Ia mengepung kota Kristen Najran. Pada tembok kota Najran bentara raja mengumumkan bahwa Dzu Nawwas hanya akan membebaskan dan membiarkan tetap hidup mereka yang menyangkal dan meninggalkan Kristus dan Salib-Nya sebagai "tanda kutukan dan laknat". Warga kota menutup gerbang-gerbang kota, dan Dzu Nawwas menyerang tembok kota untuk waktu yang lama tanpa hasil.
Ikon St. Arethas Sang Martir (Мученик Арефа - Muchenik Arefa)
Tidak berani untuk menyerang kota Kristen itu dengan kekerasan, Dzu Nawwas mengambil jalan sebuah tipu muslihat. Maka Gubernur bengis itu bersumpah kepada penduduk kota itu bahwa ia tidak akan melakukan apapun untuk mereka, jika saja mereka akan membuka pintu baginya untuk masuk dan menerima upeti yang mana mereka berhutang padanya-dan bahwa ia akan mengambilnya dan segera menarik diri. Dzu Nawwas bersumpah bahwa ia tidak akan memaksakan orang-orang Kristen memeluk agama Yudaisme, tetapi hanya akan mengumpulkan upeti dari Najran.
Penduduk kota itu tidak mengindahkan nasihat dari St. Arethas, dan menempatkan kepercayaan mereka pada Dzu Nawwas, mereka membuka gerbang kota. Kaum Kristen percaya padanya dan membuka gerbang. Kemudian orang Yahudi itu melanggar sumpah dan berusaha untuk memaksakan penduduk kota itu untuk meninggalkan Kristus. Pada hari berikutnya Dzu Nawwas memberi perintah untuk menyalakan api yang sangat besar dan melemparkan semua imam dari kota itu ke dalam api untuk untuk menakut-nakuti seluruh umat Kristen. 427 pria dibakar. Dipimpin oleh St. Arethas, ratusan para martir, termasuk para wanita, anak-anak dan bayi, dengan gagah berani melawan ancaman-ancamannya itu. Dia juga melemparkan prefek Arethas dan para pemimpin kota lainnya ke dalam penjara dan Dzu Nawwas memerintahkan agar Arethas tua, kaum rohaniwan (klerus) dan warga negara terhormat lainnya dipenggal semua dengan pedang.
Ikon Martir Arethas dan bersama dia 4299 Martir - Мученик Арефа и с ним 4299 мучеников (Muchenik Arefa i s nim 4299 muchenikov)
Kemudian para penindas mengirim utusannya di seluruh kota untuk mengubah orang-orang Kristen menjadi pemeluk agama Yudaisme. Dzu Nawwas sendiri berbicara dengan penduduk yang dibawa dari penjara, dengan berkata, "Aku tidak meminta bahwa kalian harus meninggalkan Allah surga dan bumi, aku juga tidak ingin kalian menyembah berhala, aku hanya ingin kalian tidak percaya dan beriman pada Yesus Kristus, karena Yang Tersalib itu adalah hanya seorang pria, dan bukan Allah".
Para martir kudus menjawab bahwa Yesus adalah Allah Sang Firman, Pribadi Kedua dari Tritunggal Maha Kudus, yang untuk keselamatan umat manusia telah menjelma (inkarnasi; nuzul) dari Sang Roh Kudus dan Sang Perawan Maria. Orang-orang yang menderita berkata, "Kami tidak akan menyangkal Kristus, karena Dia adalah Hidup bagi kami. Mati demi Dia adalah untuk menemukan Kehidupan".
Dia kemudian melakukan suatu pembantaian mengerikan di dalam kota itu. Setelah para pria dibunuh, semua wanita Kristen Najran yang terlahir bebas itu dibawa ke hadapan tiran itu dan diperintahkan untuk meninggalkan Kristus atau mati, namun mereka menegur penganiaya itu dengan penuh keberanian yang dikatakan bahkan para pria-pun tidak pernah menghina Dhu Nuwas dengan begitu merendahkan seperti itu. Begitu besar iman mereka sehingga tak seorang wanitapun ditemukan menyangkal Kristus di seluruh Najran, meskipun beberapa dari mereka menderita siksaan yang lebih pahit dan menyakitkan daripada kebanyakan pria. Lebih dari empat ribu orang Kristen, pria, wanita, baik tua dan anak-anak, dari kota Najran dan desa-desa sekitarnya menderita kemartiran bagi Kristus.
Penganiayaan ini rupanya dijelaskan dan dikutuk dalam al-Qur'an (al-Buruuj 85:4-10):
binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit.
yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar,
ketika mereka duduk di sekitarnya,
sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman.
dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji,
yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha menyaksikan segala sesuatu.
Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan[1568] kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, Maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.
Yang dimaksud para penggali parit yaitu pembesar-pembesar Najran di Yaman yang berdasarkan perintah Dzu Nawwas menggali lubang besar yang dalam. Sedang yang dimaksud dengan mendatangkan cobaan ialah, seperti menyiksa, mendatangkan bencana, membunuh dan sebagainya. Di dalam lubang besar itu ditimbunkan kayu api yang mersik kering. Dengan kayu bakar yang kering itu, lalu api dinyalakan sebesar-besarnya. Penduduk Najran ditangkap semuanya dikumpulkan dalam sebuah perkampungan di dekat lobang besar itu, lalu masing-masing mereka tua-muda, besar-kecil, lelaki perempuan dengan berganti-ganti dan bergilir diperintahkan terjun ke dalam lobang besar dengan api yang sedang bergejolak-gejolak itu, untuk menutup riwayat hidup mereka. Semua itu dijalankan oleh penduduk Najran yang beriman itu, dengan tenang dan sabar, tidak seorang juga yang merasa takut dan sedih. Karena keimanan yang demikian matang sempurna, gejolakan api begitu panas, mereka rasakan sebagai angin yang berhembus sepoi-sepoi bahasa saja. Bahkan mereka berlomba-lomba dan berebut-rebutan untuk menjatuhkan dirinya masing-masing ke dalam api besar itu; kerana mereka yakin, bahawa di bawah gejolak api yang panas itu, telah menanti Syurga Jannatun-Naim yang dijanjikan Tuhan kepada mereka..
Sedang Raja Zu Nuwas dengan segala tentera dan pembesar-pembesarnya duduk berbaris di atas bangku-bangku dan kursi-kursi yang sudah tersedia buat mereka, menonton bangsa Najran yang sedang mengorbankan jiwanya. Dengan senang hati dan tertawa terbahak-bahak, mereka senang melihat orang mati teraniaya dan merasa senang karena dengan jalan begitulah katanya, mereka dapat mempertahankan agama mereka. Kisah ini dalam agama Islam dikenal sebagai “Kisah Ashabul Ukhdud” yang ada di al-Qur'an Sura 85:4-10. Sedang kisahnya ada di Sirah Nabawwiyah dari Ibnu Ishaq.
Beberapa sumber mengatakan bahwa Dus Dhu Tha'laban dari suku Saba adalah hanya satu-satunya orang yang mampu melarikan diri dari pembantaian Najran, yang melarikan diri ke Konstantinopel untuk mencari bantuan dan segala sesuatu kejadian itu segera dilaporkan. Ini membawa kemurkaan Kaisar Byzantium, Justinus I (bhs. Latin: Flavius Iustinus Augustus, bhs. Yunani: Ἰουστίνος; kira-kira 450 – 1 Agustus 527; menjadi Kaisar Byzantium: 518 – 527) yang sebagai pelindung agama Kristen mendorong sekutunya, Raja Abyssinia St. Ella-Atsbeha atau St. Elesbaan dari Aksum (meninggal kira-kira 540), untuk menyerang negara itu, membunuh Dhu Nuwas-, dan menganeksasi (merebut dan menduduki) Himyar pada tahun 525.
Dalam aliansi-kerjasama dengan Kekaisaran Byzantium, Raja Ethiopia Elesbaan membebaskan Najran dari Dhu Nuwas tak lama setelah itu. Setelah mempelajari masalah pembantaian ini, Kaisar Byzantium Justinus I sangat sedih, dan menulis surat kepada Raja Ethiopia, Elesbaan, meminta dia untuk berangkat bersama pasukan melawan Dzu Nawwas untuk membalas darah tak berdosa orang-orang Kristen itu. Elesbaan mematuhi Justinus, menyerang Gubernur Omir itu dengan pasukannya, mengalahkan dia, membunuh seluruh pasukannya, dan memenggal kepalanya.
Kemudian Raja Ethiopia Elesbaan membangun gereja-gereja untuk menghormati para Martir itu. Najran menjadi tempat ziarah sampai munculnya Islam satu abad kemudian. Pada akhir hidupnya Raja Elesbaan, yang juga disebut Kaleb dari Axum, mengundurkan diri dalam keheningan sebagai seorang pertapa eremit, ia mengirim mahkotanya ke Yerusalem sebagai persembahan kepada Gereja Makam Kudus. St. Elesbaan, Orang Kudus dan Raja Ethiopia juga diperingati pada 24 Oktober/6 November sebagai seorang kudus.
Ikon St. Elesbaan, Raja Ethiopia dan Pertapa - Елезвой Эфиопский, царь, затворник (Yelezvoĭ Efiopskiĭ, tsar’, zatvornik)
Dengan sebuah wahyu dari Allah, seorang saleh yang bernama Abramius diangkat sebagai gubernur Omir, dan kembali oleh wahyu Allah, St Gregorius (Gregentius) dari Omir (meninggal tahun 552; pesta peringatan: 19 Desember/1 Januari) telah dipilih sebagai Uskup Agung. Orang-orang Kristen membangun kembali Gereja Tritunggal Kudus di Najran yang pernah dibakar oleh Dzu Nawwas, dan juga membangun sebuah gereja yang didedikasikan kepada Martir Kudus Arethas dan para martir lainnya dari Najran. St Arethas dan yang lain menderita dan menerima rangkaian bunga martir dari Tuhan pada tahun 523 Masehi.
Dalam Gereja Orthodox Timur, pesta peringatan St. Arethas atau St. Haritsa adalah 24 Oktober (6 November Old Calender - OC atau Kalender Lama Yulian). Di Monologion Yakobit pada tanggal 31 Desember, dalam Pesta-psta perayaan Arab dari kaum Melkit pada 2 Oktober, dalam Synaxarium Armenia pada 20 Oktober, dan di Senkesar Ethiopia pada 22 November. Daftar Synaxarium (Sinaksarion) Ethiopia dari para martir Najran pada tanggal 26 bulan ketiga (7 November - 6 Desember). Para Orang Kudus itu ditambahkan ke Martirologi Romawi (kalender Katolik Roma) pada abad keenambelas oleh Kardinal Baronius, juga terdaftar pada 24 Oktober, meskipun fakta bahwa Najranites (kaum Kristen Najran) itu mungkin secara teknis Monofisit, karena Gereja Ethiopia kemudian sebagian besar Monofisit, dan karenanya dianggap bidat. Sedang Gereja Katolik Roma memperingati pesta perayaan St. Arethas setiap 27 Juli. Sementara para martir Najran tidak disebutkan pada setiap kalender Anglikan. Gereja-gereja Anglikan dapat menggunakan yang umum "Tentang Martir" dalam Buku Doa Umum jika mereka ingin untuk mengamati hari, atau untuk fokus pada orang kudus tahun tertentu.
III. Kemartiran St. Syncletica dari Najran dan Dua Anak Perempuannya, St. Elizabeth dari Najran, serta para Wanita Martir Lainnya
Diantara 4.299 matir lain dari Najran yang dibunuh bersama St. Arethas Sang Syuhada Agung adalah St. Syncletica dari Najran dan dua anak perempuannya, St. Elizabeth dari Najran, serta para wanita martir lainnya. Berikut ini kisah para wanita kudus dan martir dari Najran.
Martir Syncletica dan dua putrinya menderita di bawah raja Arab Dzu Nawwas. St Syncletica adalah keturunan dari sebuah keluarga yang terkemuka. Ia ditinggalkan menjanda pada saat masih muda, ia mencurahkan dirinya dalam membesarkan putrinya secara Kristen, dan dia sendiri menyandang kehidupan yang berbudi luhur dan suci.
Raja Dzu Nawwas mulai menganiaya orang Kristen, dengan bertujuan untuk menghapuskan mereka. Dia memanggil St Syncletica dan putri-putrinya dihadapannya, dan mendesak dia untuk meninggalkan "kebodohan" nya, berjanji untuk membawanya ke rumah istrinya. Tapi Syncletica menjawab, "Bagaimana bisa anda tidak takut, O Raja, untuk berkata jahat kepada Dia yang telah memberikan pada anda baik mahkota kerajaan dan kehidupan?"
Dzu Nawwas memberi perintah mengarak St Syncletica dan putri-putrinya melewati kota seolah-olah mereka para penjahat. Melihat aib yang dialami sang orang kudus ini, perempuan-perempuan mulai menangis, tapi ia memberitahu mereka bahwa "malu" ini baginya adalah lebih berharga daripada kehormatan duniawi.
Dia dibawa lagi kehadapan Dzu Nawwas yang berkata, "Jika engkau ingin tetap hidup, engkau harus meninggalkan Kristus". "Jika aku lakukan itu, maka siapa yang akan melepaskan aku dari kematian kekal?," ia bertanya. Dengan marah, Raja Dzu Nawwas memerintahkan agar anak-anak perempuan St Syncletica yang pertama dibunuh, dan kemudian St Syncletica dipenggal dengan pedang.
Ikon Theotokos “Sukacita dari Semua yang Berduka”,St. Arethas dan St.Syncletica
Ada lagi seorang kudus tambahan, seorang diakon wanita yang berada dalam kelompok 4.000 martir yang terdaftar pada kalender Gereja Orthodox Timur (Eastern Orthodox Church), pada setidaknya satu kalender Gereja Orthodox Oriental, dan pada kalender Katolik Roma. Jumlah yang besar dari para martir sering dicurigai sebagai digelembungkan, atau disalin secara salah, tetapi dalam kasus ini ada setiap alasan untuk percaya bahwa angka itu adalah benar, karena jumlah mengerikan itu adalah secara luas terbukti kebenarannya pada saat itu. Kelompok martir itu juga disebutkan kemudian dalam Al-Qur'an. Para martir ini hidup pada kuartal pertama abad keenam di jazirah Arab Selatan (sekarang: Yaman). Di antara mereka adalah St Elizabeth, seorang diaken wanita yang melayani di Gereja di kota Najran. Tulisan tentang St Elizabeth, Wanita Kudus dari Gereja Orthodox Oriental Syria ini diperkenalkan dan diterjemahkan oleh Sebastian P. Brock dan Susan Ashbrook Harvey. Pada kenyataannya tentu ada kemungkinan, bahwa ada nama diaken wanita lainnya yang tidak disebutkan di antara 4.000 martir dari Najran itu. Dari sejak saat itu pembantaian para martir ini telah diperingati di Afrika, Syria, dan di tempat-tempat lain.
Materi tentang St Elizabeth adalah salah satu dari dokumen-dokumen historis yang dapat diandalkan dari era yang telah hilang namun baru-baru ini ditemukan, seperti yang dijelaskan pada tahun 1971 oleh Irfan Shahid dalam “Para Martir dari Najran: Dokumen-dokumen Baru”. St Elizabeth disiksa dengan beberapa cara karena menolak menyangkal iman Kristennya, kemudian ia diseret hingga mati di belakang seekor unta liar yang dilepas lari ke padang gurun. Jejaknya kemudian diam-diam diikuti dan tubuhnya ditemukan.
Dokumen-dokumen kemartiran untuk kelompok-kelompok martir itu secara luas diterjemahkan dan beredar, unsur-unsur khas penghormatan orang-orang kudus dikembangkan, dan kelompok orang-orang kudus akan segera muncul di sejumlah kalender liturgis Gereja. Mereka dikanonisasi untuk metode dari hari pesta peringatan mereka. Digunakan judul "Orang Kudus (Santa)" untuk Elizabeth karena ia termasuk dalam kelompok yang dikanonisasi. Meskipun karya Brock dan Harvey melansir penerjemahan dokumen-dokumen kemartiran ke dalam bahasa dari beberapa Gereja-gereja Orthodox Oriental (termasuk Syria, Arab, Ethiopia, dan Armenia), di antara kalender dari Gereja-gereja Orthodox Oriental yang berbeda, tulisan tentang St. Elizabeth dari Najran ini hanya memeriksa kalender Ethiopia.
St Elizabeth ini tidak disebutkan dalam teks-teks liturgis, mungkin karena dia hanya satu dari 4.000 martir, dan karena dokumen dengan rincian kemartiran pribadinya hilang begitu lama. Tapi pada abad kesembilan belas seorang biarawati Orthodox Rusia, Taisiia menulis teks-teks liturgis untuk pesta St Simeon Sang Penerima Allah, meskipun pestanya sudah memiliki teks, mungkin sudah saatnya bagi seseorang untuk menulis beberapa teks untuk hari pesta perayaan St Elizabeth dari Najran.
Beberapa rincian sumber utama lain yang mengerikan, tapi sangat bermakna dan indah:
"Dengan suratnya bertahun 524 Masehi yang menggambarkan penganiayaan Najran secara rinci, pendebat Syria Barat Simeon, uskup Beth Arsham mendeskripsikan bagaimana para martir wanita bergegas untuk bergabung dengan 'orang tua dan saudara-saudari kami yang telah meninggal demi Kristus Tuhan kita '. "
"Surat Kedua Simeon dari Beth Arsham memelihara satu lagi episode mengerikan yang dengan tak mudah terlupakan itu. Setelah melihat saudara-saudara Kristennya dibakar hidup-hidup, Ruhm, seorang wanita bangsawan agung dari Najran, membawa putrinya di depan raja Himyar dan memerintahkan kepadanya: "Potong kepala kami, sehingga kami bisa pergi bergabung saudara-saudara kami dan ayah dari putri-putriku". Para algojo mematuhi, menyembelih anak dan cucunya di depan mata Ruhm dan memaksa dia untuk minum darahnya. Raja kemudian bertanya, Bagaimana merasakan darah anakmu bagimu?". Sang Martir menjawab, "Seperti persembahan murni tak bernoda: seperti itulah yang terasa di dalam mulutku dan jiwaku".
Alangkah kasih yang tak terkatakan dan total bagi Kristus! Semoga kita dapat meniru kesaksian mereka, semangat mereka dan kasih mereka bagi Kristus dalam hidup kita, bahkan jika hanya dalam cara yang sangat kecil.
Troparion - Irama 1
Melalui penderitaan dimana para martir kudusMu Arethas dan para sahabatnya bertahan demiMu, ya Tuhan,
kami memohon kepadaMu, wahai Kekasih umat manusia:
menyembuhkan semua kelemahan kita.
Kontakion – Irama 4
Hari ini pesta pancaran Sang Pengemban Sengsara Kudus Kristus, Arethas dan para sahabatnya datang kepada kita sebagai seorang bentara pembawa berita sukacita;
Karena dengan kita merayakannya, kita memuliakan Tuhan di tempat Maha Tinggi.
“St. Arethas dan para Martir Kudus Kristus dari Najran, doakanlah kami yang berjalan dengan iman bersamamu. Amin!“
Referensi
1. ____________, Kisah Ashabul Ukhdud dalam Surah Al-Buruj. Tazkirah & Informasi Islam Najahudin's Homepage. http://najahudin.8m.com/tafsir.html
2. ____________, Kisah Ashabul Ukhdud. Surau Al-Hakim. alhakimbestari.org
3. ____________, Martyr Arethas. Life of the Saint, Troparion and Kontakion. Orthodox Church in America. http://oca.org/
4. ____________, Saint Herman Calender 2006. Saints of the German – Speaking Lands. Printed with the blessing of His Grace Longin, Serbian Orthodox Bishop of the U.S.A. and Canada, New Gracanica Metropolitanate, and Bishop Adminstrator of Serbian Orthodox Diocese of Western America. Thirty-fourth year of publication. Copyright 2006 by the St. Herman of Alaska Brotherhood. 2006.
5. ____________, The Holy Martyr Arethas - Celebrated Oct. 24. by Facebooks Orthodox Church of St. Stephen the Protomartyr on Wednesday, October 26, 2011.
6. Antiochiam Orthodox Christian Archdiocese of North America. St. Syncletica with her two daughters. http://www.antiochian.org/
7. Cluster Paul. St. Arethas the Holy Martyr and those with him. Posted 2nd October by CFC Cluster 2 Chapter D http://clusterpaul.blogspot.com/2011/10/st-arethas-holy-martyr-and-those-with.html#!/2011/10/st-arethas-holy-martyr-and-those-with.html
8. From Wikipedia, the free encyclopedia. Arethas (martyr), Najran, Christian community of Najran, Dhū Nuwas, Abyssinian, Axum, etc
9. Irfan Shahid. Byzantium and the Arabs in the Sixth Cenrtury. Volume 2 Part 2. Copyright @ 2009 by Dumbarton Oaks Trustess for Harvard University, Washington, D.C. All rights reserved. Printed in the United States of America. All map by K. Rasmussen (archeographics.com), @ 2009 by Dumbarton Oaks, Trustess for Harvard University.
10. Kathryn A. Piccard. Saint Elizabeth of Najrân. Another Woman Deacon Saint. http://www.womenpriests.org
11. Rev. Oeconomos Christopher Klitou. Icon of the Great-martyr Arethas. The Orthodox Pages. Feasts and Saints. http://www.christopherklitou.com/
12. Православие.Ru. Арефа Негранский, градоправитель, мч. Православный Календарь. Иконы. http://days.pravoslavie.ru/
Selasa, 13 Desember 2011
Jumat, 25 November 2011
Puasa Kelahiran Kristus (Shoum Maulid Al-Masih)
Oleh :
Presbyter Rm.Kirill JSL
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
Paroikia St. Iona dari Manchuria, Surabaya
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
Tentang Puasa Kelahiran Kristus (Shoum Maulid Al-Masih)
Puasa dalam bahasa Ibrani disebut sebagai ‘’sum’’ (bhs. Ibrani: צום ; ”tzum” sebanding dengan kata ‘’shoum’’ dalam bahasa Arab: صوم ; “saum”). Kata ‘’sum’’ (puasa) ini sering digabungkan dengan kata ‘’innah nefesy’’ (‘’merendahkan diri’’) - Imamat 16:29, 31. 23:27, 32, Bilangan 29:7; Yesaya 58:3, Mazmur 35:13. Kata ‘’sum’’ dalam bahasa Ibrani Perjanjian Lama ini berbunyi ‘’neestia/ nistia’’ (bhs. Yunani: νηστεία ; “nēsteia”) dalam bahasa Yunani Perjanjian Baru.
Puasa Advent (nama di Gereja Barat) yang dilakukan hanya 4 Minggu, atau Puasa Kelahiran Kristus (Shoum Maulid Al-Masih) di Gereja Orthodox yang dilakukan selama 40 hari itu dimulai tanggal 15 November untuk mereka yang menggunakan kalender baru (Gregorian) sampai 25 Desember, atau tanggal 28 November untuk mereka yang menggunakan kalender lama (Yulian) sampai tanggal 6/7 Januari. Puasa Kelahiran Kristus ini juga disebut Puasa Filipus. Puasa ini disebut puasa Filipus karena Puasa Kelahiran Kristus ini dilakukan langsung sesudah Perayaan St. Filipus Sang Rasul Kudus dan Terpuji pada tanggal 14/27 November.
Shoum Maulid Al-Masih ini bersifat tarak artinya tak berpuasa penuh hanya pantang makanan yang berasal dari binatang hidup, dan lain-lain, yaitu tidak makan daging dan produk daging, ikan dan produk ikan, susu dan produk susu, telur dan produk telur, anggur dan produk anggur, serta tidak minum yang beralkohol, dan minyak zaitun. Hari Sabtu karena itu Hari Sabat yaitu hari perhentian dan Hari Minggu karena itu Hari Tuhan yaitu Hari Perayaan kita diijinkan makan ikan dan hasil laut.
Mengapa Berpuasa sebelum Pesta Kelahiran Yesus (Natal)?
"Perjalanan Gereja menuju kelahiran Kristus, Tuhan, dikemudikan oleh kapal yang adalah puasa Kelahiran Kristus (Natal). Gereja melakukannya dengan pengetahuan bahwa jika ia berjuang mendaki gunung yang sangat terlalu curam baginya untuk memanjat, dia tidak akan pernah tahu luasnya karunia itu yang adalah tingkat gunung melalui tangan Allah. Kebangkitan bagi kehidupan adalah karunia utama dari Inkarnasi, tetapi jika seorang manusia mengerti bahwa ia sudah mati, ia tidak akan pernah tahu arti dari kebangkitan.
Puasa adalah alat suci dan terberkati yang membawa kita lebih dekat kepada kesadaran diri seperti itu. Ini menunjukkan kepada kita siapakah kita, mungkin lebih penting bukan siapa kita, dan membuat kita lebih secara sadar menyadari akan dimana kita berdiri itu yang diperlukan. Kemudian dan hanya kemudian, dengan mata terbuka - bahkan hanya sebagian saja yang - oleh upaya laku-tapa (hidup asketik), kita akan benar-benar mengetahui terang yang memberi hidup dari Kelahiran Kristus. Kita akan mendengar dengan kagum proklamasi pada kidung Sembahyang Senja, mengenakan misteri yang hadir di dalamnya sebagai bersatu langsung dengan kita:
Datanglah, marilah kita sungguh bersukacita dalam Tuhan seperti yang kita beritakan tentang misteri kehadiran ini. Dinding tengah sekat telah dihancurkan; pedang berapi berbalik kembali, kerubim menarik diri dari pohon kehidupan, dan aku mengambil bagian dari kegembiraan Surga dimana aku diusir oleh karena ketidaktaatan. Karena menyatakan Gambar dari Bapa, Tindasan yang tepat keabadian-Nya, mengambil rupa seorang hamba, dan tanpa mengalami perubahan Dia datang keluar dari Sang Bunda yang tidak mengenal nikah. Karena Dia, Dia tetap menjadi Allah yang benar: dan apa yang Dia bukan, Dia telah mengambil bagi dirinya sendiri, menjadi manusia melalui kasih bagi umat manusia. Kepada-Nya mari kita berseru keras: Allah (Sang Firman) lahir dari seorang Perawan, kasihanilah kami! (Sticheron dari Sembahyang Senja Kelahiran Tuhan)
Ikon Kelahiran Kristus dari Sang Perawan Suci, Maria Sang Theotokos
Kita tidak akan pernah sepenuhnya memahami misteri tak terkatakan ini, beberapa pengetahuan adalah direncanakan, diatur dan tersembunyi bagi Allah sendiri. Tetapi dengan kasih karunia-Nya melalui upaya laku-tapa (hidup asketik), kita akan datang untuk memahami - mungkin, kebanyakan dari kita, hanya setitik - namun misteri ini adalah misteri kita sendiri, bagaimanapun kehidupan-Nya adalah kehidupan kita sendiri, dan betapa keselamatan dari Hari Natal, sungguh, keselamatan kita sendiri. Dan dengan menyadari hal ini, kegembiraan: kegembiraan yang jauh lebih besar dari sekadar pintu masuk ke gereja pada Hari Natal yang bisa membawa kita. Ini adalah sukacita dari perjalanan kuno manusia, perjalanan kita sendiri, datang untuk pemenuhan dalam misteri menakjubkan dari Allah sendiri yang menjadi manusia. Dengan sukacita dalam hati kita, kita akan menerima kata-kata kidung sebagaimana kita sendiri:
Hari ini Sang Perawan datang ke gua untuk melahirkan tak terkatakan pada Sang Firman pra-kekal. Mendengar ini, layaklah bersorak-sorai, hai penghuni bumi, dan dengan para malaikat dan para gembala muliakanlah Dia yang akan dinyatakan seorang Anak muda, Allah pra-kekal. (Kontakion dari Permulaan Pesta)"
Referensi
1. Bahan-bahan email dari Arkhimandrit Rm. Daniel Bambang Dwibyantoro, Pendiri dan Ketua Umum Gereja Orthodox Indonesia (GOI).
2. Hieromonk Irenei. Why Fast before Nativity? www.monachos.net
3. Arkhimandrit Rm. Daniel B.D.B. Kehidupan Gereja Orthodox (2): Pesta Perayaan, Puasa, dan Sakramen Perjamuan Kudus. Materi Katekisasi Gereja Orthodox Indonesia, Paroikia St. Iona dari Manchuria, Surabaya.
Presbyter Rm.Kirill JSL
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
Paroikia St. Iona dari Manchuria, Surabaya
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
Tentang Puasa Kelahiran Kristus (Shoum Maulid Al-Masih)
Puasa dalam bahasa Ibrani disebut sebagai ‘’sum’’ (bhs. Ibrani: צום ; ”tzum” sebanding dengan kata ‘’shoum’’ dalam bahasa Arab: صوم ; “saum”). Kata ‘’sum’’ (puasa) ini sering digabungkan dengan kata ‘’innah nefesy’’ (‘’merendahkan diri’’) - Imamat 16:29, 31. 23:27, 32, Bilangan 29:7; Yesaya 58:3, Mazmur 35:13. Kata ‘’sum’’ dalam bahasa Ibrani Perjanjian Lama ini berbunyi ‘’neestia/ nistia’’ (bhs. Yunani: νηστεία ; “nēsteia”) dalam bahasa Yunani Perjanjian Baru.
Puasa Advent (nama di Gereja Barat) yang dilakukan hanya 4 Minggu, atau Puasa Kelahiran Kristus (Shoum Maulid Al-Masih) di Gereja Orthodox yang dilakukan selama 40 hari itu dimulai tanggal 15 November untuk mereka yang menggunakan kalender baru (Gregorian) sampai 25 Desember, atau tanggal 28 November untuk mereka yang menggunakan kalender lama (Yulian) sampai tanggal 6/7 Januari. Puasa Kelahiran Kristus ini juga disebut Puasa Filipus. Puasa ini disebut puasa Filipus karena Puasa Kelahiran Kristus ini dilakukan langsung sesudah Perayaan St. Filipus Sang Rasul Kudus dan Terpuji pada tanggal 14/27 November.
Shoum Maulid Al-Masih ini bersifat tarak artinya tak berpuasa penuh hanya pantang makanan yang berasal dari binatang hidup, dan lain-lain, yaitu tidak makan daging dan produk daging, ikan dan produk ikan, susu dan produk susu, telur dan produk telur, anggur dan produk anggur, serta tidak minum yang beralkohol, dan minyak zaitun. Hari Sabtu karena itu Hari Sabat yaitu hari perhentian dan Hari Minggu karena itu Hari Tuhan yaitu Hari Perayaan kita diijinkan makan ikan dan hasil laut.
Mengapa Berpuasa sebelum Pesta Kelahiran Yesus (Natal)?
"Perjalanan Gereja menuju kelahiran Kristus, Tuhan, dikemudikan oleh kapal yang adalah puasa Kelahiran Kristus (Natal). Gereja melakukannya dengan pengetahuan bahwa jika ia berjuang mendaki gunung yang sangat terlalu curam baginya untuk memanjat, dia tidak akan pernah tahu luasnya karunia itu yang adalah tingkat gunung melalui tangan Allah. Kebangkitan bagi kehidupan adalah karunia utama dari Inkarnasi, tetapi jika seorang manusia mengerti bahwa ia sudah mati, ia tidak akan pernah tahu arti dari kebangkitan.
Puasa adalah alat suci dan terberkati yang membawa kita lebih dekat kepada kesadaran diri seperti itu. Ini menunjukkan kepada kita siapakah kita, mungkin lebih penting bukan siapa kita, dan membuat kita lebih secara sadar menyadari akan dimana kita berdiri itu yang diperlukan. Kemudian dan hanya kemudian, dengan mata terbuka - bahkan hanya sebagian saja yang - oleh upaya laku-tapa (hidup asketik), kita akan benar-benar mengetahui terang yang memberi hidup dari Kelahiran Kristus. Kita akan mendengar dengan kagum proklamasi pada kidung Sembahyang Senja, mengenakan misteri yang hadir di dalamnya sebagai bersatu langsung dengan kita:
Datanglah, marilah kita sungguh bersukacita dalam Tuhan seperti yang kita beritakan tentang misteri kehadiran ini. Dinding tengah sekat telah dihancurkan; pedang berapi berbalik kembali, kerubim menarik diri dari pohon kehidupan, dan aku mengambil bagian dari kegembiraan Surga dimana aku diusir oleh karena ketidaktaatan. Karena menyatakan Gambar dari Bapa, Tindasan yang tepat keabadian-Nya, mengambil rupa seorang hamba, dan tanpa mengalami perubahan Dia datang keluar dari Sang Bunda yang tidak mengenal nikah. Karena Dia, Dia tetap menjadi Allah yang benar: dan apa yang Dia bukan, Dia telah mengambil bagi dirinya sendiri, menjadi manusia melalui kasih bagi umat manusia. Kepada-Nya mari kita berseru keras: Allah (Sang Firman) lahir dari seorang Perawan, kasihanilah kami! (Sticheron dari Sembahyang Senja Kelahiran Tuhan)
Ikon Kelahiran Kristus dari Sang Perawan Suci, Maria Sang Theotokos
Kita tidak akan pernah sepenuhnya memahami misteri tak terkatakan ini, beberapa pengetahuan adalah direncanakan, diatur dan tersembunyi bagi Allah sendiri. Tetapi dengan kasih karunia-Nya melalui upaya laku-tapa (hidup asketik), kita akan datang untuk memahami - mungkin, kebanyakan dari kita, hanya setitik - namun misteri ini adalah misteri kita sendiri, bagaimanapun kehidupan-Nya adalah kehidupan kita sendiri, dan betapa keselamatan dari Hari Natal, sungguh, keselamatan kita sendiri. Dan dengan menyadari hal ini, kegembiraan: kegembiraan yang jauh lebih besar dari sekadar pintu masuk ke gereja pada Hari Natal yang bisa membawa kita. Ini adalah sukacita dari perjalanan kuno manusia, perjalanan kita sendiri, datang untuk pemenuhan dalam misteri menakjubkan dari Allah sendiri yang menjadi manusia. Dengan sukacita dalam hati kita, kita akan menerima kata-kata kidung sebagaimana kita sendiri:
Hari ini Sang Perawan datang ke gua untuk melahirkan tak terkatakan pada Sang Firman pra-kekal. Mendengar ini, layaklah bersorak-sorai, hai penghuni bumi, dan dengan para malaikat dan para gembala muliakanlah Dia yang akan dinyatakan seorang Anak muda, Allah pra-kekal. (Kontakion dari Permulaan Pesta)"
Referensi
1. Bahan-bahan email dari Arkhimandrit Rm. Daniel Bambang Dwibyantoro, Pendiri dan Ketua Umum Gereja Orthodox Indonesia (GOI).
2. Hieromonk Irenei. Why Fast before Nativity? www.monachos.net
3. Arkhimandrit Rm. Daniel B.D.B. Kehidupan Gereja Orthodox (2): Pesta Perayaan, Puasa, dan Sakramen Perjamuan Kudus. Materi Katekisasi Gereja Orthodox Indonesia, Paroikia St. Iona dari Manchuria, Surabaya.
Rabu, 23 November 2011
Gereja Orthodox Indonesia: Menjadikan Bumi Seperti Surga
Oleh : Web Warouw
Sinar Harapan 2003
Semua agama seharusnya mencintai kedamaian. Islam berarti damai, demikian halnya shalom bagi umat Kristiani dan santi bagi umat Hindu. Pada dasarnya, semua orang ingin damai. Visi dasar semua agama adalah perdamaian. Dalam Gereja Orthodox, perdamaian adalah inti dari ajaran, karena Firman Allah yang adalah Allah menjadi manusia mendamaikan dua yang bertentangan, yaitu yang ilahi dan yang manusiawi, yang ada dalam diri Yesus Kristus. Pesan damai yang dibawa Yesus Kristus merupakan pesan utama pada situasi krisis perdamaian seperti saat ini.
Ajaran memang tidak bisa dikompromikan, tetapi dalam ajaran pasti terkandung pesan-pesan damai. Untuk itu, kita harus rela merangkul perbedaan paham, karena dalam kesadaran, kita ini satu bangsa dan satu entitas manusia. Di bawah ini cuplikan wawancara SH dengan Ketua Umum Gereja Orthodox Indonesia (GOI) Romo Arkhimandrit Daniel Bambang Dwi Byantoro.
Sekarang orang meributkan perbedaan, bagaimana pendapat Anda?
Pluralisme di Indonesia adalah kenyataan. Kalau kita menekankan pada ekslusivitas masing-masing, yang terjadi adalah konflik. Kalau kita bertengkar sendiri, negara kita akan ambruk, dunia akan hancur. Masing-masing pimpinan masyarakat seharusnya mendahulukan kepentingan umum ketimbang kepentingan kelompok atau pribadi.
Bagaimana masa depan Indonesia?
Tergantung pada komitmen kita kembali. Satu-satunya jalan adalah kembali pada Pancasila. Kita harus rela berdampingan dengan mengedepankan persatuan dengan mengutamakan kepentingan bersama. Bayangkan kalau masing-masing memaksakan hukum agamanya yang berlaku, tidak akan ada harmonisasi.
Kita harus merumuskan kembali Pancasila agar tidak semu seperti dulu. Founding fathers sudah menegaskan komitmen ini. Walaupun berbeda agama, budaya, dan suku bangsa, kita sepakat harus hidup bersama dan tidak saling mengganggu.
Bagaimana dengan soal agama dan politik?
Agama harus menyadari tempatnya sebagai pemberi suara hati nurani, suara moral, dan suara kenabian. Sebagai pemimpin spiritual pada umat. Agama tidak bisa dicampur dengan politik. Kalau politik sudah berjalan miring, agama harus meluruskan atau menyerukan untuk berhenti. Kalau agama memberikan suara moral, negara harus mendengarkan, bukan menjadikan agama sebagai alatnya, atau mengatur bagaimana orang beragama.
Beragama adalah hak yang diberikan Tuhan, bukan pemberian pemerintah. Pemerintah jangan bermain menjadi Tuhan. Pemerintah harus menjalankan hukum Tuhan sesuai dengan perikeadilan, kemanusiaan, dan kebebasan serta damai sejahtera, bukan dengan paksaan dan kekerasan. Lima sila dalam Pancasila itu universal ada di semua agama. Pancasila adalah universal sudah mencakup semua agama dan keyakinan yang kita semua setujui.
Bagaimana dengan SKB dan Forum Komunikasi Umat Beragama?
Seharusnya agama adalah masalah hati nurani individu. Biarkanlah orang memilih agama dan jangan diatur oleh pemerintah. Sepertinya, pemerintah tidak percaya kedewasaan orang beragama. Kita dianggap murid taman kanak-kanak yang harus diatur oleh negara.
Di Amerika tidak ada seperti ini dan tidak ada konflik agama. Kalau pemerintah tidak mencampuri, tidak ada konflik. Kalau diberikan kebebasan bangsa ini cukup dewasa untuk beragama. Peraturan dari pemerintah inilah yang selalu menimbulkan konflik, seperti di Ambon dan Poso. Semua akibat campur tangan oknum pemerintah. Agama dicampur dengan politik dan agama dipolitisasi. Ini kacau.
Pada tahun 1970-an kehidupan beragama di Indonesia lebih rukun. Keluarga saya ada yang Islam, Buddha, Hinddu, dan Protestan, tapi kami saling mengunjungi, dan saling menyalami pada hari raya masing-masing sebagai rasa hormat. Dalam tatanan akar rumput, saya yakin umat lebih rukun dan saling menghormati.
Kekacauan terjadi di elite pimpinan agama, dibumbui dengan politik. Elite politik dan agama kalau punya kepentingan untuk memaksakan kehendak, konflik yang muncul. Semua pemimpin agama sebenarnya bisa menuntun umat pada kedamaian dan keadilan. Kalau demikian bangsa ini akan kuat kembali.
Bangsa ini tidak bisa eksklusif, bangsa ini harus inklusif. Kita harus rela dengan perbedaan suku, agama, dan golongan budaya. Kita harus rela kembali pada bangsa Indonesia yang semula, yang merupakan persatuan bangsa-bangsa kecil menjadi bangsa yang besar. Kita harus menghormati perbedaan-perbedaan di dalamnya.
Bagaimana sebenarnya asal gereja Orthodox?
Gereja Orthodox berpegang pada prinsip gereja mula-mula yang didirikan Kristus sendiri. Orthodox berasal dari kata Orthos yang berarti lurus, dan doxa artinya pengajaran, arti Orthodox adalah pengajaran yang lurus. Kata Orthodox muncul untuk membedakan dengan Heterodox, yaitu bidat-bidat (ajaran yang menyimpang).
Jadi Ortodox bukan berarti kaku, terbelakang, atau kuno, tetapi adalah jalan yang lurus sebagai lawan dari ajaran yang tidak lurus yang muncul pada waktu itu. Sejak zaman Yesus, para rasul menyebarkan Injil dari Yerusalem, ke Siria, Turki, Yunani, dan akhirnya masuk ke Roma.
Jadi kekristenan itu berasal dari timur, tepatnya Asia Barat meluas ke barat, Eropa. Pada zaman itu, ada dua kekristenan, yaitu kekristenan timur dan kekristenan barat yang berpusat di Roma dan akhirnya ke Eropa. Kekristenan timur pusatnya di Konstantinopel (sekarang Istambul) Turki, Alexandira di Mesir, Antiokia di Siria, dan Yerusalem, di tanah Palestina.
Dari situlah gereja Timur dan Barat berjalan sendiri-sendiri dengan tradisi masing-masing. Gereja di timur disebut Gereja Orthodox, yang berkembang ke Eropa timur, yaitu Rusia, Rumania, Yugoslavia, dan daerah Timur Tengah.
Perkembangannya di Indonesia?
Gereja Orthodox Indonesia yang sekarang tidak ada hubungannya dengan orang-orang Orthodox yang masuk pada tahun 1930-an. Awalnya, saya belajar di Korea Selatan. Dan pada tahun 1978 dibantu oleh Gubernur Sulawesi Utara, Willy Lasut untuk belajar tentang sistem gunung doa untuk bisa dipraktikkan di Manado. Di Korea, tahun 1983 saya bertemu dengan Misi Gereja Orthodox Korea dan meyakini ini yang saya cari.
Tahun 1988 saya pulang ke Indonesia. Pertama saya mendekati Dirjen Katholik, tetapi mereka mengatakan hanya melayani tradisi Roma. Saya berpuasa dan berdoa 30 hari dan atas pertolongan Tuhan saya ditemukan dengan Kakanwil Depag di Semarang, Bapak Prawoto dan Bapak Sutarno, dari Solo. Merekalah yang meletakkan Gereja Orthodox di bawah Dirjen Bimas Kristen-Protestan untuk perlindungan hukum pada tahun 1991, di bawah Depag sampai sekarang.
Apa yang khas dari ajaran Kristen Orthodox?
Di Katholik ada pengatur ajaran, di Orthodox tidak ada. Pilihan berselibat (tidak menikah) pada pelayan Tuhan tidak diatur dalam Orthodox. Jadi pelayan boleh menikah boleh tidak.
Gereja Orthodox mengenal dogma, yaitu dogma Tritunggal Maha Kudus. Tritunggal bukan dogma yang mati, tetapi menjadi progam sosial bermasyarakat dan menjadi landasan di muka bumi karena kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Posisi Yesus Kristus?
Manusia jatuh ke dalam dosa dan dikuasai kematian bukan hanya fisik, tetapi juga rohani. Kematian fisik adalah akibat kematian rohani. Manusia sebenarnya diciptakan bukan untuk mati. Manusia diciptakan untuk mengalami kekekalan Allah. Tetapi kerena manusia gagal, Allah ingin memulihkan kembali dengan jalan menyingkirkan kematian.
Yang bisa melakukan ini adalah Dia yang tidak terkalahkan oleh kematian, yaitu Firman-Nya. Allah mengirimkan Firman-Nya dan masuk ke dalam perut Maria dan mengambil kemanusiaannya, disatukan dengan FirmanNya. Maka lahirlah manusia Yesus Kristus.
Manusia Yesus bukan setengah Allah dan setengah manusia, Yesus adalah Firman Allah yang mempunyai esensi di dalam Allah. Sebagai manusia, Dia sama dengan kita dalam segala hal. Dari sisi keilahian Dia adalah Allah. Dengan demikian, yang Ilahi sudah merangkul yang duniawi-daging, berasal dari dunia.
Maka dari itu, kehidupan rohani tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan duniawi. Dengan prinsip itu, moral dan spiritual dari sorga tidak dipisahkan dengan di bumi, karena landasannya adalah Firman Allah menjadi manusia. Tujuannya adalah untuk memulihkan kodrat manusia yang rusak.
Maka kerajaan di surga datang ke bumi untuk memulihkan kerusakan di bumi sehingga di bumi ini bisa mengalami pemulihan yang berdasarkan inspirasi dari surga. Maka tidak ada dikotomi antara rohani dengan jasmani atau sosial.
Dikotomi artinya menolak inkarnasi, Firman jadi manusia, padahal inkarnasi itu adalah menyatukan yang berseberangan antara manusia di bumi dan diri Allah. Di bumi harus bekerja secara harmoni dengan surga. Kita tidak bisa memisahkan kerajaan surga dan bumi sendiri.
Kemulian yang Illahi itu harus mempengaruhi bumi. Maka bunyi doanya, jadilah kehendakmu di atas bumi seperti di surga. Ini tugas kita semua untuk memuliakan bumi seperti surga. Tidak ada politik!
Referensi
Christian Studies for Peace. Gereja Orthodox Indonesia: Menjadikan Bumi Seperti Surga. http://christianforpeace.blogspot.com. 5 Desember 2010.
Sinar Harapan 2003
Semua agama seharusnya mencintai kedamaian. Islam berarti damai, demikian halnya shalom bagi umat Kristiani dan santi bagi umat Hindu. Pada dasarnya, semua orang ingin damai. Visi dasar semua agama adalah perdamaian. Dalam Gereja Orthodox, perdamaian adalah inti dari ajaran, karena Firman Allah yang adalah Allah menjadi manusia mendamaikan dua yang bertentangan, yaitu yang ilahi dan yang manusiawi, yang ada dalam diri Yesus Kristus. Pesan damai yang dibawa Yesus Kristus merupakan pesan utama pada situasi krisis perdamaian seperti saat ini.
Ajaran memang tidak bisa dikompromikan, tetapi dalam ajaran pasti terkandung pesan-pesan damai. Untuk itu, kita harus rela merangkul perbedaan paham, karena dalam kesadaran, kita ini satu bangsa dan satu entitas manusia. Di bawah ini cuplikan wawancara SH dengan Ketua Umum Gereja Orthodox Indonesia (GOI) Romo Arkhimandrit Daniel Bambang Dwi Byantoro.
Sekarang orang meributkan perbedaan, bagaimana pendapat Anda?
Pluralisme di Indonesia adalah kenyataan. Kalau kita menekankan pada ekslusivitas masing-masing, yang terjadi adalah konflik. Kalau kita bertengkar sendiri, negara kita akan ambruk, dunia akan hancur. Masing-masing pimpinan masyarakat seharusnya mendahulukan kepentingan umum ketimbang kepentingan kelompok atau pribadi.
Bagaimana masa depan Indonesia?
Tergantung pada komitmen kita kembali. Satu-satunya jalan adalah kembali pada Pancasila. Kita harus rela berdampingan dengan mengedepankan persatuan dengan mengutamakan kepentingan bersama. Bayangkan kalau masing-masing memaksakan hukum agamanya yang berlaku, tidak akan ada harmonisasi.
Kita harus merumuskan kembali Pancasila agar tidak semu seperti dulu. Founding fathers sudah menegaskan komitmen ini. Walaupun berbeda agama, budaya, dan suku bangsa, kita sepakat harus hidup bersama dan tidak saling mengganggu.
Bagaimana dengan soal agama dan politik?
Agama harus menyadari tempatnya sebagai pemberi suara hati nurani, suara moral, dan suara kenabian. Sebagai pemimpin spiritual pada umat. Agama tidak bisa dicampur dengan politik. Kalau politik sudah berjalan miring, agama harus meluruskan atau menyerukan untuk berhenti. Kalau agama memberikan suara moral, negara harus mendengarkan, bukan menjadikan agama sebagai alatnya, atau mengatur bagaimana orang beragama.
Beragama adalah hak yang diberikan Tuhan, bukan pemberian pemerintah. Pemerintah jangan bermain menjadi Tuhan. Pemerintah harus menjalankan hukum Tuhan sesuai dengan perikeadilan, kemanusiaan, dan kebebasan serta damai sejahtera, bukan dengan paksaan dan kekerasan. Lima sila dalam Pancasila itu universal ada di semua agama. Pancasila adalah universal sudah mencakup semua agama dan keyakinan yang kita semua setujui.
Bagaimana dengan SKB dan Forum Komunikasi Umat Beragama?
Seharusnya agama adalah masalah hati nurani individu. Biarkanlah orang memilih agama dan jangan diatur oleh pemerintah. Sepertinya, pemerintah tidak percaya kedewasaan orang beragama. Kita dianggap murid taman kanak-kanak yang harus diatur oleh negara.
Di Amerika tidak ada seperti ini dan tidak ada konflik agama. Kalau pemerintah tidak mencampuri, tidak ada konflik. Kalau diberikan kebebasan bangsa ini cukup dewasa untuk beragama. Peraturan dari pemerintah inilah yang selalu menimbulkan konflik, seperti di Ambon dan Poso. Semua akibat campur tangan oknum pemerintah. Agama dicampur dengan politik dan agama dipolitisasi. Ini kacau.
Pada tahun 1970-an kehidupan beragama di Indonesia lebih rukun. Keluarga saya ada yang Islam, Buddha, Hinddu, dan Protestan, tapi kami saling mengunjungi, dan saling menyalami pada hari raya masing-masing sebagai rasa hormat. Dalam tatanan akar rumput, saya yakin umat lebih rukun dan saling menghormati.
Kekacauan terjadi di elite pimpinan agama, dibumbui dengan politik. Elite politik dan agama kalau punya kepentingan untuk memaksakan kehendak, konflik yang muncul. Semua pemimpin agama sebenarnya bisa menuntun umat pada kedamaian dan keadilan. Kalau demikian bangsa ini akan kuat kembali.
Bangsa ini tidak bisa eksklusif, bangsa ini harus inklusif. Kita harus rela dengan perbedaan suku, agama, dan golongan budaya. Kita harus rela kembali pada bangsa Indonesia yang semula, yang merupakan persatuan bangsa-bangsa kecil menjadi bangsa yang besar. Kita harus menghormati perbedaan-perbedaan di dalamnya.
Bagaimana sebenarnya asal gereja Orthodox?
Gereja Orthodox berpegang pada prinsip gereja mula-mula yang didirikan Kristus sendiri. Orthodox berasal dari kata Orthos yang berarti lurus, dan doxa artinya pengajaran, arti Orthodox adalah pengajaran yang lurus. Kata Orthodox muncul untuk membedakan dengan Heterodox, yaitu bidat-bidat (ajaran yang menyimpang).
Jadi Ortodox bukan berarti kaku, terbelakang, atau kuno, tetapi adalah jalan yang lurus sebagai lawan dari ajaran yang tidak lurus yang muncul pada waktu itu. Sejak zaman Yesus, para rasul menyebarkan Injil dari Yerusalem, ke Siria, Turki, Yunani, dan akhirnya masuk ke Roma.
Jadi kekristenan itu berasal dari timur, tepatnya Asia Barat meluas ke barat, Eropa. Pada zaman itu, ada dua kekristenan, yaitu kekristenan timur dan kekristenan barat yang berpusat di Roma dan akhirnya ke Eropa. Kekristenan timur pusatnya di Konstantinopel (sekarang Istambul) Turki, Alexandira di Mesir, Antiokia di Siria, dan Yerusalem, di tanah Palestina.
Dari situlah gereja Timur dan Barat berjalan sendiri-sendiri dengan tradisi masing-masing. Gereja di timur disebut Gereja Orthodox, yang berkembang ke Eropa timur, yaitu Rusia, Rumania, Yugoslavia, dan daerah Timur Tengah.
Perkembangannya di Indonesia?
Gereja Orthodox Indonesia yang sekarang tidak ada hubungannya dengan orang-orang Orthodox yang masuk pada tahun 1930-an. Awalnya, saya belajar di Korea Selatan. Dan pada tahun 1978 dibantu oleh Gubernur Sulawesi Utara, Willy Lasut untuk belajar tentang sistem gunung doa untuk bisa dipraktikkan di Manado. Di Korea, tahun 1983 saya bertemu dengan Misi Gereja Orthodox Korea dan meyakini ini yang saya cari.
Tahun 1988 saya pulang ke Indonesia. Pertama saya mendekati Dirjen Katholik, tetapi mereka mengatakan hanya melayani tradisi Roma. Saya berpuasa dan berdoa 30 hari dan atas pertolongan Tuhan saya ditemukan dengan Kakanwil Depag di Semarang, Bapak Prawoto dan Bapak Sutarno, dari Solo. Merekalah yang meletakkan Gereja Orthodox di bawah Dirjen Bimas Kristen-Protestan untuk perlindungan hukum pada tahun 1991, di bawah Depag sampai sekarang.
Apa yang khas dari ajaran Kristen Orthodox?
Di Katholik ada pengatur ajaran, di Orthodox tidak ada. Pilihan berselibat (tidak menikah) pada pelayan Tuhan tidak diatur dalam Orthodox. Jadi pelayan boleh menikah boleh tidak.
Gereja Orthodox mengenal dogma, yaitu dogma Tritunggal Maha Kudus. Tritunggal bukan dogma yang mati, tetapi menjadi progam sosial bermasyarakat dan menjadi landasan di muka bumi karena kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Posisi Yesus Kristus?
Manusia jatuh ke dalam dosa dan dikuasai kematian bukan hanya fisik, tetapi juga rohani. Kematian fisik adalah akibat kematian rohani. Manusia sebenarnya diciptakan bukan untuk mati. Manusia diciptakan untuk mengalami kekekalan Allah. Tetapi kerena manusia gagal, Allah ingin memulihkan kembali dengan jalan menyingkirkan kematian.
Yang bisa melakukan ini adalah Dia yang tidak terkalahkan oleh kematian, yaitu Firman-Nya. Allah mengirimkan Firman-Nya dan masuk ke dalam perut Maria dan mengambil kemanusiaannya, disatukan dengan FirmanNya. Maka lahirlah manusia Yesus Kristus.
Manusia Yesus bukan setengah Allah dan setengah manusia, Yesus adalah Firman Allah yang mempunyai esensi di dalam Allah. Sebagai manusia, Dia sama dengan kita dalam segala hal. Dari sisi keilahian Dia adalah Allah. Dengan demikian, yang Ilahi sudah merangkul yang duniawi-daging, berasal dari dunia.
Maka dari itu, kehidupan rohani tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan duniawi. Dengan prinsip itu, moral dan spiritual dari sorga tidak dipisahkan dengan di bumi, karena landasannya adalah Firman Allah menjadi manusia. Tujuannya adalah untuk memulihkan kodrat manusia yang rusak.
Maka kerajaan di surga datang ke bumi untuk memulihkan kerusakan di bumi sehingga di bumi ini bisa mengalami pemulihan yang berdasarkan inspirasi dari surga. Maka tidak ada dikotomi antara rohani dengan jasmani atau sosial.
Dikotomi artinya menolak inkarnasi, Firman jadi manusia, padahal inkarnasi itu adalah menyatukan yang berseberangan antara manusia di bumi dan diri Allah. Di bumi harus bekerja secara harmoni dengan surga. Kita tidak bisa memisahkan kerajaan surga dan bumi sendiri.
Kemulian yang Illahi itu harus mempengaruhi bumi. Maka bunyi doanya, jadilah kehendakmu di atas bumi seperti di surga. Ini tugas kita semua untuk memuliakan bumi seperti surga. Tidak ada politik!
Referensi
Christian Studies for Peace. Gereja Orthodox Indonesia: Menjadikan Bumi Seperti Surga. http://christianforpeace.blogspot.com. 5 Desember 2010.
Jumat, 04 November 2011
Delegasi Gereja Orthodox Rusia Menghadiri Pertemuan Internasional di Assisi
Diterjemahkan dan
diedit oleh :
Presbiter Rm.Kirill JSL
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
Pada tanggal 27 Oktober 2011, adalah hari refleksi, dialog dan doa untuk perdamaian dan keadilan di dunia yang diadakan di Assisi, Italia, di bawah motto 'Para Peziarah Kebenaran, 'Para Peziarah Perdamaian'.
Lebih dari 300 perwakilan dari gereja-gereja dan komunitas-komunitas Kristen serta perwakilan-perwakilan dari agama-agama lainnya mengambil bagian dalam pertemuan itu untuk mengungkapkan solidaritas mereka dalam mencari co-eksistensi hidup berdampingan penuh damai diantara peradaban dan masyarakat.
Tidak ada doa bersama. Singkat kata sambutan dari peserta bergantian dengan saat-saat tenang, musik atau refleksi dalam keheningan, di mana para penganut humanisme atheistik juga ikut ambil bagian.
Dialog difokuskan pada tantangan dunia dewasa ini, kebutuhan bagi orang-orang yang berkehendak baik untuk menyatukan upaya mereka dalam menentang dampak merusak dari berbagai bentuk kekerasan, diskriminasi, sekularisme militan, ketidakstabilan ekonomi dan fundamentalisme.
Gereja Orthodox Rusia diwakili oleh Metropolitan Filaret dari Minsk dan Slutsk, Exarch Patriarkal untuk Seluruh Belarusia, Metropolitan Alexander dari Astana dan Seluruh Kazakhstan, Uskup Vladimir dari Dneprodzerzhinsk dan Tsaritsyno, Protopresbiter Dimitry Sizonenko sekretaris DECR untuk hubungan-hubungan antar-umat Kristen, Protopresbiter Nikolay Danilevich, sekretaris pusat peziarahan DECR, Romo Anthony (Sevryuk), sekretaris paroki-paroki Patriarkat Moskow di Italia, Protopresbiter Igor Vyzhanov dari gereja St Katherina di Roma, Protopresbiter Nikolay Korzhich, sekretaris administrasi diosesan Minsk, Victor Shevtsov, sekretaris untuk Exarch Patriarkal untuk Seluruh Belarus, dan Romo Diakon Alexy Dikarev sekretariat DECR untuk hubungan-hubungan antar-umat Kristen.
Catatan:
1. ) Dalam Gereja-Gereja Kristen Timur (Eastern Orthodox, Oriental Orthodox dan Katolik Timur), istilah exarch memiliki dua penggunaan yang berbeda:
a. Wakil Patriarkh, atau seorang uskup yang memegang otoritas atas uskup-uskup lainnya tanpa menjadi seorang Patriarkh (dengan demikian, posisi antara patriarkh dan metropolitan)
b. Seorang uskup yang ditunjuk lebih dari sekelompok umat beriman yang belum cukup besar atau cukup terorganisir untuk membentuk suatu daerah eparkhi/dioses/keuskupan (dengan demikian setara dengan vikaris Apostolik).
2. ) DECR: Department for External Churh Relations, yaitu Departemen untuk Hubungan-hubungan Luar Negeri Gereja
Referensi:
1. Russian Orthodox Church. Official Website of The Department For External Chuch Relations. Russian Orthodox delegation attends international meeting in Assisi. DECR Communication Service. Friday, November 4, 2011.
2. From Wikipedia, the free encyclopedia. Exarch.
diedit oleh :
Presbiter Rm.Kirill JSL
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
Pada tanggal 27 Oktober 2011, adalah hari refleksi, dialog dan doa untuk perdamaian dan keadilan di dunia yang diadakan di Assisi, Italia, di bawah motto 'Para Peziarah Kebenaran, 'Para Peziarah Perdamaian'.
Lebih dari 300 perwakilan dari gereja-gereja dan komunitas-komunitas Kristen serta perwakilan-perwakilan dari agama-agama lainnya mengambil bagian dalam pertemuan itu untuk mengungkapkan solidaritas mereka dalam mencari co-eksistensi hidup berdampingan penuh damai diantara peradaban dan masyarakat.
Tidak ada doa bersama. Singkat kata sambutan dari peserta bergantian dengan saat-saat tenang, musik atau refleksi dalam keheningan, di mana para penganut humanisme atheistik juga ikut ambil bagian.
Dialog difokuskan pada tantangan dunia dewasa ini, kebutuhan bagi orang-orang yang berkehendak baik untuk menyatukan upaya mereka dalam menentang dampak merusak dari berbagai bentuk kekerasan, diskriminasi, sekularisme militan, ketidakstabilan ekonomi dan fundamentalisme.
Gereja Orthodox Rusia diwakili oleh Metropolitan Filaret dari Minsk dan Slutsk, Exarch Patriarkal untuk Seluruh Belarusia, Metropolitan Alexander dari Astana dan Seluruh Kazakhstan, Uskup Vladimir dari Dneprodzerzhinsk dan Tsaritsyno, Protopresbiter Dimitry Sizonenko sekretaris DECR untuk hubungan-hubungan antar-umat Kristen, Protopresbiter Nikolay Danilevich, sekretaris pusat peziarahan DECR, Romo Anthony (Sevryuk), sekretaris paroki-paroki Patriarkat Moskow di Italia, Protopresbiter Igor Vyzhanov dari gereja St Katherina di Roma, Protopresbiter Nikolay Korzhich, sekretaris administrasi diosesan Minsk, Victor Shevtsov, sekretaris untuk Exarch Patriarkal untuk Seluruh Belarus, dan Romo Diakon Alexy Dikarev sekretariat DECR untuk hubungan-hubungan antar-umat Kristen.
Catatan:
1. ) Dalam Gereja-Gereja Kristen Timur (Eastern Orthodox, Oriental Orthodox dan Katolik Timur), istilah exarch memiliki dua penggunaan yang berbeda:
a. Wakil Patriarkh, atau seorang uskup yang memegang otoritas atas uskup-uskup lainnya tanpa menjadi seorang Patriarkh (dengan demikian, posisi antara patriarkh dan metropolitan)
b. Seorang uskup yang ditunjuk lebih dari sekelompok umat beriman yang belum cukup besar atau cukup terorganisir untuk membentuk suatu daerah eparkhi/dioses/keuskupan (dengan demikian setara dengan vikaris Apostolik).
2. ) DECR: Department for External Churh Relations, yaitu Departemen untuk Hubungan-hubungan Luar Negeri Gereja
Referensi:
1. Russian Orthodox Church. Official Website of The Department For External Chuch Relations. Russian Orthodox delegation attends international meeting in Assisi. DECR Communication Service. Friday, November 4, 2011.
2. From Wikipedia, the free encyclopedia. Exarch.
Ruang Kadaver: Meditasi Tentang Kematian “Proses Kematian dan Hancurnya Tubuh Kita!”
Inilah Proses Kematian dan Hancurnya Tubuh Kita!
Sesaat sebelum mati, Anda akan merasakan jantung berhenti berdetak, nafas tertahan dan badan bergetar. Anda merasa dingin ditelinga. Darah berubah menjadi asam dan tenggorokan berkontraksi.
0 Menit:
Kematian secara medis terjadi ketika otak kehabisan supply oksigen.
1 Menit:
Darah berubah warna dan otot kehilangan kontraksi, isi kantung kemih keluar tanpa izin.
3 Menit:
Sel-sel otak mati secara masal. Saat ini otak benar-benar berhenti berpikir.
4 – 5 Menit:
Pupil mata membesar dan berselaput. Bola mata mengkerut karena kehilangan tekanan darah.
7 – 9 Menit:
Penghubung ke otak mulai mati.
1 – 4 Jam:
Rigor Mortis (fase dimana keseluruhan otot di tubuh menjadi kaku) membuat otot kaku dan rambut berdiri, kesannya rambut tetap tumbuh setelah mati.
4 – 6 Jam:
Rigor Mortis Terus beraksi. Darah yang berkumpul lalu mati dan warna kulit menghitam.
6 Jam:
Otot masih berkontraksi. Proses penghancuran, seperti efek alkohol masih berjalan.
8 Jam:
Suhu tubuh langsung menurun drastis.
24 – 72 Jam:
Isi perut membusuk oleh mikroba dan pankreas mulai mencerna dirinya sendiri.
36 – 48 Jam:
Rigor Mortis berhenti, tubuh anda selentur penari balerina.
3 – 5 Hari:
Pembusukan mengakibatkan luka skala besar, darah menetes keluar dari mulut dan hidung.
8 – 10 Hari:
Warna tubuh berubah dari hijau ke merah sejalan dengan membusuknya darah.
Beberapa Minggu:
Rambut, kuku dan gigi dengan mudahnya terlepas.
Satu Bulan:
Kulit Anda mulai mencair.
Satu Tahun:
Tidak ada lagi yang tersisa dari tubuh Anda. Anda yang sewaktu hidupnya cantik, gagah, ganteng, kaya dan berkuasa, sekarang hanyalah tumpukan tulang-belulang yang menyedihkan. Jadi, tidak ada yang bisa disombongkan?
BAGUS UNTUK DIRENUNGKAN.....Kita tak membawa apapun juga saat kta meninggalkan dunia yang fana ini...
Jadilah manusia sebiasanya dan jangan merpersulit hidup orang lain, saling menghargailah..Kasihilah orang disekitarmu dan jangan merpersulit hidup orang, apalagi berbuat jahat...carilah Tuhan & melekatlah pada Dia yang menyelamatkanmu.
Refernsi:
http://www.kaskus.us/ Inilah Proses Kematian dan Hancurnya Tubuh Kita!
Sesaat sebelum mati, Anda akan merasakan jantung berhenti berdetak, nafas tertahan dan badan bergetar. Anda merasa dingin ditelinga. Darah berubah menjadi asam dan tenggorokan berkontraksi.
0 Menit:
Kematian secara medis terjadi ketika otak kehabisan supply oksigen.
1 Menit:
Darah berubah warna dan otot kehilangan kontraksi, isi kantung kemih keluar tanpa izin.
3 Menit:
Sel-sel otak mati secara masal. Saat ini otak benar-benar berhenti berpikir.
4 – 5 Menit:
Pupil mata membesar dan berselaput. Bola mata mengkerut karena kehilangan tekanan darah.
7 – 9 Menit:
Penghubung ke otak mulai mati.
1 – 4 Jam:
Rigor Mortis (fase dimana keseluruhan otot di tubuh menjadi kaku) membuat otot kaku dan rambut berdiri, kesannya rambut tetap tumbuh setelah mati.
4 – 6 Jam:
Rigor Mortis Terus beraksi. Darah yang berkumpul lalu mati dan warna kulit menghitam.
6 Jam:
Otot masih berkontraksi. Proses penghancuran, seperti efek alkohol masih berjalan.
8 Jam:
Suhu tubuh langsung menurun drastis.
24 – 72 Jam:
Isi perut membusuk oleh mikroba dan pankreas mulai mencerna dirinya sendiri.
36 – 48 Jam:
Rigor Mortis berhenti, tubuh anda selentur penari balerina.
3 – 5 Hari:
Pembusukan mengakibatkan luka skala besar, darah menetes keluar dari mulut dan hidung.
8 – 10 Hari:
Warna tubuh berubah dari hijau ke merah sejalan dengan membusuknya darah.
Beberapa Minggu:
Rambut, kuku dan gigi dengan mudahnya terlepas.
Satu Bulan:
Kulit Anda mulai mencair.
Satu Tahun:
Tidak ada lagi yang tersisa dari tubuh Anda. Anda yang sewaktu hidupnya cantik, gagah, ganteng, kaya dan berkuasa, sekarang hanyalah tumpukan tulang-belulang yang menyedihkan. Jadi, tidak ada yang bisa disombongkan?
BAGUS UNTUK DIRENUNGKAN.....Kita tak membawa apapun juga saat kta meninggalkan dunia yang fana ini...
Jadilah manusia sebiasanya dan jangan merpersulit hidup orang lain, saling menghargailah..Kasihilah orang disekitarmu dan jangan merpersulit hidup orang, apalagi berbuat jahat...carilah Tuhan & melekatlah pada Dia yang menyelamatkanmu.
Refernsi:
http://www.kaskus.us/ Inilah Proses Kematian dan Hancurnya Tubuh Kita!
Senin, 31 Oktober 2011
SINAKSARION (Kisah Orang Kudus): St. Athanasios Sang Igumen dari Meteora (1310 – 1383)
Oleh :
Presbyter Rm. Kirill J.S.L.
(Omeц Кирилл Д. С. Л.)
Paroikia St. Iona dari Manchuria
SURABAYA
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
Apabila para rahub ditanya, apa sebab mereka mendaki gunung-gunung yang terjal di Yunani? Jawabnya tidak bisa tidak adalah karena di atas gunung yang terjal itu mereka merasa lebih sekat dengan Allah. Bukit-bukit terjal di Yunani mengandaikan tidak hanya Kenaikan ke Sorga, tetapi merupakan tempat perteduhan rohani, dimana para rahib berusaha memotong-motong batu karang yang terjal dan menghasilkan monasteri-monasteri tempat perteduhan rohani yang mengagumkan di dunia.
Tempat yang paling terkenal itu diantaranya biara Gunung Athos, tetapi biara ini tidak bisa dibandingkan dengan kehebatan dan kemegahan biara Meteora – satu tempat perteduhan rohani – yang dirancang oleh seorang rahib yang bersemangat tinggi. Nama rahib itu adalah St. Athanasios dari Meteora.
Kemasyhuran Gunung Athos karena bangunan-bangunannya yang besar dan asal-usulnya yang sudah ribuan tahun yang lampau dan bukan karena tempat yang memiliki nilai-nilai bersejarah. Biara Meteora terkenal karena merupakan satu tempat bersejarah dan susunan bangunannya lebih dari yang lain. Perpustakaannya berisi karya-karya tulis Gereja yang lebih besar dari benteng-benteng Kekristenan yang lain, dengan perkecualian dari vatikan dan perpustakaan dari biara St. Katerina di Sinai.
Monasteri Agia Triada (Tritunggal Kudus) di Meteora, Yunani
Monasteri Agios Stefanos (St. Stefanus), salah satu biara di Meteora
Beberapa dari bagian-bagian yang paling megah dari biara Meteora tidak dapat dicapai dengan mendaki, tetapi hanya bisa dicapai lewat kerekan di dalam satu keranjang.
Biara Meteora ada karena seorang biarawan yang namanya Athanasios yang dilahirkan di Neopatras (Lamia), Yunani, pda tahun 1310. Ibunya meninggal waktu melahirkan dia dan tidak lama sesudahnya ayahnyapun meninggal. Sebagai akibatnya dari hal ini, ia dipelihara dari masa bayinya oleh seorang pamannya yang mengatur pendidikannya dan memberanikan tekadnya dalam rencananya untuk hidup mengabdi bagi Gereja.
Terpaksa melarikan diri karena penyerbuan orang-orang Barbar, ia pergi ke Tessalonika dimana ia belajar filsafat dan teologi sampai tingkatan sarjana yang melayakkan dia untuk suatu tugas di Kantor Sekretaris Kerajaan, suatu tugas yang cepat membosankan karena tidak cocok dengan bidang studinya.
Ia tinggalkan Tessalonika ke pulau Kreta dengan singgah sebentar di Gunung Athos, Gunung Kudus. Ia tinggal cukup lama dan melihat bahwa karya kehidupannya ada di Kebiaraan. Sesudah beberapa tahun di Kreta, ia kembali ke Gunung Athos, dimana ia menerima kehidupan biara yang sudah ia cita-citakan dengan sabar.
Akhirnya ia menjadi seorang rahib dengan nama Athanasios. Kedamai-sentosaan hidup monastery dikacaukan oleh kaum Barbar pengembara yang mengepung biara dan menyusahkan para rahib itu. Kepungan ini silih berganti oleh kelompok-kelompok Barbar yang lain.
St. Athanasios, Sang Igumen dari Meteora (1310 – 1383)
Kepungan-kepungan ini membuat Athanasios berpikir sendiri bahwa perlu ada satu tempat di sana, dimana para rahib bisa terjamin keberadaannya yang penuh damai, dan ia tinggalkan Gunung Athos dengan rahib-rahib dan mencari satu tempat yang tenang. Mereka tiba di Thessaly dan tidak lama kemudian menemukan tempat yang sekarang dikenal sebagai Meteora. Suatu tempat yang terdiri dari karang yang terjal, yang dindingnya tinggi sekali, membentuk satu benteng alamiah, ditambahkan pula bahwa Meteora juga menjadi masalah untuk ahli-ahli teknik dan nampaknya suatu kebodohan untuk mencoba memotong-motong bukit karang yang terjal itu untuk dijadikan tempat tinggal. Tetapi Athanasios yang bersemangat, tekun melkukan dan berhasil mendapat bantuan dari seorang seniman yang mempunyai ketrampilan teknik yang giat merancang dan mengerjakan proyek ini yang hanya karena mukjizat iman berhasil dibangun.
Dalam tahun-tahun awal, penghuni monasteri ini sangat sedikit karena sulit untuk mencapainya dan karena orang takut kesana. Tetapi karena kepungan yang terus-menerus ke biara-biara lain, maka jumlah penghuni di Meteora mulai membengkak. Tidak lama kemudian biara itu berpenghuni ratusan rahib, yang sekarang dengan tertawa mereka melihat para pengepung yang ada di bawah. Dibawah pimpinan Athanasios para rahib menjalankan tugas-tugas monastik dan menghasilkan satu benteng Kekristenan yang hebat.
Ikon dari Agioi Athnasios kai Ioasaf oi Meteoritai
Athanasios tidak pernah meninggalkan Meteora. Dia memiliki "karunia membedakan roh" dan pelaku mukjizat yang agung. Ia meninggal dengan damai pada tanggal 20 April 1383. Pesta peringatan St. Athanasios Sang Igumen (Abbas) dari Meteora dirayakan bersama St. Ioasaf Sang Igumen dari Meteora setiap tanggal 20 April/3 Mei.
“St. Athanasios dari Meteora doakanlah kami yang berjalan dengan iman bersamamu. Amin!”
Referensi
1. ____________, Sinaksarion (Kisah Orang Kudus). Dikumpulkan oleh Rm. Kirill dari bulletin Gereja Orthodox Indonesia dan sumber-sumber lain. Malang. 2000.
2. ____________, Saint Herman Calender 2006. Saints of the German – Speaking Lands. Printed with the blessing of His Grace Longin, Serbian Orthodox Bishop of the U.S.A. and Canada, New Gracanica Metropolitanate, and Bishop Adminstrator of Serbian Orthodox Diocese of Western America. Thirty-fourth year of publication. Copyright 2006 by the St. Herman of Alaska Brotherhood. 2006.
3. St. Nicholas Russian Orthodox Church, Mckinney (Dallas area), Texas. http://www.orthodox.net/ From the Prologue. The Venerable Athanasius of Meteora.
Presbyter Rm. Kirill J.S.L.
(Omeц Кирилл Д. С. Л.)
Paroikia St. Iona dari Manchuria
SURABAYA
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
Apabila para rahub ditanya, apa sebab mereka mendaki gunung-gunung yang terjal di Yunani? Jawabnya tidak bisa tidak adalah karena di atas gunung yang terjal itu mereka merasa lebih sekat dengan Allah. Bukit-bukit terjal di Yunani mengandaikan tidak hanya Kenaikan ke Sorga, tetapi merupakan tempat perteduhan rohani, dimana para rahib berusaha memotong-motong batu karang yang terjal dan menghasilkan monasteri-monasteri tempat perteduhan rohani yang mengagumkan di dunia.
Tempat yang paling terkenal itu diantaranya biara Gunung Athos, tetapi biara ini tidak bisa dibandingkan dengan kehebatan dan kemegahan biara Meteora – satu tempat perteduhan rohani – yang dirancang oleh seorang rahib yang bersemangat tinggi. Nama rahib itu adalah St. Athanasios dari Meteora.
Kemasyhuran Gunung Athos karena bangunan-bangunannya yang besar dan asal-usulnya yang sudah ribuan tahun yang lampau dan bukan karena tempat yang memiliki nilai-nilai bersejarah. Biara Meteora terkenal karena merupakan satu tempat bersejarah dan susunan bangunannya lebih dari yang lain. Perpustakaannya berisi karya-karya tulis Gereja yang lebih besar dari benteng-benteng Kekristenan yang lain, dengan perkecualian dari vatikan dan perpustakaan dari biara St. Katerina di Sinai.
Monasteri Agia Triada (Tritunggal Kudus) di Meteora, Yunani
Monasteri Agios Stefanos (St. Stefanus), salah satu biara di Meteora
Beberapa dari bagian-bagian yang paling megah dari biara Meteora tidak dapat dicapai dengan mendaki, tetapi hanya bisa dicapai lewat kerekan di dalam satu keranjang.
Biara Meteora ada karena seorang biarawan yang namanya Athanasios yang dilahirkan di Neopatras (Lamia), Yunani, pda tahun 1310. Ibunya meninggal waktu melahirkan dia dan tidak lama sesudahnya ayahnyapun meninggal. Sebagai akibatnya dari hal ini, ia dipelihara dari masa bayinya oleh seorang pamannya yang mengatur pendidikannya dan memberanikan tekadnya dalam rencananya untuk hidup mengabdi bagi Gereja.
Terpaksa melarikan diri karena penyerbuan orang-orang Barbar, ia pergi ke Tessalonika dimana ia belajar filsafat dan teologi sampai tingkatan sarjana yang melayakkan dia untuk suatu tugas di Kantor Sekretaris Kerajaan, suatu tugas yang cepat membosankan karena tidak cocok dengan bidang studinya.
Ia tinggalkan Tessalonika ke pulau Kreta dengan singgah sebentar di Gunung Athos, Gunung Kudus. Ia tinggal cukup lama dan melihat bahwa karya kehidupannya ada di Kebiaraan. Sesudah beberapa tahun di Kreta, ia kembali ke Gunung Athos, dimana ia menerima kehidupan biara yang sudah ia cita-citakan dengan sabar.
Akhirnya ia menjadi seorang rahib dengan nama Athanasios. Kedamai-sentosaan hidup monastery dikacaukan oleh kaum Barbar pengembara yang mengepung biara dan menyusahkan para rahib itu. Kepungan ini silih berganti oleh kelompok-kelompok Barbar yang lain.
St. Athanasios, Sang Igumen dari Meteora (1310 – 1383)
Kepungan-kepungan ini membuat Athanasios berpikir sendiri bahwa perlu ada satu tempat di sana, dimana para rahib bisa terjamin keberadaannya yang penuh damai, dan ia tinggalkan Gunung Athos dengan rahib-rahib dan mencari satu tempat yang tenang. Mereka tiba di Thessaly dan tidak lama kemudian menemukan tempat yang sekarang dikenal sebagai Meteora. Suatu tempat yang terdiri dari karang yang terjal, yang dindingnya tinggi sekali, membentuk satu benteng alamiah, ditambahkan pula bahwa Meteora juga menjadi masalah untuk ahli-ahli teknik dan nampaknya suatu kebodohan untuk mencoba memotong-motong bukit karang yang terjal itu untuk dijadikan tempat tinggal. Tetapi Athanasios yang bersemangat, tekun melkukan dan berhasil mendapat bantuan dari seorang seniman yang mempunyai ketrampilan teknik yang giat merancang dan mengerjakan proyek ini yang hanya karena mukjizat iman berhasil dibangun.
Dalam tahun-tahun awal, penghuni monasteri ini sangat sedikit karena sulit untuk mencapainya dan karena orang takut kesana. Tetapi karena kepungan yang terus-menerus ke biara-biara lain, maka jumlah penghuni di Meteora mulai membengkak. Tidak lama kemudian biara itu berpenghuni ratusan rahib, yang sekarang dengan tertawa mereka melihat para pengepung yang ada di bawah. Dibawah pimpinan Athanasios para rahib menjalankan tugas-tugas monastik dan menghasilkan satu benteng Kekristenan yang hebat.
Ikon dari Agioi Athnasios kai Ioasaf oi Meteoritai
Athanasios tidak pernah meninggalkan Meteora. Dia memiliki "karunia membedakan roh" dan pelaku mukjizat yang agung. Ia meninggal dengan damai pada tanggal 20 April 1383. Pesta peringatan St. Athanasios Sang Igumen (Abbas) dari Meteora dirayakan bersama St. Ioasaf Sang Igumen dari Meteora setiap tanggal 20 April/3 Mei.
“St. Athanasios dari Meteora doakanlah kami yang berjalan dengan iman bersamamu. Amin!”
Referensi
1. ____________, Sinaksarion (Kisah Orang Kudus). Dikumpulkan oleh Rm. Kirill dari bulletin Gereja Orthodox Indonesia dan sumber-sumber lain. Malang. 2000.
2. ____________, Saint Herman Calender 2006. Saints of the German – Speaking Lands. Printed with the blessing of His Grace Longin, Serbian Orthodox Bishop of the U.S.A. and Canada, New Gracanica Metropolitanate, and Bishop Adminstrator of Serbian Orthodox Diocese of Western America. Thirty-fourth year of publication. Copyright 2006 by the St. Herman of Alaska Brotherhood. 2006.
3. St. Nicholas Russian Orthodox Church, Mckinney (Dallas area), Texas. http://www.orthodox.net/ From the Prologue. The Venerable Athanasius of Meteora.
Jumat, 28 Oktober 2011
Doa hening Assisi sangat sesuai Gereja Asia
Tanggal publikasi: 27 Oktober 2011
Doa hening pribadi yang akan menandai pertemuan antaragama tahun ini di Assisi, yang diselenggarakan oleh Paus Benediktus XVI, sangat sesuai dengan religiositas Asia, demikian seorang pejabat tinggi Vatikan dalam bidang dialog antaragama kepada ucanews.com pekan ini.
Monsignor Andrew Thanya-anan Vissanu, wakil sekretaris dari Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama kelahiran Thailand mengatakan, “Kami orang Asia, kami berdoa dalam keheningan. Diam merupakan doa itu sendiri,” dan mungkin “lebih dahsyat.”
Ia menambahkan, inisiatif untuk doa pribadi itu berbeda dengan doa-doa bersama oleh komunitas agama yang berbeda, seperti dalam pertemuan pertama, yang diadakan oleh Paus Yohanes Paulus II tahun 1986. Kegiatan doa pribadi itu telah diterima dengan baik oleh para pemimpin agama di Asia.
Monsignor Vissanu adalah penanggung jawab atas dialog dengan agama Buddha di Dewan Kepausan.
“Bapa Suci ingin mengajak orang melakukan ziarah dalam mencari kebenaran, dan refleksi dalam hati kita tentang kebenaran. Hal ini juga penting untuk menghindari kesan bahwa dialog berarti sinkretisme atau relativisme,” katanya.
Ia mengatakan bahwa untuk pertama kalinya “Ikrar Perdamaian” yang menandai acara puncak pertemuan antaragama itu akan disampaikan dalam bahasa Mandarin oleh wakil Tao dari Hong Kong.
Ia juga menambahkan bahwa juga untuk pertama kalinya akan hadir sebuah delegasi dari Cina daratan di Assisi: sekelompok biksu dari Biara Shaolin di Henan, yang dipimpin oleh Yang Mulia Abbot Shi Yongxin.
Monsignor Vissanu mengatakan seleksi delegasi yang diundang ke Assisi dilakukan dalam konsultasi dengan Gereja-gereja lokal dan konferensi waligereja.
“Kami menggarisbawahi sepanjang waktu bahwa dialog tersebut tidak terjadi di sini di Roma, di via della Conciliazione Nomor 5 [alamat dari Dewan Kepausan]. Dialog yang nyata harus di Gereja lokal “dan melibatkan” cara hidup, orang-orang tersebut. Ini adalah dialog kehidupan.”
Kontingen Asia pada pertemuan Assisi akan mencakup 68 perwakilan Buddha dari 11 negara Buddha, tiga Konghucu, tiga Tao, 17 Shinto dan 13 perwakilan dari empat agama baru di Jepang.
Selain itu, sebanyak 18 wakil dari India yang mewakili Hindu, Jain, Zoroastria, Sikh, Bahai dan berbagai agama tradisional akan hadir, termasuk cucu Mahatma Gandhi dan Rajmohan aktivis anti-korupsi Swami Agnivesh, seorang kolega dekat Anna Hazare.
Daftar peserta Muslim sedang dalam proses penentuan akhir.
Monsignor Vissanu mengatakan dialog antaragama di Asia terletak pada tiga pilar: identitas, karena mereka yang memasuki dialog harus mengetahui identitas mereka sendiri; keragaman, karena “kita hidup bersama di dunia ini”; dan keanekaragman, yang berarti keindahan “misteri Allah dan kasih Allah melalui ciptaan-Nya.”
Sumber: Assisi silent prayer suits Asian Church
Catatan:
Disamping Doa dan Sholat, dalam Gereja Orthodox Timur juga mengenal semacam “samadhi” atau “berdzikir dengan tasbih Orthodox” yang disebut sebagai “Doa Puja Yesus” (“Doa Yesus”) dengan menggunakan semacam “tasbih” yang dirajut dari benang, disebut dalam bahasa Yunani sebagai “komboskini” (“Komboschoinia”; ” komvoschini”) atau “Chotki” (“Чётки“) dalam bahasa Rusia, yang dipintal dan berbiji 100, ada juga yang lebih pendek, terdiri dari 33 manik-manik. Mungkin untuk mengingat umur Yesus di muka bumi yaitu 33 tahun.
Rumusan doa ini berdasarkan seruan si buta di Yerikho (Luk. 18:38; Mat. 20:30) dan doa si pemungut cukai (Luk. 18:13), yaitu: “Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah kasihanilah aku orang berdosa ini”, yang dalam bahasa Yunani berbunyi: “:“Kyrie Iesou Khriste Hyos Ton Theon, eleyson me ton amartolon” (“Κύριε Ἰησοῦ Χριστέ, Υἱέ τοῦ Θεοῦ, ἐλέησόν με τὸν ἁμαρτωλόν“). Rumusan ini juga bisa diperpendek berupa: “Kyrie Iesou Khriste, eleyson me” atau “Kyrie eleyson”. Bahkan rumusan ini bisa diperpendek dengan hanya menyebut “Nama Yesus” saja. Doa ini seharusnya diulang dengan hening, dengan tidak tergesa-gesa, sementara menarik dan mengeluarkan nafas mengikuti rumusan doa ini.
Dan praktek yang dilakukan oleh kaum “sufi” Kristen Orthodox yang disebut kaum “hesykhastis”, “Hesychast” (Yunani: Ἡσυχαστής ; hesychastes) atau kaum “Quietists” yang disebut juga para rahib Cipto Hening (para Penghening), yaitu para praktisi “hesykhasme” (Yunani: ἡσυχασμός hesychasmos, dari: ἡσυχία hesychia, "stillness, rest, quiet, silence" = “keheningan”, “kesunyian”, “istirahat”, “ketenangan”, “diam”) atau “Sufisme Kristen Orthodox”, yaitu suatu aliran spiritualitas dan Kekristenan esoteris di Gereja Timur (Gereja Orthodox) yang didasarkan atas hesykhia (ἡσυχία; keheningan, teduh-diam, senyap) sebagai sarana untuk menjadi terpusat pada persatuan dengan Allah dalam doa tak kunjung putus.
Kaum “hesykhastis” (Quietists) atau para rahib Cipto Hening (para Penghening), misalnya St. Diadokhus dari Fotiki (400-kira-kira 486), St. Yohanes Kassianus (kira-kira 360-435), St. Yohanes Klimakos dari Gunung Sinai (sekitar 579-649), St. Hesychios Sang Imam (kira-kira abad 8th), St. Ioannikios Agung (754–846), St. Simeon Sang Theolog Baru (949–1022), St. Gregorius Palamas, Episkop Agung Tesalonika (1296–1359), St. Serafim dari Sarov (1759-1853), St. Theophanes sang Penyendiri (meninggal 1867), St. Nikolai Velimirovich (1880-1956), dll. Hesykhasme mendapat bentuknya yang definitif dan kemudian tersebar ke semua daerah Orthodox. Doa Yesus ditemukan pada pusat dari segala spiritualitas hesykhasme ini.
Doa Yesus disebut juga Doa Batin/Doa Hati/Doa Qolbu (“Noera Prosevkhee”; doa “Budi Rohani”) yang secara khusus menunjuk kepada “Doa Puja Yesus” dari Gereja Timur (Gereja Orthodox). Pengaruh Hesykhasme antara lain disebarluaskan oleh sebuah buku yang dikenal dengan nama “Philokalia”. Seruan dan pendarasan Nama Kudus Yesus dalam Doa Yesus dari Gereja Orthodox Timur ini sekarang digunakan juga oleh Gereja Roma Katolik, Anglikan dan beberapa gereja Protestan.
Doa hening pribadi yang akan menandai pertemuan antaragama tahun ini di Assisi, yang diselenggarakan oleh Paus Benediktus XVI, sangat sesuai dengan religiositas Asia, demikian seorang pejabat tinggi Vatikan dalam bidang dialog antaragama kepada ucanews.com pekan ini.
Monsignor Andrew Thanya-anan Vissanu, wakil sekretaris dari Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama kelahiran Thailand mengatakan, “Kami orang Asia, kami berdoa dalam keheningan. Diam merupakan doa itu sendiri,” dan mungkin “lebih dahsyat.”
Ia menambahkan, inisiatif untuk doa pribadi itu berbeda dengan doa-doa bersama oleh komunitas agama yang berbeda, seperti dalam pertemuan pertama, yang diadakan oleh Paus Yohanes Paulus II tahun 1986. Kegiatan doa pribadi itu telah diterima dengan baik oleh para pemimpin agama di Asia.
Monsignor Vissanu adalah penanggung jawab atas dialog dengan agama Buddha di Dewan Kepausan.
“Bapa Suci ingin mengajak orang melakukan ziarah dalam mencari kebenaran, dan refleksi dalam hati kita tentang kebenaran. Hal ini juga penting untuk menghindari kesan bahwa dialog berarti sinkretisme atau relativisme,” katanya.
Ia mengatakan bahwa untuk pertama kalinya “Ikrar Perdamaian” yang menandai acara puncak pertemuan antaragama itu akan disampaikan dalam bahasa Mandarin oleh wakil Tao dari Hong Kong.
Ia juga menambahkan bahwa juga untuk pertama kalinya akan hadir sebuah delegasi dari Cina daratan di Assisi: sekelompok biksu dari Biara Shaolin di Henan, yang dipimpin oleh Yang Mulia Abbot Shi Yongxin.
Monsignor Vissanu mengatakan seleksi delegasi yang diundang ke Assisi dilakukan dalam konsultasi dengan Gereja-gereja lokal dan konferensi waligereja.
“Kami menggarisbawahi sepanjang waktu bahwa dialog tersebut tidak terjadi di sini di Roma, di via della Conciliazione Nomor 5 [alamat dari Dewan Kepausan]. Dialog yang nyata harus di Gereja lokal “dan melibatkan” cara hidup, orang-orang tersebut. Ini adalah dialog kehidupan.”
Kontingen Asia pada pertemuan Assisi akan mencakup 68 perwakilan Buddha dari 11 negara Buddha, tiga Konghucu, tiga Tao, 17 Shinto dan 13 perwakilan dari empat agama baru di Jepang.
Selain itu, sebanyak 18 wakil dari India yang mewakili Hindu, Jain, Zoroastria, Sikh, Bahai dan berbagai agama tradisional akan hadir, termasuk cucu Mahatma Gandhi dan Rajmohan aktivis anti-korupsi Swami Agnivesh, seorang kolega dekat Anna Hazare.
Daftar peserta Muslim sedang dalam proses penentuan akhir.
Monsignor Vissanu mengatakan dialog antaragama di Asia terletak pada tiga pilar: identitas, karena mereka yang memasuki dialog harus mengetahui identitas mereka sendiri; keragaman, karena “kita hidup bersama di dunia ini”; dan keanekaragman, yang berarti keindahan “misteri Allah dan kasih Allah melalui ciptaan-Nya.”
Sumber: Assisi silent prayer suits Asian Church
Catatan:
Disamping Doa dan Sholat, dalam Gereja Orthodox Timur juga mengenal semacam “samadhi” atau “berdzikir dengan tasbih Orthodox” yang disebut sebagai “Doa Puja Yesus” (“Doa Yesus”) dengan menggunakan semacam “tasbih” yang dirajut dari benang, disebut dalam bahasa Yunani sebagai “komboskini” (“Komboschoinia”; ” komvoschini”) atau “Chotki” (“Чётки“) dalam bahasa Rusia, yang dipintal dan berbiji 100, ada juga yang lebih pendek, terdiri dari 33 manik-manik. Mungkin untuk mengingat umur Yesus di muka bumi yaitu 33 tahun.
Rumusan doa ini berdasarkan seruan si buta di Yerikho (Luk. 18:38; Mat. 20:30) dan doa si pemungut cukai (Luk. 18:13), yaitu: “Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah kasihanilah aku orang berdosa ini”, yang dalam bahasa Yunani berbunyi: “:“Kyrie Iesou Khriste Hyos Ton Theon, eleyson me ton amartolon” (“Κύριε Ἰησοῦ Χριστέ, Υἱέ τοῦ Θεοῦ, ἐλέησόν με τὸν ἁμαρτωλόν“). Rumusan ini juga bisa diperpendek berupa: “Kyrie Iesou Khriste, eleyson me” atau “Kyrie eleyson”. Bahkan rumusan ini bisa diperpendek dengan hanya menyebut “Nama Yesus” saja. Doa ini seharusnya diulang dengan hening, dengan tidak tergesa-gesa, sementara menarik dan mengeluarkan nafas mengikuti rumusan doa ini.
Dan praktek yang dilakukan oleh kaum “sufi” Kristen Orthodox yang disebut kaum “hesykhastis”, “Hesychast” (Yunani: Ἡσυχαστής ; hesychastes) atau kaum “Quietists” yang disebut juga para rahib Cipto Hening (para Penghening), yaitu para praktisi “hesykhasme” (Yunani: ἡσυχασμός hesychasmos, dari: ἡσυχία hesychia, "stillness, rest, quiet, silence" = “keheningan”, “kesunyian”, “istirahat”, “ketenangan”, “diam”) atau “Sufisme Kristen Orthodox”, yaitu suatu aliran spiritualitas dan Kekristenan esoteris di Gereja Timur (Gereja Orthodox) yang didasarkan atas hesykhia (ἡσυχία; keheningan, teduh-diam, senyap) sebagai sarana untuk menjadi terpusat pada persatuan dengan Allah dalam doa tak kunjung putus.
Kaum “hesykhastis” (Quietists) atau para rahib Cipto Hening (para Penghening), misalnya St. Diadokhus dari Fotiki (400-kira-kira 486), St. Yohanes Kassianus (kira-kira 360-435), St. Yohanes Klimakos dari Gunung Sinai (sekitar 579-649), St. Hesychios Sang Imam (kira-kira abad 8th), St. Ioannikios Agung (754–846), St. Simeon Sang Theolog Baru (949–1022), St. Gregorius Palamas, Episkop Agung Tesalonika (1296–1359), St. Serafim dari Sarov (1759-1853), St. Theophanes sang Penyendiri (meninggal 1867), St. Nikolai Velimirovich (1880-1956), dll. Hesykhasme mendapat bentuknya yang definitif dan kemudian tersebar ke semua daerah Orthodox. Doa Yesus ditemukan pada pusat dari segala spiritualitas hesykhasme ini.
Doa Yesus disebut juga Doa Batin/Doa Hati/Doa Qolbu (“Noera Prosevkhee”; doa “Budi Rohani”) yang secara khusus menunjuk kepada “Doa Puja Yesus” dari Gereja Timur (Gereja Orthodox). Pengaruh Hesykhasme antara lain disebarluaskan oleh sebuah buku yang dikenal dengan nama “Philokalia”. Seruan dan pendarasan Nama Kudus Yesus dalam Doa Yesus dari Gereja Orthodox Timur ini sekarang digunakan juga oleh Gereja Roma Katolik, Anglikan dan beberapa gereja Protestan.
Rabu, 05 Oktober 2011
MENGENAL SUFI AGUNG ISLAM: JALALUDDIN RUMI SANG DARWIS
oleh :
Presbyter Rm. Kirill J.S.L.
(Omeц Кирилл Д. С. Л.)
Paroikia St. Iona dari Manchuria
SURABAYA
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
1. JALALUDDIN RUMI SANG DARWIS
Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau Jalāl ad-Dīn Muḥammad Balkhī (Persia: جلالالدین محمد بلخى), juga dikenal sebagai Jalāl ad-Dīn Muḥammad Rūmī (Persia: جلالالدین محمد رومی) dan secara populer dikenal sebagai Mevlānā di Turki dan Mawlānā (Persia: مولانا) di Iran dan Afghanistan tetapi dikenal di dunia berbahasa Inggris hanya sebagai Rumi (6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 – 5 Jumadil Akhir tahun 672 Hijriah, atau 17 Desember 1273) adalah seorang pujangga dan penyair Muslim Persia, ahli hukum, teolog, dan Mistikus Sufi abad 13. Rūmī adalah nama deskriptif yang berarti "Romawi" karena ia tinggal untuk sebagian besar hidupnya di wilayah yang dinamakan "Rumi" (kemudian dibawah kendali dinasti Seljuq/Seljuk atau Turki Seljuk (dalam Bahasa Turki:Selçuklular; dalam bahasa Persia: سلجوقيان Ṣaljūqīyān; dalam Bahasa Arab سلجوق, Saljūq, atau السلاجقة al-Salājiqa) karena pernah dikuasai oleh Kekaisaran Romawi Timur. Dia adalah salah satu tokoh yang berkembang di Kesultanan Rum (Persian: سلجوقیان روم, Saljūqiyān-e Rūm ).
Ia lahir di Provinsi Balkh di Afghanistan sebuah kota kecil yang terletak di sungai Wakhsh di Persia (di tempat yang sekarang dikenal sebagai Tajikistan) pada tahun 1207, yaitu pada masa pemerintahan Mar Yab-Alaha II Bar Qaiyuma (1190-1222), yaitu Katolikos Seleukia-Ktesiphon dan Patriarkh dari Timur ke-76 dari Gereja Orthodox Assyria Timur yang Kudus, Katolik dan Apostolik (Bhs. Syriac: ܥܕܬܐ ܩܕܝܫܬܐ ܘܫܠܝܚܝܬܐ ܩܬܘܠܝܩܝ ܕܡܕܢܚܐ ܕܐܬܘܪ̈ܝܐ) yang adalah Gereja Kristen yang berasal Takhta Suci Babilon yang didirikan oleh St. Thomas Sang Rasul. Pada masa ini Takhta Katolikos Gereja Orthodox Assyria Timur dipindahkan ke Baghdad, Irak.
. Wakhsh termasuk provinsi lebih besar dari Balkh, dan dan pada tahun Rumi lahir, ayahnya adalah sarjana yang ditunjuk disana. Ayahnya masih keturunan Abu Bakar (bahasa Arab: بو بكر الصديق, Abu Bakr ash-Shiddiq; khalifah yang pertama Khulafaur Rasyidin pada tahun 632) (lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H), bernama Bahauddin Walad. Sedang ibunya berasal dari keluarga kerajaan Khwarazm. Ayah Rumi seorang cendekia yang saleh, mistikus yang berpandangan ke depan, seorang guru yang terkenal di Balkh. Kedua kota-kota ini pada masa itu termasuk dalam lingkup budaya Persia Khorasan yang lebih besar, provinsi paling timur Persia dan merupakan bagian dari Kekaisaran Khwarezmian (adalah sebuah dinasti Muslim Sunni Persia asal Turki Mamluk).
Baik tempat kelahiran dan bahasa aslinya menunjukkan warisan Persia. Saat Rumi berusia 3 tahun karena adanya bentrok di kerajaan maka keluarganya meninggalkan Balkh menuju Khorasan. Dari sana Rumi dibawa pindah ke Nishapur, tempat kelahiran penyair dan ahli matematika Omar Khayyam. Di kota ini Rumi bertemu dengan Attar yang meramalkan si bocah pengungsi ini kelak akan masyhur yang akan menyalakan api gairah Ketuhanan. Keluarga Rumi melakukan perjalanan ke barat, pertama menunaikan ibadah haji dan akhirnya menetap di kota Anatolia Konya (Kauniyah) (ibukota Kesultanan Seljuk Rum, sekarang dikenal sebagai Turki). Di sinilah dia tinggal untuk sebagian besar hidupnya, dan di sini ia menggubah salah satu keagungan pemahkotaan sastra Persia yang sangat mempengaruhi budaya wilayah tersebut. Dia tinggal untuk sebagian besar hidupnya di bawah Kesultanan Rum, di mana ia menghasilkan karya-karyanya dan meninggal pada 1273 Masehi pada masa pemerintahan Joseph I Galesiotes (1267 – 1275) yaitu Patriarkh ke-136 dari Takhta Suci Rasuliyah Konstantinopel dari Gereja Agung Kristus, Gereja Orthodox Patriarkhat Konstantinopel, Istambul, Turki.
2. RUMI DAN KARYANYA
Karya Rumi ditulis dalam bahasa Persia Baru. Sebuah renaisans sastra Persia (di abad 8th/9th) dimulai di daerah Sistan, Khorasan dan Transoxiana dan pada abad 10th/11th, itu memperkuat bahasa Persia sebagai bahasa sastra dan budaya yang disukai di dunia Islam Persia. Pentingnya Rumi dianggap melampaui batas-batas bangsa dan etnis. Karya aslinya banyak dibaca dalam bahasa asli mereka di seluruh negara yang berbahasa Persia. Terjemahan dari karya-karyanya sangat populer di negara-negara lain. Puisinya telah mempengaruhi sastra Persia dan juga bahasa Urdu, Punjabi dan bahasa Pakistan lain yang ditulis dalam aksara Persia/Arab misalnya Pashto dan Sindhi. Puisi-puisinya telah banyak diterjemahkan ke dalam banyak bahasa di dunia dan dialihkan ke dalam berbagai format. Pada tahun 2007, ia digambarkan sebagai "penyair paling populer di Amerika."
Karya utama Jalaluddin Rumi, yang secara umum dianggap sebagai salah satu buku luar biasa di dunia, adalah Matsnawi-i-Ma'anawi (Couplets of Inner Meaning). Kumpulan puisi Rumi yang terkenal bernama al-Matsnawi al-Maknawi konon adalah sebuah revolusi terhadap Ilmu Kalam yang kehilangan semangat dan kekuatannya. Isinya juga mengeritik langkah dan arahan filsafat yang cenderung melampaui batas, mengebiri perasaan dan mengkultuskan rasio. Percakapan informalnya (Fihi ma Fihi), surat-surat (Maktubat), Diwan dan hagiografi Manaqib al-Arifin, semuanya mengandung bagian-bagian penting dari ajaran-ajarannya.
Diakui, bahwa puisi Rumi memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan para sufi penyair lainnya. Melalui puisi-puisinya Rumi menyampaikan bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin didapat lewat cinta, bukan semata-mata lewat kerja fisik. Dalam puisinya Rumi juga menyampaikan bahwa Tuhan, sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang menyamai.
Ciri khas lain yang membedakan puisi Rumi dengan karya sufi penyair lain adalah seringnya ia memulai puisinya dengan menggunakan kisah-kisah. Tapi hal ini bukan dimaksud ia ingin menulis puisi naratif. Kisah-kisah ini digunakan sebagai alat pernyataan pikiran dan ide, bertema meditasi yang dapat diambil sebagai aforisme dan deklarasi dogma, atau sepotong nasihat guru. Penggunaan kata-kata Sufistik mereka, berlangsung terus. Ar-Rumi, seperti penulis Sufi lain, menanamkan ajarannya dalam sebuah kerangka yang secara efektif menjabarkan makna batiniah sebagaimana sebuah pertunjukan atau pameran. Teknik ini bermanfaat melindungi mereka yang tidak mampu menggunakan materi pada level eksperimen yang lebih tinggi; membiarkan mereka yang menginginkan puisi, untuk memilih puisi; memberi hiburan kepada orang-orang yang menginginkan cerita; mendorong kaum intelektual yang menghargai pengalaman-pengalaman tersebut. Salah satu pernyataan kalimat-kalimatnya yang terkenal adalah judul dari pembicaraan-ringannya: "Yang ada di dalam ada di dalam" ("Engkau mengeluarkan apa yang ada di dalam untuk dirimu").
Ar-Rumi memiliki kegelisahan Sufistik yang luar biasa dalam kesusastraan dan puisi, melebihi pujangga di zamannya, dan terus menerus menegaskan bahwa pencapaian tersebut adalah sebagian kecil dibandingkan dengan kesufian.
3. SALAH SATU KISAH: RUMI, PEDAGANG DAN DARWIS KRISTEN
Karena berada dalam kesukaran, seorang pedagang yang sangat kaya dari Tabris pergi ke Konia mencari orang yang teramat bijaksana. Setelah mencoba mendapat nasehat dari para pemuka agama, hakim, dan lain-lain, ia mendengar tentang Rumi; iapun dibawa menghadap Sang Bijaksana itu.
Jalaluddin Rumi Sang Sufi Agung
(30 September 1207 – 17 Desember 1273)
Pedagang itu membawa lima puluh keping uang emas sebagai persembahan. Ketika dilihatnya Sang Maulana di ruang tamu, pedagang itu menjadi sangat terharu. Jalaludin Rumi pun berkata kepadanya,
"Lima puluh keping uang emasmu diterima. Tetapi kau telah kehilangan dua ratus, itulah alasan kedatanganmu kemari. Tuhan telah menghukummu, dan menunjukkan sesuatu kepadamu. Sekarang segalanya akan beres." Pedagang itu terheran-heran terhadap yang diketahui Sang Maulana. Rumi melanjutkan.
"Kau mendapat banyak kesulitan karena pada suatu hari nun jauh di negeri Barat sana, kau melihat seorang darwis Kristen (mistikus Kristen) terbaring di jalan. Dan kau meludahinya. Temui dia dan minta maaf padanya, dan sampaikan salam kami kepadanya."
Ketika pedagang itu berdiri ketakutan karena ternyata segala rahasianya telah diketahui, Sang Maulana itupun berkata, "Perlukah kami tunjukkan orang itu padamu?" Rumi menyentuh dinding ruangan itu, dan pedagang itu pun menyaksikan gambar orang suci itu di sebuah pasar di Eropa. Iapun terhuyung-huyung pergi meninggalkan Sang Bijaksana, tercengang-cengang.
Segera saja ia mengadakan perjalanan menemui ulama Kristen itu, dan ditemuinya orang suci tersebut telungkup di tanah. Ketika didekatinya, darwis Kristen itu pun berkata, "Guru kami Jalal telah menghubungi saya."
Pedagang itu melihat ke arah yang ditunjukkan darwis tersebut, dan menyaksikan -dalam gambar- Jalaludin sedang membaca kata-kata semacam ini, "Tak peduli kerikil atau permata, semua akan mendapat tempat di bukitNya, ada tempat bagi semuanya ..."
Pedagang itu pun pulang kembali, menyampaikan salam darwis Kristen itu kepada Jalal, dan sejak itu tinggal dalam masyarakat darwis di Konia.
4. RUMI DAN RELIGIOSITAS
Banyak dijumpai berbagai kisah dalam satu puisi Rumi yang tampaknya berlainan namun nyatanya memiliki kesejajaran makna simbolik. Beberapa tokoh sejarah yang ia tampilkan bukan dalam maksud kesejarahan, namun ia menampilkannya sebagai imaji-imaji simbolik. Tokoh-tokoh semisal Yusuf, Musa, Yakub, Isa dan lain-lain ia tampilkan sebagai lambang dari keindahan jiwa yang mencapai ma'rifat. Dan memang tokoh-tokoh tersebut terkenal sebagai pribadi yang diliputi oleh cinta Ilahi.
Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah :
Jangan tanya apa agamaku.
Aku bukan yahudi.
Bukan zoroaster.
Bukan pula islam.
Karena aku tahu,
Begitu suatu nama kusebut,
Kau akan memberikan arti yang lain
Daripada makna yang hidup di hatiku.
Aku Adalah Kehidupan Kekasihku
Apa yang dapat aku lakukan, wahai ummat Muslim?
Aku tidak mengetahui diriku sendiri.
Aku bukan Kristen, bukan Yahudi,
bukan Majusi, bukan Islam.
Bukan dari Timur, maupun Barat.
Bukan dari darat, maupun laut.
Bukan dari Sumber Alam,
Bukan dari surga yang berputar,
Bukan dari bumi, air, udara, maupun api;
Bukan dari singgasana, penjara, eksistensi, maupun makhluk;
Bukan dari India, Cina, Bulgaria, Saqseen;
Bukan dari kerajaan Iraq, maupun Khurasan;
Bukan dari dunia kini atau akan datang:
surga atau neraka;
Bukan dari Adam, Hawa,
taman Surgawi atau Firdaus;
Tempatku tidak bertempat,
jejakku tidak berjejak.
Baik raga maupun jiwaku: semuanya
adalah kehidupan Kekasihku ...
Dia Tidak Di Tempat Lain
Salib dan ummat Kristen, ujung ke ujung, sudah kuuji.
Dia tidak ada di Salib.
Aku pergi ke kuil Hindu, ke pagoda kuno.
Tidak ada tanda apa pun di dalamnya.
Menuju ke pegunungan Herat aku melangkah,
dan ke Kandahar Aku memandang.
Dia tidak di dataran tinggi
maupun dataran rendah. Dengan tegas,
aku pergi ke puncak gunung Kaf (yang menakjubkan).
Di sana cuma ada tempat tinggal
(legenda) burung Anqa.
Aku pergi ke Ka'bah di Mekkah.
Dia tidak ada di sana.
Aku menanyakannya kepada Avicenna (lbnu Sina) sang filosuf
Dia ada di luar jangkauan Avicenna ...
Aku melihat ke dalam hatiku sendiri.
Di situlah, tempatnya, aku melihat dirinya.
Dia tidak di tempat lain.
5. JALALUDDIN AR-RUMI WAFAT
Dalam tahun 672 Hijriah di kawasan Kauniyah terjadi kegemparan yang berlangsung seminggu penuh. Penyebabnya, terbetik berita bahwa Jalaluddin sedang sakit keras. Berbondong-bondonglah orang bertandang menjenguknya sembari meminta do’a. Ia lantas berkata: “Sesungguhnya tanah itu lapar, selalu mencari makanan. Dan ia akan memperolehnya dalam waktu dekat. Lalu cobaan ini akan sirna dari kalian.”
Seorang temannya bernama Syadruddin datang menengok dan mendoa’kan agar ia segera sembuh kembali: “Semoga Allah berkenan memberi ketenangan kepadamu dengan kesembuhan. Tidak ada yang bisa mencelakakanmu, apabila tabir antara kekasih dan kekasih telah terangkat.” Ar-Rumi sempat menyahut: “Jika engkau beriman dan bersikap manis, kematian itu akan bermakna baik. Tapi kematian ada juga kafir dan pahit.”
Setelah dengan panjang lebar menerangkan makna kebenaran, akhirnya menjelang maghrib rohnya meninggalkan raga. Peristiwa menyedihkan itu terjadi pada tanggal 5 Jumadil Akhir tahun 672 H.
Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan, penduduk setempat berdesak-desak ingin menyaksikan. Para penduduk agama lainpun ikut menangisi kepergiannya. Orang Yahudi dan Kristen, misalnya, membacakan Kitab Taurat dan Injil. Hadir juga dalam upacara pemakaman para penguasa negeri. Kepada para imam dan rahib Kristen, penguasa negeri sempat bertanya: “Peduli apa kalian dengan suasana berkabung ini? Bukankah yang meninggal ini jenazahnya seorang Muslim yang alim?”. Para rahib dan imam itu menjawab: “Berkat dialah kami mengetahui kebenaran para nabi yang sempurna”.
Pada pagi buta, jenazah Jalaluddin ar-Rumi diberangkatkan, diiringkan para pelayat yang melimpah-ruah. Tangis mereka riuh-rendah menyertai kepergiannya. Mereka saling merebut memikul, atau paling tidak menyentuh usungan jenazahnya. Tidak heran jika iring-iringan jenazah baru sampai di tempat pemakaman pada sore hari, dikebumikan pada malamnya.
Ia dimakamkan di Konya (Kauniyah) dan makamnya menjadi tempat suci dan tempat ziarah. Setelah kematiannya, pengikutnya dan putranya Sultan Walad mendirikan Tarekat Mevlevi, juga dikenal sebagai Tarekat Para Darwis Berputar (the Order of the Whirling Dervishes), terkenal dengan tarian sufi yang dikenal sebagai. upacara Sama. Sebuah tulisan di batu nisan Jalaluddin ar-Rumi berbunyi:
“Ketika kita mati, jangan cari pusara kita di bumi, tetapi carilah di hati manusia”.
________________________________________
Catatan
@ Luasnya pengaruh Jalaludin Rumi terhadap pikiran dan sastra Barat sekarang ini semakin jelas lewat penelitian akademis.
@ Tak disangsikan lagi bahwa ia mempunyai banyak pengikut di Barat, dan kisah-kisahnya muncul dalam cerita-cerita Hans Anderson, dalam Gesta Romanorum tahun 1324, dan bahkan dalam karya Shakespeare.
@ Di Timur terdengar pendapat di kalangan luas bahwa ia mempunyai hubungan erat dengan kaum mistik dan pemikir Barat. Versi kisah ini diterjemahkan dari karya Aflaki, Munakib al-Arifin, kehidupan para darwis Mevlevi awal, yang selesai ditulis tahun 1353.
@ Sufisme : Ilmu sufuk (tasawuf) dalam kebatinan Islam; sufi : ahli tasawuf, pengikut kebatinan Islam. Bapak Said Aqil Siradj, Khatib Am PBNU dalam pertemuannya dengan Arkhimandrit Romo DR. Daniel B.D. Byantoro pada bulan Oktober 1999 di kantor beliau membenarkan adanya kaitan awal munculnya Tasawuf dalam Islam itu dengan praktek Kristen Timur ini. Bahkan beberapa Sufi Muslim itu ada yang juga belajar dari para “Hesykhastis” Kristen Orthodox ini. Hanya saja beliau menambahkan bahwa pada akhirnya Ilmu Tasawuf itu unsur-unsurnya sudah terdapat juga dalam Islam itu sendiri, misalnya kebiasaan Nabi menyendiri di gua Hira, kehidupan Nabi yang sederhana, dan lain-lain.
@ Seorang Darwis atau Darvesh (dari bahasa Persia درویش, Darvīsh melalui Turki, Somalia: Daraawiish, Arab: دولة الدراويش) adalah seseorang menapaki jalan pertapa sufi Muslim atau “Tariqah” ("Tarekat"), dikenal karena kemiskinan yang ekstrim dan kesederhanaan mereka, mirip dengan para biarawan pengemis di Kristen Barat (misal Ordo Fransiskan, Karmelit, Dominikan, Agustinian) atau Hindu / Budha / para Sadhu Jain. Kaum Darwis adalah para mistikus Islam. Salah satu mistikus dan darwis terkenal dalam agama Islam adalah Maulana Jalaluddin Rumi.
@ Hesykhasme: suatu aliran spiritualitas dalam Gereja Timur (Gereja Orthodox), yang memusatkan perhatiannya pada “hesykhia” (=diam, kesunyian, ketenangan lahir batin) sebagai sarana untuk menyelam ke dalam doa batin. Ini sebanding dengan “Ilmu Tasawuf” dalam Islam. Banyak sarjana yang meyakini bahwa munculnya Tasawuf dalam islam itu terkait dan dipengaruhi praktek-praktek Gereja Timur ini. Dalam praktek Hesykhasme yang dijumpai juga dalam praktek-praktek Tasawuf, tujuan akhir untuk menggapai kasih ilahi dan untuk mencapai “Insan Kamil”, yang dalam iman Kristen Orthodox dimengerti sebagai “Theosis” yaitu “menjadi sama seperti Kristus” (1 Yoh. 3:2) atau “ikut ambil bagian dalam kodrat ilahi” (2 Pet. 1:4) itu yang diperjuangkan. Hesykhasme mengalami masa kejayaannya terutama dalam abad 14, tetapi sampai di zaman sekarang pun Hesykhasme masih besar pengaruhnya.
@ Tradisi Mistisisme Kristen sama tuanya dengan agama Kristen sendiri. Sekurang-kurangnya tiga teks dari Perjanjian Baru menjadi dasar tema-tema yang berulang kali muncul di sepanjang pemikiran para mistikus Kristen yang sempat dicatat. Yang pertama, Surat Galatia 2:20; teks Alkitab kedua yang penting bagi mistisisme Kristen adalah 1 Yohanes 3:2; teks yang ketiga, yang khususnya penting bagi mistisime Orthodox Timur ditemukan dalam Surat 2 Petrus 1:4:
Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia.(huruf miring ditambahkan)
Beberapa contoh mistikus Kristen:
• St. Paulus Sang Rasul untuk bangsa-bangsa Goyim (? - l.k. 66)
• St. Yohanes Pembaptis (? - l.k. 36)
• St. Yohanes Sang Rasul (? - l.k.100)
• St. Petrus Sang Rasul (? - l.k.67)
• St. Klemens dari Alexandria (? -216)
• Evagrius Ponticus (345-399)
• St. Gregorius I (590-604)
• St. Symeon Teolog yang Baru (949-1022)
• Mechthild dari Magdeburg (1210-1279)
• Meister Eckhart (l.k. 1260 - 1327/8)
• St. Gregorius Palamas (1296 - 1359)
• St. Bridgeta dari Swedia (1302-1373)
• St. Julian dari Norwich (1342-l.k.1416)
• St. Teresa dari Avila (1515-1582)
• St. Yohanes dari Salib (1542-1591)
• St. Serafim dari Sarov (1759-1833)
• St. Yohanes dari Kronstadt (1829-1908)
• St. Yohanes Maximovich (1896-1966)
• St. Theresa dari Lisieux (1873-1897)
• Thomas Merton (1915-1968)
• St. Padre Pio (1887-1968)
------------------------------------------------------------
Referensi
1. Abul Hasan An-Nadwi. Maulana Jalaluddin Rumi. Al – Mukhtarul Islami lit Tiba’ah wan Nasyr wat Tauzi’, Cairo. Cetakan kedua, tahun 1394 H/ 1974 M. (Jalaluddin Rumi. Sufi Penyair Terbesar. Terjemahan: M. Adib Bisri). Penerbit Pustaka Firdaus. Jakarta. Cetakan Ketiga: April 1997.
2. Episkop Timothy Ware (Penterjemah : Arkhimandrit Daniel Bambang PhD). Mari Mengenal Kekristenan Timur. Sejarah Gereja Orthodox. Satya Widya Graha. Jakarta. 2001.
3. From Wikipedia, the free encyclopedia. Rumi. List of Patriarchs of Babylon, List of Patriarchs of Constantinople.
4. Idries Shah. Kisah-Kisah Sufi. Kumpulan kisah nasehat para guru sufi selama seribu tahun yang lampau. (terjemahan: Sapardi Djoko Damono). Penerbit: Pustaka Firdaus, Jakarta. 1984.
5. Rm. Arkhimandrit Daniel Bambang D. Byantoro. Seminar Gereja Orthodox Indonesia. “Masih Adakah Gereja Perjanjian Baru?”. Lampiran Listing of Ecumenical Patriarchs ofThe Great Church of Christ, Kepatriarkhan Konstantinopel, Istanbul, Turki. Libra Ball Room, Executive Club. Jakarta Hilton Hotel. 21/ 11/ 1997.
6. Dan lain-lain.
Presbyter Rm. Kirill J.S.L.
(Omeц Кирилл Д. С. Л.)
Paroikia St. Iona dari Manchuria
SURABAYA
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
1. JALALUDDIN RUMI SANG DARWIS
Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau Jalāl ad-Dīn Muḥammad Balkhī (Persia: جلالالدین محمد بلخى), juga dikenal sebagai Jalāl ad-Dīn Muḥammad Rūmī (Persia: جلالالدین محمد رومی) dan secara populer dikenal sebagai Mevlānā di Turki dan Mawlānā (Persia: مولانا) di Iran dan Afghanistan tetapi dikenal di dunia berbahasa Inggris hanya sebagai Rumi (6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 – 5 Jumadil Akhir tahun 672 Hijriah, atau 17 Desember 1273) adalah seorang pujangga dan penyair Muslim Persia, ahli hukum, teolog, dan Mistikus Sufi abad 13. Rūmī adalah nama deskriptif yang berarti "Romawi" karena ia tinggal untuk sebagian besar hidupnya di wilayah yang dinamakan "Rumi" (kemudian dibawah kendali dinasti Seljuq/Seljuk atau Turki Seljuk (dalam Bahasa Turki:Selçuklular; dalam bahasa Persia: سلجوقيان Ṣaljūqīyān; dalam Bahasa Arab سلجوق, Saljūq, atau السلاجقة al-Salājiqa) karena pernah dikuasai oleh Kekaisaran Romawi Timur. Dia adalah salah satu tokoh yang berkembang di Kesultanan Rum (Persian: سلجوقیان روم, Saljūqiyān-e Rūm ).
Ia lahir di Provinsi Balkh di Afghanistan sebuah kota kecil yang terletak di sungai Wakhsh di Persia (di tempat yang sekarang dikenal sebagai Tajikistan) pada tahun 1207, yaitu pada masa pemerintahan Mar Yab-Alaha II Bar Qaiyuma (1190-1222), yaitu Katolikos Seleukia-Ktesiphon dan Patriarkh dari Timur ke-76 dari Gereja Orthodox Assyria Timur yang Kudus, Katolik dan Apostolik (Bhs. Syriac: ܥܕܬܐ ܩܕܝܫܬܐ ܘܫܠܝܚܝܬܐ ܩܬܘܠܝܩܝ ܕܡܕܢܚܐ ܕܐܬܘܪ̈ܝܐ) yang adalah Gereja Kristen yang berasal Takhta Suci Babilon yang didirikan oleh St. Thomas Sang Rasul. Pada masa ini Takhta Katolikos Gereja Orthodox Assyria Timur dipindahkan ke Baghdad, Irak.
. Wakhsh termasuk provinsi lebih besar dari Balkh, dan dan pada tahun Rumi lahir, ayahnya adalah sarjana yang ditunjuk disana. Ayahnya masih keturunan Abu Bakar (bahasa Arab: بو بكر الصديق, Abu Bakr ash-Shiddiq; khalifah yang pertama Khulafaur Rasyidin pada tahun 632) (lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H), bernama Bahauddin Walad. Sedang ibunya berasal dari keluarga kerajaan Khwarazm. Ayah Rumi seorang cendekia yang saleh, mistikus yang berpandangan ke depan, seorang guru yang terkenal di Balkh. Kedua kota-kota ini pada masa itu termasuk dalam lingkup budaya Persia Khorasan yang lebih besar, provinsi paling timur Persia dan merupakan bagian dari Kekaisaran Khwarezmian (adalah sebuah dinasti Muslim Sunni Persia asal Turki Mamluk).
Baik tempat kelahiran dan bahasa aslinya menunjukkan warisan Persia. Saat Rumi berusia 3 tahun karena adanya bentrok di kerajaan maka keluarganya meninggalkan Balkh menuju Khorasan. Dari sana Rumi dibawa pindah ke Nishapur, tempat kelahiran penyair dan ahli matematika Omar Khayyam. Di kota ini Rumi bertemu dengan Attar yang meramalkan si bocah pengungsi ini kelak akan masyhur yang akan menyalakan api gairah Ketuhanan. Keluarga Rumi melakukan perjalanan ke barat, pertama menunaikan ibadah haji dan akhirnya menetap di kota Anatolia Konya (Kauniyah) (ibukota Kesultanan Seljuk Rum, sekarang dikenal sebagai Turki). Di sinilah dia tinggal untuk sebagian besar hidupnya, dan di sini ia menggubah salah satu keagungan pemahkotaan sastra Persia yang sangat mempengaruhi budaya wilayah tersebut. Dia tinggal untuk sebagian besar hidupnya di bawah Kesultanan Rum, di mana ia menghasilkan karya-karyanya dan meninggal pada 1273 Masehi pada masa pemerintahan Joseph I Galesiotes (1267 – 1275) yaitu Patriarkh ke-136 dari Takhta Suci Rasuliyah Konstantinopel dari Gereja Agung Kristus, Gereja Orthodox Patriarkhat Konstantinopel, Istambul, Turki.
2. RUMI DAN KARYANYA
Karya Rumi ditulis dalam bahasa Persia Baru. Sebuah renaisans sastra Persia (di abad 8th/9th) dimulai di daerah Sistan, Khorasan dan Transoxiana dan pada abad 10th/11th, itu memperkuat bahasa Persia sebagai bahasa sastra dan budaya yang disukai di dunia Islam Persia. Pentingnya Rumi dianggap melampaui batas-batas bangsa dan etnis. Karya aslinya banyak dibaca dalam bahasa asli mereka di seluruh negara yang berbahasa Persia. Terjemahan dari karya-karyanya sangat populer di negara-negara lain. Puisinya telah mempengaruhi sastra Persia dan juga bahasa Urdu, Punjabi dan bahasa Pakistan lain yang ditulis dalam aksara Persia/Arab misalnya Pashto dan Sindhi. Puisi-puisinya telah banyak diterjemahkan ke dalam banyak bahasa di dunia dan dialihkan ke dalam berbagai format. Pada tahun 2007, ia digambarkan sebagai "penyair paling populer di Amerika."
Karya utama Jalaluddin Rumi, yang secara umum dianggap sebagai salah satu buku luar biasa di dunia, adalah Matsnawi-i-Ma'anawi (Couplets of Inner Meaning). Kumpulan puisi Rumi yang terkenal bernama al-Matsnawi al-Maknawi konon adalah sebuah revolusi terhadap Ilmu Kalam yang kehilangan semangat dan kekuatannya. Isinya juga mengeritik langkah dan arahan filsafat yang cenderung melampaui batas, mengebiri perasaan dan mengkultuskan rasio. Percakapan informalnya (Fihi ma Fihi), surat-surat (Maktubat), Diwan dan hagiografi Manaqib al-Arifin, semuanya mengandung bagian-bagian penting dari ajaran-ajarannya.
Diakui, bahwa puisi Rumi memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan para sufi penyair lainnya. Melalui puisi-puisinya Rumi menyampaikan bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin didapat lewat cinta, bukan semata-mata lewat kerja fisik. Dalam puisinya Rumi juga menyampaikan bahwa Tuhan, sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang menyamai.
Ciri khas lain yang membedakan puisi Rumi dengan karya sufi penyair lain adalah seringnya ia memulai puisinya dengan menggunakan kisah-kisah. Tapi hal ini bukan dimaksud ia ingin menulis puisi naratif. Kisah-kisah ini digunakan sebagai alat pernyataan pikiran dan ide, bertema meditasi yang dapat diambil sebagai aforisme dan deklarasi dogma, atau sepotong nasihat guru. Penggunaan kata-kata Sufistik mereka, berlangsung terus. Ar-Rumi, seperti penulis Sufi lain, menanamkan ajarannya dalam sebuah kerangka yang secara efektif menjabarkan makna batiniah sebagaimana sebuah pertunjukan atau pameran. Teknik ini bermanfaat melindungi mereka yang tidak mampu menggunakan materi pada level eksperimen yang lebih tinggi; membiarkan mereka yang menginginkan puisi, untuk memilih puisi; memberi hiburan kepada orang-orang yang menginginkan cerita; mendorong kaum intelektual yang menghargai pengalaman-pengalaman tersebut. Salah satu pernyataan kalimat-kalimatnya yang terkenal adalah judul dari pembicaraan-ringannya: "Yang ada di dalam ada di dalam" ("Engkau mengeluarkan apa yang ada di dalam untuk dirimu").
Ar-Rumi memiliki kegelisahan Sufistik yang luar biasa dalam kesusastraan dan puisi, melebihi pujangga di zamannya, dan terus menerus menegaskan bahwa pencapaian tersebut adalah sebagian kecil dibandingkan dengan kesufian.
3. SALAH SATU KISAH: RUMI, PEDAGANG DAN DARWIS KRISTEN
Karena berada dalam kesukaran, seorang pedagang yang sangat kaya dari Tabris pergi ke Konia mencari orang yang teramat bijaksana. Setelah mencoba mendapat nasehat dari para pemuka agama, hakim, dan lain-lain, ia mendengar tentang Rumi; iapun dibawa menghadap Sang Bijaksana itu.
Jalaluddin Rumi Sang Sufi Agung
(30 September 1207 – 17 Desember 1273)
Pedagang itu membawa lima puluh keping uang emas sebagai persembahan. Ketika dilihatnya Sang Maulana di ruang tamu, pedagang itu menjadi sangat terharu. Jalaludin Rumi pun berkata kepadanya,
"Lima puluh keping uang emasmu diterima. Tetapi kau telah kehilangan dua ratus, itulah alasan kedatanganmu kemari. Tuhan telah menghukummu, dan menunjukkan sesuatu kepadamu. Sekarang segalanya akan beres." Pedagang itu terheran-heran terhadap yang diketahui Sang Maulana. Rumi melanjutkan.
"Kau mendapat banyak kesulitan karena pada suatu hari nun jauh di negeri Barat sana, kau melihat seorang darwis Kristen (mistikus Kristen) terbaring di jalan. Dan kau meludahinya. Temui dia dan minta maaf padanya, dan sampaikan salam kami kepadanya."
Ketika pedagang itu berdiri ketakutan karena ternyata segala rahasianya telah diketahui, Sang Maulana itupun berkata, "Perlukah kami tunjukkan orang itu padamu?" Rumi menyentuh dinding ruangan itu, dan pedagang itu pun menyaksikan gambar orang suci itu di sebuah pasar di Eropa. Iapun terhuyung-huyung pergi meninggalkan Sang Bijaksana, tercengang-cengang.
Segera saja ia mengadakan perjalanan menemui ulama Kristen itu, dan ditemuinya orang suci tersebut telungkup di tanah. Ketika didekatinya, darwis Kristen itu pun berkata, "Guru kami Jalal telah menghubungi saya."
Pedagang itu melihat ke arah yang ditunjukkan darwis tersebut, dan menyaksikan -dalam gambar- Jalaludin sedang membaca kata-kata semacam ini, "Tak peduli kerikil atau permata, semua akan mendapat tempat di bukitNya, ada tempat bagi semuanya ..."
Pedagang itu pun pulang kembali, menyampaikan salam darwis Kristen itu kepada Jalal, dan sejak itu tinggal dalam masyarakat darwis di Konia.
4. RUMI DAN RELIGIOSITAS
Banyak dijumpai berbagai kisah dalam satu puisi Rumi yang tampaknya berlainan namun nyatanya memiliki kesejajaran makna simbolik. Beberapa tokoh sejarah yang ia tampilkan bukan dalam maksud kesejarahan, namun ia menampilkannya sebagai imaji-imaji simbolik. Tokoh-tokoh semisal Yusuf, Musa, Yakub, Isa dan lain-lain ia tampilkan sebagai lambang dari keindahan jiwa yang mencapai ma'rifat. Dan memang tokoh-tokoh tersebut terkenal sebagai pribadi yang diliputi oleh cinta Ilahi.
Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah :
Jangan tanya apa agamaku.
Aku bukan yahudi.
Bukan zoroaster.
Bukan pula islam.
Karena aku tahu,
Begitu suatu nama kusebut,
Kau akan memberikan arti yang lain
Daripada makna yang hidup di hatiku.
Aku Adalah Kehidupan Kekasihku
Apa yang dapat aku lakukan, wahai ummat Muslim?
Aku tidak mengetahui diriku sendiri.
Aku bukan Kristen, bukan Yahudi,
bukan Majusi, bukan Islam.
Bukan dari Timur, maupun Barat.
Bukan dari darat, maupun laut.
Bukan dari Sumber Alam,
Bukan dari surga yang berputar,
Bukan dari bumi, air, udara, maupun api;
Bukan dari singgasana, penjara, eksistensi, maupun makhluk;
Bukan dari India, Cina, Bulgaria, Saqseen;
Bukan dari kerajaan Iraq, maupun Khurasan;
Bukan dari dunia kini atau akan datang:
surga atau neraka;
Bukan dari Adam, Hawa,
taman Surgawi atau Firdaus;
Tempatku tidak bertempat,
jejakku tidak berjejak.
Baik raga maupun jiwaku: semuanya
adalah kehidupan Kekasihku ...
Dia Tidak Di Tempat Lain
Salib dan ummat Kristen, ujung ke ujung, sudah kuuji.
Dia tidak ada di Salib.
Aku pergi ke kuil Hindu, ke pagoda kuno.
Tidak ada tanda apa pun di dalamnya.
Menuju ke pegunungan Herat aku melangkah,
dan ke Kandahar Aku memandang.
Dia tidak di dataran tinggi
maupun dataran rendah. Dengan tegas,
aku pergi ke puncak gunung Kaf (yang menakjubkan).
Di sana cuma ada tempat tinggal
(legenda) burung Anqa.
Aku pergi ke Ka'bah di Mekkah.
Dia tidak ada di sana.
Aku menanyakannya kepada Avicenna (lbnu Sina) sang filosuf
Dia ada di luar jangkauan Avicenna ...
Aku melihat ke dalam hatiku sendiri.
Di situlah, tempatnya, aku melihat dirinya.
Dia tidak di tempat lain.
5. JALALUDDIN AR-RUMI WAFAT
Dalam tahun 672 Hijriah di kawasan Kauniyah terjadi kegemparan yang berlangsung seminggu penuh. Penyebabnya, terbetik berita bahwa Jalaluddin sedang sakit keras. Berbondong-bondonglah orang bertandang menjenguknya sembari meminta do’a. Ia lantas berkata: “Sesungguhnya tanah itu lapar, selalu mencari makanan. Dan ia akan memperolehnya dalam waktu dekat. Lalu cobaan ini akan sirna dari kalian.”
Seorang temannya bernama Syadruddin datang menengok dan mendoa’kan agar ia segera sembuh kembali: “Semoga Allah berkenan memberi ketenangan kepadamu dengan kesembuhan. Tidak ada yang bisa mencelakakanmu, apabila tabir antara kekasih dan kekasih telah terangkat.” Ar-Rumi sempat menyahut: “Jika engkau beriman dan bersikap manis, kematian itu akan bermakna baik. Tapi kematian ada juga kafir dan pahit.”
Setelah dengan panjang lebar menerangkan makna kebenaran, akhirnya menjelang maghrib rohnya meninggalkan raga. Peristiwa menyedihkan itu terjadi pada tanggal 5 Jumadil Akhir tahun 672 H.
Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan, penduduk setempat berdesak-desak ingin menyaksikan. Para penduduk agama lainpun ikut menangisi kepergiannya. Orang Yahudi dan Kristen, misalnya, membacakan Kitab Taurat dan Injil. Hadir juga dalam upacara pemakaman para penguasa negeri. Kepada para imam dan rahib Kristen, penguasa negeri sempat bertanya: “Peduli apa kalian dengan suasana berkabung ini? Bukankah yang meninggal ini jenazahnya seorang Muslim yang alim?”. Para rahib dan imam itu menjawab: “Berkat dialah kami mengetahui kebenaran para nabi yang sempurna”.
Pada pagi buta, jenazah Jalaluddin ar-Rumi diberangkatkan, diiringkan para pelayat yang melimpah-ruah. Tangis mereka riuh-rendah menyertai kepergiannya. Mereka saling merebut memikul, atau paling tidak menyentuh usungan jenazahnya. Tidak heran jika iring-iringan jenazah baru sampai di tempat pemakaman pada sore hari, dikebumikan pada malamnya.
Ia dimakamkan di Konya (Kauniyah) dan makamnya menjadi tempat suci dan tempat ziarah. Setelah kematiannya, pengikutnya dan putranya Sultan Walad mendirikan Tarekat Mevlevi, juga dikenal sebagai Tarekat Para Darwis Berputar (the Order of the Whirling Dervishes), terkenal dengan tarian sufi yang dikenal sebagai. upacara Sama. Sebuah tulisan di batu nisan Jalaluddin ar-Rumi berbunyi:
“Ketika kita mati, jangan cari pusara kita di bumi, tetapi carilah di hati manusia”.
________________________________________
Catatan
@ Luasnya pengaruh Jalaludin Rumi terhadap pikiran dan sastra Barat sekarang ini semakin jelas lewat penelitian akademis.
@ Tak disangsikan lagi bahwa ia mempunyai banyak pengikut di Barat, dan kisah-kisahnya muncul dalam cerita-cerita Hans Anderson, dalam Gesta Romanorum tahun 1324, dan bahkan dalam karya Shakespeare.
@ Di Timur terdengar pendapat di kalangan luas bahwa ia mempunyai hubungan erat dengan kaum mistik dan pemikir Barat. Versi kisah ini diterjemahkan dari karya Aflaki, Munakib al-Arifin, kehidupan para darwis Mevlevi awal, yang selesai ditulis tahun 1353.
@ Sufisme : Ilmu sufuk (tasawuf) dalam kebatinan Islam; sufi : ahli tasawuf, pengikut kebatinan Islam. Bapak Said Aqil Siradj, Khatib Am PBNU dalam pertemuannya dengan Arkhimandrit Romo DR. Daniel B.D. Byantoro pada bulan Oktober 1999 di kantor beliau membenarkan adanya kaitan awal munculnya Tasawuf dalam Islam itu dengan praktek Kristen Timur ini. Bahkan beberapa Sufi Muslim itu ada yang juga belajar dari para “Hesykhastis” Kristen Orthodox ini. Hanya saja beliau menambahkan bahwa pada akhirnya Ilmu Tasawuf itu unsur-unsurnya sudah terdapat juga dalam Islam itu sendiri, misalnya kebiasaan Nabi menyendiri di gua Hira, kehidupan Nabi yang sederhana, dan lain-lain.
@ Seorang Darwis atau Darvesh (dari bahasa Persia درویش, Darvīsh melalui Turki, Somalia: Daraawiish, Arab: دولة الدراويش) adalah seseorang menapaki jalan pertapa sufi Muslim atau “Tariqah” ("Tarekat"), dikenal karena kemiskinan yang ekstrim dan kesederhanaan mereka, mirip dengan para biarawan pengemis di Kristen Barat (misal Ordo Fransiskan, Karmelit, Dominikan, Agustinian) atau Hindu / Budha / para Sadhu Jain. Kaum Darwis adalah para mistikus Islam. Salah satu mistikus dan darwis terkenal dalam agama Islam adalah Maulana Jalaluddin Rumi.
@ Hesykhasme: suatu aliran spiritualitas dalam Gereja Timur (Gereja Orthodox), yang memusatkan perhatiannya pada “hesykhia” (=diam, kesunyian, ketenangan lahir batin) sebagai sarana untuk menyelam ke dalam doa batin. Ini sebanding dengan “Ilmu Tasawuf” dalam Islam. Banyak sarjana yang meyakini bahwa munculnya Tasawuf dalam islam itu terkait dan dipengaruhi praktek-praktek Gereja Timur ini. Dalam praktek Hesykhasme yang dijumpai juga dalam praktek-praktek Tasawuf, tujuan akhir untuk menggapai kasih ilahi dan untuk mencapai “Insan Kamil”, yang dalam iman Kristen Orthodox dimengerti sebagai “Theosis” yaitu “menjadi sama seperti Kristus” (1 Yoh. 3:2) atau “ikut ambil bagian dalam kodrat ilahi” (2 Pet. 1:4) itu yang diperjuangkan. Hesykhasme mengalami masa kejayaannya terutama dalam abad 14, tetapi sampai di zaman sekarang pun Hesykhasme masih besar pengaruhnya.
@ Tradisi Mistisisme Kristen sama tuanya dengan agama Kristen sendiri. Sekurang-kurangnya tiga teks dari Perjanjian Baru menjadi dasar tema-tema yang berulang kali muncul di sepanjang pemikiran para mistikus Kristen yang sempat dicatat. Yang pertama, Surat Galatia 2:20; teks Alkitab kedua yang penting bagi mistisisme Kristen adalah 1 Yohanes 3:2; teks yang ketiga, yang khususnya penting bagi mistisime Orthodox Timur ditemukan dalam Surat 2 Petrus 1:4:
Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia.(huruf miring ditambahkan)
Beberapa contoh mistikus Kristen:
• St. Paulus Sang Rasul untuk bangsa-bangsa Goyim (? - l.k. 66)
• St. Yohanes Pembaptis (? - l.k. 36)
• St. Yohanes Sang Rasul (? - l.k.100)
• St. Petrus Sang Rasul (? - l.k.67)
• St. Klemens dari Alexandria (? -216)
• Evagrius Ponticus (345-399)
• St. Gregorius I (590-604)
• St. Symeon Teolog yang Baru (949-1022)
• Mechthild dari Magdeburg (1210-1279)
• Meister Eckhart (l.k. 1260 - 1327/8)
• St. Gregorius Palamas (1296 - 1359)
• St. Bridgeta dari Swedia (1302-1373)
• St. Julian dari Norwich (1342-l.k.1416)
• St. Teresa dari Avila (1515-1582)
• St. Yohanes dari Salib (1542-1591)
• St. Serafim dari Sarov (1759-1833)
• St. Yohanes dari Kronstadt (1829-1908)
• St. Yohanes Maximovich (1896-1966)
• St. Theresa dari Lisieux (1873-1897)
• Thomas Merton (1915-1968)
• St. Padre Pio (1887-1968)
------------------------------------------------------------
Referensi
1. Abul Hasan An-Nadwi. Maulana Jalaluddin Rumi. Al – Mukhtarul Islami lit Tiba’ah wan Nasyr wat Tauzi’, Cairo. Cetakan kedua, tahun 1394 H/ 1974 M. (Jalaluddin Rumi. Sufi Penyair Terbesar. Terjemahan: M. Adib Bisri). Penerbit Pustaka Firdaus. Jakarta. Cetakan Ketiga: April 1997.
2. Episkop Timothy Ware (Penterjemah : Arkhimandrit Daniel Bambang PhD). Mari Mengenal Kekristenan Timur. Sejarah Gereja Orthodox. Satya Widya Graha. Jakarta. 2001.
3. From Wikipedia, the free encyclopedia. Rumi. List of Patriarchs of Babylon, List of Patriarchs of Constantinople.
4. Idries Shah. Kisah-Kisah Sufi. Kumpulan kisah nasehat para guru sufi selama seribu tahun yang lampau. (terjemahan: Sapardi Djoko Damono). Penerbit: Pustaka Firdaus, Jakarta. 1984.
5. Rm. Arkhimandrit Daniel Bambang D. Byantoro. Seminar Gereja Orthodox Indonesia. “Masih Adakah Gereja Perjanjian Baru?”. Lampiran Listing of Ecumenical Patriarchs ofThe Great Church of Christ, Kepatriarkhan Konstantinopel, Istanbul, Turki. Libra Ball Room, Executive Club. Jakarta Hilton Hotel. 21/ 11/ 1997.
6. Dan lain-lain.
Jumat, 16 September 2011
MUKJIZAT PERTOBATAN DAN PANGGILAN RASUL PAULUS
oleh :
Presbyter Rm. Kirill J.S.L.
(Omeц Кирилл Д. С. Л.)
Paroikia St. Iona dari Manchuria
SURABAYA
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
“Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya :”Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku ?” Jawab Saulus :”Siapakah Engkau, Tuhan ?” KataNya :”Akulah Yesus yang kauaniaya itu. Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat.” Maka termangu-mangulah teman-temannya seperjalanan, karena mereka memang mendengar suara itu, tetapi tidak melihat seorangpun juga. Saulus bangun dan berdiri, lalu membuka matanya tetapi ia tidak dapat melihat apa-apa, mereka harus menuntun dia masuk ke Damsyik. (Kisah Para Rasul 9:4-8)
“Maka rebahlah aku ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang berkata kepadaku : :”Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku ?” Jawab Saulus :”Siapakah Engkau, Tuhan ?” KataNya :”Akulah Yesus, orang Nazareth, yang kauaniaya itu. Dan mereka yang menyertai aku, memang melihat cahaya itu, tetapi suara Dia, yang berkata kepadaku, tidak mereka dengar……Dan karena aku tidak dapat melihat oleh karena cahaya yang menyilaukan mata itu, maka kawan-kawan seperjalananku memegang tanganku dan menuntun aku ke Damsyik. (Kisah Para Rasul 22:7-11)
“Kami semua rebah ke tanah dan aku mendengar suatu suara…” (Kisah Para Rasul 26:14)
I. Pertentanganpun dan Inkonsistensi dalam Kisah Pertobatan St. Paulus Sang Rasul?
Ada beberapa pertanyaan mengenai pertobatan Saulus dari Tarrsus [bhs. Ibrani: שאול התרסי Ša’ul HaTarsi bhs. Yunani kuno: Σαούλ (Saul), Σαῦλος (Saulos)], yang kemudian dikenal sebagai Rasul Paulus dari Tarsus (bhs. Yunani kuno: Παῦλος (Paulos) (5 Masehi–67 Masehi), "rasul bagi bangsa-bangsa non-Yahudi" (kaum Goyim) (Roma 11:13) dari kutipan-kutipan ayat di atas yang bagi banyak orang sangat membingungkan. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah:
1. Mengapa dari kutipan-kutipan ayat Alkitab di atas, pengakuan Saulus tidak konsisten ? Pada Kisah Para Rasul 9:4-8, teman-teman Saulus mendengar suara Tuhan, tapi tidak melihat cahaya, sedangkan di Kisah Para Rasul 22:7-11, teman-teman Saulus melihat cahaya yang menyilaukan, tapi tidak mendengar.
2. Yang lebih membingungkan lagi, kalau teman-teman Saulus melihat cahaya itu (Kisah Para Rasul 22:7-11) seharusnya mereka juga tidak dapat melihat, tetapi mengapa mereka bisa menuntun Saulus ke Damsyik ?
3. Kemudian di Kisah Para Rasul 26:14 dikatakan semua rebah ke tanah jadi teman-teman Saulus termasuk Saulus rebah ke tanah, mengapa berita di ayat ini bertentangan dengan dua pasal sebelumnya yaitu Kisah Para Rasul 9:4-8 dan Kisah Para Rasul 22:7-11 ?
II. Teman-teman St. Paulus Sang Rasul Mendengar Suara (Yesus) Ketika Berada Dalam Perjalanan ke Damsyik?
Tidak ada suatu pertentanganpun dan inkonsistensi dalam ayat-ayat Kitab Suci (Alkitab), tetapi ini hanya menunjukkan tentang kurang memadainya makna perbendaharaan terjemahan Alkitab dalam bahasa Indonesia dibanding dalam bahasa aslinya baik bahasa Yunani (Perjanjian Baru) dan Ibrani (Perjanjian Lama). Dalam ayat-ayat di ataspun tidak ada pertentangan sebagai dijelaskan di bawah:
Kontradiksi yang nyata muncul di antara laporan pertama mengenai pertobatan St. Paulus Rasul di Jalan menuju Damsyik (Kis. 9:7) dengan laporan kedua (Kis. 22:9) yaitu yang berkaitan dengan teman-teman seperjalanan Paulus. Apakah mereka mendengar ”Suara dari langit itu atau tidak?”. Kisah Para Rasul 9:7 menyatakan: ”Maka termangu-mangulah teman-temannya seperjalanan, karena mereka memang mendengar suara itu [ακουοντες μεν της φωνης ; akouontes men tês phônês], tetapi tidak melihat seorang jugapun”. Sebaliknya, dalam Kisah Para Rasul 22:9 kita diberitahu, ”Dan mereka yang menyertai aku, memang melihat cahaya itu, tetapi suara Dia yang berkata kepadaku, tidak mereka dengar [την δε φωνην ουκ ηκουσαν ; tên de phônên ouk êkousan]”.
Meskipun demikian, dalam bahasa Yunani asli tidak terdapat pertentangan nyata antara dua pernyataan ini. Bahasa Yunani membedakan antara mendengar suara sebagai ”bunyi” (di mana kata kerja ”mendengar” berfungsi sebagai ”genitif” atau ”penunjuk sumber”), dengan mendengar suara sebagai ”berita atau pesan yang menyampaikan gagasan” (di mana kata kerja ”mendengar” berfungsi sebagai ”akusatif” atau ”menjadi penunjuk obyek”). Karena itu, ketika kita mengemukakan dua pernyataan ini bersama maka kita mendapati teman-teman seperjalanan St. Paulus mendengar ”Suara” tersebut sebagai suatu ”bunyi” (agak mirip dengan orang banyak yang mendengar suara Allah Sang Bapa yang berbicara kepada Sang Putera dalam Yohanes 12:28, namun menangkapnya hanya sebagai bunyi guntur); tetapi mereka tidak (seperti St.Paulus) mendengar pesan yang disampaikan. Rasul Paulus sendiri yang mendengarnya dengan jelas (Kis. 9:4 mengatakan Paulus êkousen phônên – kasus akusatif); walaupun tentu dia pada mulanya menerimanya sebagai bunyi yang mengejutkan (Kis. 22:7: ”Maka rebahlah aku ke tanah dan aku mendengar suatu suara [êkousa phônên] yang berkata kepadaku ... ”). Tetapi, dalam kedua laporan itu tidak ada dinyatakan bahwa teman-temannya mendengar ”Suara” itu dalam pengertian kasus akusatif.
Jadi kata yang diterjemahkan ”suara” juga mempunyai dua arti: pertama, ”bunyi, nada”, dan yang kedua, ”suara”, yaitu ”bunyi kata-kata yang diucapkan” (Greek-English Lexicon of the New Testament karangan Thayer). Suara yang teman-teman Rasul Paulus dengar ialah bunyi; mereka tidak mendengar suara itu sebagai bunyi kata-kata yang diucapkan; mereka tidak mendengar beritanya.
Di sini terdapat terdapat suatu persamaan pelajaran antara ketidakmampuan untuk mendengar ”Suara” itu sebagai pesan yang disampaikan dengan ketidakmampuan untuk melihat kemuliaan Tuhan yang sudah bangkit, kecuali hanya sebagai cahaya yang menyilaukan. Kisah Para Rasul 22:9 mengatakan bahwa mereka melihat cahaya, tetapi Kisah Para Rasul 9:7 menjelaskan bahwa mereka tidak melihat ”Oknum/Pribadi” itu yang memperlihatkan DiriNya melalui cahaya itu. Ada analogi yang jelas antara tingkat-tingkat pemahaman yang berbeda dalam masing-masing kasus.
Mengenai perbedaan kasus secara teknis dalam bahasa Yunani, bdk. W.W. Goodwin dan C.B. Gulick, Greek Grammar [Boston: Ginn & Co., 1930], # 1130, mengatakan: “Genitif-partitif digunakan dengan kata-kata kerja yang berarti mencicipi, mencium (merasakan, bau), mendengar, memahami (merasakan, melihat) dsb”. – dengan contoh dari Aristophanes Pax: phônês akouein moi dokô – ”Saya rasa saya mendengar suatu suara”. Lihat juga # 1104: ”Kata-kata kerja mendengar, mengetahui dsb, bisa menunjukkan obyek dari hal yang didengar dsb (sebagai akusatif), juga bisa menunjukkan dari mana orang itu mendengar (sebagai genitif)”. Ini sangat mirip dengan pembedaan yang dibuat di atas, bahwa akusatif menunjukkan suara itu sebagai pesan atau gagasan yang disampaikan, bukan hanya sebagai bunyi yang bergetar di gendang telinga.
III. Adanya Hijab (Tabir) yang Menghalangi Penglihatan dan Pengenalan akan Yang Ilahi
Kalau teman-teman Saulus melihat cahaya itu seharusnya mereka juga tidak dapat melihat, tetapi mengapa mereka bisa menuntun Saulus ke Damsyik? Seperti dijelaskan di atas, teman-teman Paulus melihat cahaya walaupun tidak mampu untuk melihat kemuliaan Tuhan yang sudah bangkit, kecuali hanya sebagai cahaya yang menyilaukan. Kisah Para Rasul 22:9 mengatakan bahwa mereka melihat cahaya, tetapi Kisah Para Rasul 9:7 menjelaskan bahwa mereka tidak melihat ”Oknum/Pribadi” itu yang memperlihatkan DiriNya melalui cahaya itu.
Walaupun teman-teman Rasul Paulus melihat cahaya, mereka tidak mengalami kebutaan sehingga bisa menuntun Rasul Paulus. Sedang Rasul Paulus mengalami kebutaan karena kasih karunia/rahmat Allah sedang bekerja pada Rasul Paulus yang dipanggil secara khusus (cara panggilan yang tidak dialami oleh para Rasul lainnya) untuk melakukan karya kerasulan di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi (kaum Goyim) melalui peristiwa ini. Dalam hal ini para teman Rasul Paulus memang tidak terpanggil untuk mengemban tugas panggilan khusus seperti Sang Rasul ini, karena itu mereka tidak mengalami problem kebutaan dan mendengar suara sebagai ”berita atau pesan yang menyampaikan gagasan” seperti yang dialami Sang Rasul, walaupun mereka melihat cahaya yang sama. Disebut panggilan khusus sebab Yesus menyatakan DiriNya secara langsung setelah kebangkitanNya kepada Paulus yang sedang dalam perjalanan untuk menganiaya umat Kristen. Inilah sebabnya Rasul Paulus mengatakan panggilan oleh kasih karuniaNya (Gal. 1:15).
Walaupun berupa suara, kasus ini serupa dengan kisah Perjumpaan Kristus yang telah bangkit dengan dua murid di jalan ke Emaus (Luk. 24:13-35). Dalam Lukas 24:16, dikatakan: ”Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia” (”But their eyes were holden, that they should not know Him”; “But their eyes were held so as not to recognize Him”)
[οι (hoi; the) δε (de; yet) οφθαλμοι (ophthalmoi; viewer; eyes) αυτων (autOn; of them) εκρατουντο (ekratounto; were held) του (tou; of the) μη (me; no) επιγνωναι (epignOnai; to on know; to recognize) αυτον (auton; Him)].
Kemudian dalam Lukas 24:31 terjadilah peristiwa: ”Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia” (“And their eyes were opened, and they knew Him”)
[Αυτων (autOn; of them) δε(de; yet) διηνοιχθησαν (dii̱noichthi̱san; were thru up opened; were opened up) οι (hoi; the) οφθαλμοι (ophthalmoi; viewer; eyes) και (kai; and) επεγνωσαν (epegno̱san; they on know; they recognize) αυτον (auton; Him)].
“Terbukalah mata mereka” dalam Lukas 24:31 ini implikasinya mata mereka tadinya tertutup. Tertutupnya mata ini dalam ilmu tasawuf Islam dikenal sebagai ”hijab (tabir)”, yaitu tertutupnya mata batin. Itu adalah istilah yang digunakan dalam Sufisme (Ilmu sufuk (tasawuf) dalam kebatinan Islam; sufi : ahli tasawuf, pengikut kebatinan Islam.). Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa arab: تصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam.
Hijab (bahasa Arab: حجاب ) adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti penghalang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata hijab memiliki arti 1.) dinding yg membatasi sesuatu dng yg lain: 2.) dinding yg membatasi hati manusia dan Allah. Dalam cerita-cerita tentang penampakan yang disajikan Lukas dan Yohanes para murid mula-mula tidak mengenal Tuhan, tetapi baru mengenaliNya setelah Yesus berkata-kata atau memberi tanda (Luk 24:30 dst., Luk 24:35,37 dan Luk 24:39-43; Yoh 20:14,16,20; Yoh 21:4,6-7; bdk Mat 28:17). Sehingga bisa dikatakan disini bahwa “…sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Yesus Kristus Dia (Lukas 24:16) adalah hijab, yaitu tertutupnya mata batin yang kemudian “terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Yesus (Lukas 24:31).
Dalam teologi Orthodox, ”hijab (tabir)” yang menutupi mata hati manusia dari kebenaran Injil (berita keselamatan) itu adalah diakibatkan dosa. Karena itu ”hijab (tabir)” yaitu ”sesuatu yang menghalangi” inilah yang membuat orang tertutup dan sulit menerima kebenaran iman Kristen Apostolik (Rasuliyah) walaupun sudah dijelaskan secara jelas dan gamblang. Tetapi ketika para murid itu menerima Ekaristi Kudus (Perjamuan Kudus), dikatakan: ”Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia, ...” (Luk. 24:31). Ini bisa terjadi karena kasih karunia/rahmat Roh Kudus yang menerangi mata batin saja sehingga orang bisa menerima/melihat Dia yang sudah bangkit, yaitu Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
IV. Kisah Para Rasul 26:14 versus Kisah Para Rasul 9:4-8 dan Kisah Para Rasul 22:7-11?
Kemudian di Kisah Para Rasul 26:14 dikatakan semua rebah ke tanah jadi teman-teman Saulus termasuk Saulus rebah ke tanah, mengapa berita di ayat ini bertentangan dengan dua pasal sebelumnya yaitu Kisah Para Rasul 26:14
Ini adalah gaya peredaksian tabib Lukas ketika menulis Kitab Kisah Para Rasul 26:14. Tidak dituliskannya bahwa teman-teman Saulus rebah ke tanah dalam Kis. 9:4-8 dan Kis. 22:7-11 tidak berarti kedua bab/pasal ini bertentangan dengan bab/pasal 26:14 ini. Sebab jika St. Paulus Rasul pada mulanya terkejut ketika mendengar bunyi ini sehingga rebah ke tanah (Kis. 22:7), maka sangatlah mungkin teman-teman Rasul Paulus juga terkejut dan rebah ke tanah. Tetapi hal jatuh-rebahnya teman-teman Paulus ini sekali lagi bukan menjadi fokus-penekanan pesan-penulisan tabib Lukas tetapi Lukas menulis untuk menekankan Pertobatan Paulus, Kesaksian Pertobatan dan Panggilan Paulus pada orang Yahudi, dan Pembelaan Paulus dihadapan Agripa sesuai judul perikop bab-bab/pasal-pasal ini, sehingga hal rebahnya teman-teman Paulus ini tidak perlu dituliskan. Ini dapat dibandingkan dengan Yohanes 21:25, ”Masih banyak hal-hal lain yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu-persatu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu”.
Oleh Terang Allah Sang Tritunggal Maha Kudus, Bapa, Putera dan Roh Kudus, semoga jawaban-jawaban ini dapat memberikan pencerahan bagi saudara-saudara. Amin!
Referensi
1. Gleason L. Archer. Encyclopedia of Bible Difficulties. Foreword by Kenneth S. Kantzer. The Zondervan Corporation. 1982.
2. R.A. Torrey. Jawaban Bagi Keraguan Anda. (Difficulties in the Bible. The Moody Bible Institute of Chicago). Yayasan Kalam Hidup. Bandung 40112.
3. From Wikipedia, the free encyclopedia.
4. Dan lain-lain.
Presbyter Rm. Kirill J.S.L.
(Omeц Кирилл Д. С. Л.)
Paroikia St. Iona dari Manchuria
SURABAYA
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
“Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya :”Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku ?” Jawab Saulus :”Siapakah Engkau, Tuhan ?” KataNya :”Akulah Yesus yang kauaniaya itu. Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat.” Maka termangu-mangulah teman-temannya seperjalanan, karena mereka memang mendengar suara itu, tetapi tidak melihat seorangpun juga. Saulus bangun dan berdiri, lalu membuka matanya tetapi ia tidak dapat melihat apa-apa, mereka harus menuntun dia masuk ke Damsyik. (Kisah Para Rasul 9:4-8)
“Maka rebahlah aku ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang berkata kepadaku : :”Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku ?” Jawab Saulus :”Siapakah Engkau, Tuhan ?” KataNya :”Akulah Yesus, orang Nazareth, yang kauaniaya itu. Dan mereka yang menyertai aku, memang melihat cahaya itu, tetapi suara Dia, yang berkata kepadaku, tidak mereka dengar……Dan karena aku tidak dapat melihat oleh karena cahaya yang menyilaukan mata itu, maka kawan-kawan seperjalananku memegang tanganku dan menuntun aku ke Damsyik. (Kisah Para Rasul 22:7-11)
“Kami semua rebah ke tanah dan aku mendengar suatu suara…” (Kisah Para Rasul 26:14)
I. Pertentanganpun dan Inkonsistensi dalam Kisah Pertobatan St. Paulus Sang Rasul?
Ada beberapa pertanyaan mengenai pertobatan Saulus dari Tarrsus [bhs. Ibrani: שאול התרסי Ša’ul HaTarsi bhs. Yunani kuno: Σαούλ (Saul), Σαῦλος (Saulos)], yang kemudian dikenal sebagai Rasul Paulus dari Tarsus (bhs. Yunani kuno: Παῦλος (Paulos) (5 Masehi–67 Masehi), "rasul bagi bangsa-bangsa non-Yahudi" (kaum Goyim) (Roma 11:13) dari kutipan-kutipan ayat di atas yang bagi banyak orang sangat membingungkan. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah:
1. Mengapa dari kutipan-kutipan ayat Alkitab di atas, pengakuan Saulus tidak konsisten ? Pada Kisah Para Rasul 9:4-8, teman-teman Saulus mendengar suara Tuhan, tapi tidak melihat cahaya, sedangkan di Kisah Para Rasul 22:7-11, teman-teman Saulus melihat cahaya yang menyilaukan, tapi tidak mendengar.
2. Yang lebih membingungkan lagi, kalau teman-teman Saulus melihat cahaya itu (Kisah Para Rasul 22:7-11) seharusnya mereka juga tidak dapat melihat, tetapi mengapa mereka bisa menuntun Saulus ke Damsyik ?
3. Kemudian di Kisah Para Rasul 26:14 dikatakan semua rebah ke tanah jadi teman-teman Saulus termasuk Saulus rebah ke tanah, mengapa berita di ayat ini bertentangan dengan dua pasal sebelumnya yaitu Kisah Para Rasul 9:4-8 dan Kisah Para Rasul 22:7-11 ?
II. Teman-teman St. Paulus Sang Rasul Mendengar Suara (Yesus) Ketika Berada Dalam Perjalanan ke Damsyik?
Tidak ada suatu pertentanganpun dan inkonsistensi dalam ayat-ayat Kitab Suci (Alkitab), tetapi ini hanya menunjukkan tentang kurang memadainya makna perbendaharaan terjemahan Alkitab dalam bahasa Indonesia dibanding dalam bahasa aslinya baik bahasa Yunani (Perjanjian Baru) dan Ibrani (Perjanjian Lama). Dalam ayat-ayat di ataspun tidak ada pertentangan sebagai dijelaskan di bawah:
Kontradiksi yang nyata muncul di antara laporan pertama mengenai pertobatan St. Paulus Rasul di Jalan menuju Damsyik (Kis. 9:7) dengan laporan kedua (Kis. 22:9) yaitu yang berkaitan dengan teman-teman seperjalanan Paulus. Apakah mereka mendengar ”Suara dari langit itu atau tidak?”. Kisah Para Rasul 9:7 menyatakan: ”Maka termangu-mangulah teman-temannya seperjalanan, karena mereka memang mendengar suara itu [ακουοντες μεν της φωνης ; akouontes men tês phônês], tetapi tidak melihat seorang jugapun”. Sebaliknya, dalam Kisah Para Rasul 22:9 kita diberitahu, ”Dan mereka yang menyertai aku, memang melihat cahaya itu, tetapi suara Dia yang berkata kepadaku, tidak mereka dengar [την δε φωνην ουκ ηκουσαν ; tên de phônên ouk êkousan]”.
Meskipun demikian, dalam bahasa Yunani asli tidak terdapat pertentangan nyata antara dua pernyataan ini. Bahasa Yunani membedakan antara mendengar suara sebagai ”bunyi” (di mana kata kerja ”mendengar” berfungsi sebagai ”genitif” atau ”penunjuk sumber”), dengan mendengar suara sebagai ”berita atau pesan yang menyampaikan gagasan” (di mana kata kerja ”mendengar” berfungsi sebagai ”akusatif” atau ”menjadi penunjuk obyek”). Karena itu, ketika kita mengemukakan dua pernyataan ini bersama maka kita mendapati teman-teman seperjalanan St. Paulus mendengar ”Suara” tersebut sebagai suatu ”bunyi” (agak mirip dengan orang banyak yang mendengar suara Allah Sang Bapa yang berbicara kepada Sang Putera dalam Yohanes 12:28, namun menangkapnya hanya sebagai bunyi guntur); tetapi mereka tidak (seperti St.Paulus) mendengar pesan yang disampaikan. Rasul Paulus sendiri yang mendengarnya dengan jelas (Kis. 9:4 mengatakan Paulus êkousen phônên – kasus akusatif); walaupun tentu dia pada mulanya menerimanya sebagai bunyi yang mengejutkan (Kis. 22:7: ”Maka rebahlah aku ke tanah dan aku mendengar suatu suara [êkousa phônên] yang berkata kepadaku ... ”). Tetapi, dalam kedua laporan itu tidak ada dinyatakan bahwa teman-temannya mendengar ”Suara” itu dalam pengertian kasus akusatif.
Jadi kata yang diterjemahkan ”suara” juga mempunyai dua arti: pertama, ”bunyi, nada”, dan yang kedua, ”suara”, yaitu ”bunyi kata-kata yang diucapkan” (Greek-English Lexicon of the New Testament karangan Thayer). Suara yang teman-teman Rasul Paulus dengar ialah bunyi; mereka tidak mendengar suara itu sebagai bunyi kata-kata yang diucapkan; mereka tidak mendengar beritanya.
Di sini terdapat terdapat suatu persamaan pelajaran antara ketidakmampuan untuk mendengar ”Suara” itu sebagai pesan yang disampaikan dengan ketidakmampuan untuk melihat kemuliaan Tuhan yang sudah bangkit, kecuali hanya sebagai cahaya yang menyilaukan. Kisah Para Rasul 22:9 mengatakan bahwa mereka melihat cahaya, tetapi Kisah Para Rasul 9:7 menjelaskan bahwa mereka tidak melihat ”Oknum/Pribadi” itu yang memperlihatkan DiriNya melalui cahaya itu. Ada analogi yang jelas antara tingkat-tingkat pemahaman yang berbeda dalam masing-masing kasus.
Mengenai perbedaan kasus secara teknis dalam bahasa Yunani, bdk. W.W. Goodwin dan C.B. Gulick, Greek Grammar [Boston: Ginn & Co., 1930], # 1130, mengatakan: “Genitif-partitif digunakan dengan kata-kata kerja yang berarti mencicipi, mencium (merasakan, bau), mendengar, memahami (merasakan, melihat) dsb”. – dengan contoh dari Aristophanes Pax: phônês akouein moi dokô – ”Saya rasa saya mendengar suatu suara”. Lihat juga # 1104: ”Kata-kata kerja mendengar, mengetahui dsb, bisa menunjukkan obyek dari hal yang didengar dsb (sebagai akusatif), juga bisa menunjukkan dari mana orang itu mendengar (sebagai genitif)”. Ini sangat mirip dengan pembedaan yang dibuat di atas, bahwa akusatif menunjukkan suara itu sebagai pesan atau gagasan yang disampaikan, bukan hanya sebagai bunyi yang bergetar di gendang telinga.
III. Adanya Hijab (Tabir) yang Menghalangi Penglihatan dan Pengenalan akan Yang Ilahi
Kalau teman-teman Saulus melihat cahaya itu seharusnya mereka juga tidak dapat melihat, tetapi mengapa mereka bisa menuntun Saulus ke Damsyik? Seperti dijelaskan di atas, teman-teman Paulus melihat cahaya walaupun tidak mampu untuk melihat kemuliaan Tuhan yang sudah bangkit, kecuali hanya sebagai cahaya yang menyilaukan. Kisah Para Rasul 22:9 mengatakan bahwa mereka melihat cahaya, tetapi Kisah Para Rasul 9:7 menjelaskan bahwa mereka tidak melihat ”Oknum/Pribadi” itu yang memperlihatkan DiriNya melalui cahaya itu.
Walaupun teman-teman Rasul Paulus melihat cahaya, mereka tidak mengalami kebutaan sehingga bisa menuntun Rasul Paulus. Sedang Rasul Paulus mengalami kebutaan karena kasih karunia/rahmat Allah sedang bekerja pada Rasul Paulus yang dipanggil secara khusus (cara panggilan yang tidak dialami oleh para Rasul lainnya) untuk melakukan karya kerasulan di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi (kaum Goyim) melalui peristiwa ini. Dalam hal ini para teman Rasul Paulus memang tidak terpanggil untuk mengemban tugas panggilan khusus seperti Sang Rasul ini, karena itu mereka tidak mengalami problem kebutaan dan mendengar suara sebagai ”berita atau pesan yang menyampaikan gagasan” seperti yang dialami Sang Rasul, walaupun mereka melihat cahaya yang sama. Disebut panggilan khusus sebab Yesus menyatakan DiriNya secara langsung setelah kebangkitanNya kepada Paulus yang sedang dalam perjalanan untuk menganiaya umat Kristen. Inilah sebabnya Rasul Paulus mengatakan panggilan oleh kasih karuniaNya (Gal. 1:15).
Walaupun berupa suara, kasus ini serupa dengan kisah Perjumpaan Kristus yang telah bangkit dengan dua murid di jalan ke Emaus (Luk. 24:13-35). Dalam Lukas 24:16, dikatakan: ”Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia” (”But their eyes were holden, that they should not know Him”; “But their eyes were held so as not to recognize Him”)
[οι (hoi; the) δε (de; yet) οφθαλμοι (ophthalmoi; viewer; eyes) αυτων (autOn; of them) εκρατουντο (ekratounto; were held) του (tou; of the) μη (me; no) επιγνωναι (epignOnai; to on know; to recognize) αυτον (auton; Him)].
Kemudian dalam Lukas 24:31 terjadilah peristiwa: ”Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia” (“And their eyes were opened, and they knew Him”)
[Αυτων (autOn; of them) δε(de; yet) διηνοιχθησαν (dii̱noichthi̱san; were thru up opened; were opened up) οι (hoi; the) οφθαλμοι (ophthalmoi; viewer; eyes) και (kai; and) επεγνωσαν (epegno̱san; they on know; they recognize) αυτον (auton; Him)].
“Terbukalah mata mereka” dalam Lukas 24:31 ini implikasinya mata mereka tadinya tertutup. Tertutupnya mata ini dalam ilmu tasawuf Islam dikenal sebagai ”hijab (tabir)”, yaitu tertutupnya mata batin. Itu adalah istilah yang digunakan dalam Sufisme (Ilmu sufuk (tasawuf) dalam kebatinan Islam; sufi : ahli tasawuf, pengikut kebatinan Islam.). Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa arab: تصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam.
Hijab (bahasa Arab: حجاب ) adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti penghalang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata hijab memiliki arti 1.) dinding yg membatasi sesuatu dng yg lain: 2.) dinding yg membatasi hati manusia dan Allah. Dalam cerita-cerita tentang penampakan yang disajikan Lukas dan Yohanes para murid mula-mula tidak mengenal Tuhan, tetapi baru mengenaliNya setelah Yesus berkata-kata atau memberi tanda (Luk 24:30 dst., Luk 24:35,37 dan Luk 24:39-43; Yoh 20:14,16,20; Yoh 21:4,6-7; bdk Mat 28:17). Sehingga bisa dikatakan disini bahwa “…sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Yesus Kristus Dia (Lukas 24:16) adalah hijab, yaitu tertutupnya mata batin yang kemudian “terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Yesus (Lukas 24:31).
Dalam teologi Orthodox, ”hijab (tabir)” yang menutupi mata hati manusia dari kebenaran Injil (berita keselamatan) itu adalah diakibatkan dosa. Karena itu ”hijab (tabir)” yaitu ”sesuatu yang menghalangi” inilah yang membuat orang tertutup dan sulit menerima kebenaran iman Kristen Apostolik (Rasuliyah) walaupun sudah dijelaskan secara jelas dan gamblang. Tetapi ketika para murid itu menerima Ekaristi Kudus (Perjamuan Kudus), dikatakan: ”Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia, ...” (Luk. 24:31). Ini bisa terjadi karena kasih karunia/rahmat Roh Kudus yang menerangi mata batin saja sehingga orang bisa menerima/melihat Dia yang sudah bangkit, yaitu Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
IV. Kisah Para Rasul 26:14 versus Kisah Para Rasul 9:4-8 dan Kisah Para Rasul 22:7-11?
Kemudian di Kisah Para Rasul 26:14 dikatakan semua rebah ke tanah jadi teman-teman Saulus termasuk Saulus rebah ke tanah, mengapa berita di ayat ini bertentangan dengan dua pasal sebelumnya yaitu Kisah Para Rasul 26:14
Ini adalah gaya peredaksian tabib Lukas ketika menulis Kitab Kisah Para Rasul 26:14. Tidak dituliskannya bahwa teman-teman Saulus rebah ke tanah dalam Kis. 9:4-8 dan Kis. 22:7-11 tidak berarti kedua bab/pasal ini bertentangan dengan bab/pasal 26:14 ini. Sebab jika St. Paulus Rasul pada mulanya terkejut ketika mendengar bunyi ini sehingga rebah ke tanah (Kis. 22:7), maka sangatlah mungkin teman-teman Rasul Paulus juga terkejut dan rebah ke tanah. Tetapi hal jatuh-rebahnya teman-teman Paulus ini sekali lagi bukan menjadi fokus-penekanan pesan-penulisan tabib Lukas tetapi Lukas menulis untuk menekankan Pertobatan Paulus, Kesaksian Pertobatan dan Panggilan Paulus pada orang Yahudi, dan Pembelaan Paulus dihadapan Agripa sesuai judul perikop bab-bab/pasal-pasal ini, sehingga hal rebahnya teman-teman Paulus ini tidak perlu dituliskan. Ini dapat dibandingkan dengan Yohanes 21:25, ”Masih banyak hal-hal lain yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu-persatu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu”.
Oleh Terang Allah Sang Tritunggal Maha Kudus, Bapa, Putera dan Roh Kudus, semoga jawaban-jawaban ini dapat memberikan pencerahan bagi saudara-saudara. Amin!
Referensi
1. Gleason L. Archer. Encyclopedia of Bible Difficulties. Foreword by Kenneth S. Kantzer. The Zondervan Corporation. 1982.
2. R.A. Torrey. Jawaban Bagi Keraguan Anda. (Difficulties in the Bible. The Moody Bible Institute of Chicago). Yayasan Kalam Hidup. Bandung 40112.
3. From Wikipedia, the free encyclopedia.
4. Dan lain-lain.
Langganan:
Postingan (Atom)