Gerakan Sekali Bilas
Oleh: Akh. Muzakki
The use of the environmental movement is instrumental...
As a means for considering associational development
(Adam Fagan, 2004:1)
---
KUTIPAN dari karya akademik Adam Fagan tersebut menjelaskan bahwa gerakan lingkungan (environmental movement) sangat bernilai tinggi. Nilai signifikansinya melintasi sekat-sekat ekonomi hingga menunjuk pada reformasi kultural pada pemahaman masyarakat atas hidup dan kehidupan bersama.
Adam Fagan membedakan istilah ''gerakan lingkungan'' dari ''gerakan hijau'' (green movement). Meski berkontribusi pada proses penguatan kesadaran publik atas determinasi lingkungan pada hidup dan kehidupan bersama, keduanya memiliki perbedaan konseptual.
Gerakan hijau dipandang lebih cenderung pada kampanye untuk menggeser pola konsumsi individu di masyarakat agar lebih taat asas lingkungan, bahkan kerap dipelesetkan sebagai gerakan untuk mempromosikan produk konsumsi ramah lingkungan daripada produk-produk lainnya. Gerakan lingkungan justru dianggap sebagai gerakan politis-kultural untuk menyelesaikan problem-problem lingkungan seperti polusi, kekeringan, dan pemborosan penggunaan air bersih.
Terlepas dari perbedaan konseptual tersebut, makna esensial yang dikandung dua gerakan itu menunjuk pada pentingnya kesadaran atas lingkungan hidup. Publik perlu bersinergi satu sama lain untuk kepentingan penguatan kesadaran bersama atas pentingnya lingkungan dimaksud.
Dari sisi kebijakan, esensi konsep gerakan hijau dan gerakan lingkungan telah dicoba dikonkretkan Pemerintah Kota Surabaya. Setelah sekian lama mengampanyekan Surabaya Hijau, pemkot mulai menggalakkan kampanye sadar lingkungan. Salah satu contoh konkretnya adalah kampanye penghematan pemakaian air. Misalnya, sebagaimana diberitakan Metropolis (10/3/2010), dengan menggandeng Unilever sebagai partner, pemkot me-launching ''Gerakan Sekali Bilas''.
Kampanye lingkungan semacam itu penting untuk menumbuhkan kesadaran publik atas pentingnya penghematan pemakaian air bersih. Sebab, sikap boros akan berdampak pada sumber-sumber dan ketahanan lingkungan.
Problem Air
Jika Adam Fagan mengindikasikan nilai pentingnya gerakan lingkungan dari berbagai perspektif teoretis seperti yang telah dijelaskan tersebut, Wali Kota Bambang Dwi Hartono saat acara launching Gerakan Sekali Bersih secara spesifik menyatakan, ''Air adalah sesuatu yang vital bagi kehidupan. Jika tak ada air, tak ada kehidupan.''
Di bagian wilayah dunia yang tropis, publik tidak terlalu hirau atas pentingnya air. Curah hujan yang tinggi membuat masyarakat merasa percaya diri bahwa air tidak akan menjadi problem besar. Sebagai akibatnya, konsumsi yang hemat atas air cenderung belum menjadi bagian dari pola konsumsi kita bersama. Dalam basis kognitif publik, konsumi hemat dianggap bukanlah isu bagi mereka.
Kita perlu belajar dari pengalaman negeri tetangga Australia. Di sejumlah wilayah di Negeri Kanguru itu, air menjadi problem besar. Cadangan air di waduk-waduk sumber konsumsi masyarakat tidak selalu mencukupi sepanjang tahun.
Dibuatlah aturan oleh pemerintah lokal di sejumlah negara bagian Australia. Berkurangnya cadangan air segera diikuti aturan pengetatan penggunaan air melalui indikasi levelling mulai level 1 hingga 7. Aturan levelling itu akan bergerak naik-turun sesuai naik-turunnya candangan air.
Saat cadangan air memasuki kondisi kritis, aturan pengetatan akan diberlakukan hingga level 7. Saat itu, mandi hanya dibatasi sekali sehari. Itu pun dibatasi lebih jauh hingga tidak lebih dari 4 menit.
Untuk mengontrol berlakunya aturan penggunaan air tersebut, terutama saat-saat kritis, pemerintah lokal memberikan kewenangan kepada anggota masyarakat untuk melaporkan ke pihak berwajib jika mendapati tetangganya menggunakan jatah air di luar ketentuan yang saat itu diberlakukan.
Pihak berwenang pun segera menindak pelanggar aturan tersebut. Bahkan, denda dalam bentuk uang dalam jumlah besar segera dikenakan jika terbukti secara meyakinkan melanggar. Aturan itu diberlakukan agar penggunaan air yang hemat menjadi kesadaran penuh dalam pratik keseharian masyarakat.
Air Bawah Tanah
Saya sepakat sepenuhnya dengan Gerakan Sekali Bilas yang dicanangkan Pemkot Surabaya. Namun, menurut hemat saya, kampanye model gerakan lingkungan tersebut tidak boleh berhenti pada level konsumsi individual masyarakat, namun juga harus menyentuh pola dan praktik konsumsi oleh pelaku industri.
Mengapa begitu? Menurut hemat saya, problem air di wilayah metropolis pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya, selain diderek pola konsumsi yang boros, dipicu rendahnya kesadaran atas pentingnya pengelolaan sumber-sumber air, baik oleh individu masyarakat maupun lebih-lebih oleh pelaku industri.
Merebaknya kasus penggunaan air bawah tanah (ABT) oleh industri di kawasan Sidoarjo pada Januari 2010 perlu mendapat perhatian dan menjadi pelajaran bersama. Sebagaimana dilaporkan Jawa Pos (4/1/2010), ABT biasa digunakan perusahaan besar di wilayah Sidoarjo yang meliputi Buduran, Kota, Candi, Porong, Wonoayu, Krian, dan Waru.
Mereka cenderung memakai ABT karena enggan menggunakan jasa PDAM. Cara yang mereka lakukan adalah mengebor untuk mendapat sumber air bersih secara mandiri di luar ketentuan pengaturan resmi melalui perusahaan air minum.
Dalam banyak kasus, pengeboran air seperti yang dimaksud sulit dikontrol. Padahal, dampaknya sangat jelas. Pengeboran liar akan mengganggu potensi air di lingkungan sekitarnya. Air di lingkungan sekitar pengeboran bisa tidak jernih, bahkan cenderung berkurang.
Karena itu, Gerakan Sekali Bilas pada level individu masyarakat semestinya segera diteruskan dengan ''gerakan stop pengeboran'' untuk level pelaku industri.
Masa depan anak bangsa tidak saja ditentukan kreativitas dan kecakapan berolah pikir, tapi juga oleh ketersediaan sumber-sumber alam. Karena itu, kampanye melalui gerakan lingkungan harus menjadi agenda bersama. (*/mik)
*Akh. Muzakki, Grad Dip SEA MAg MPhil PhD
Direktur Riset Islamic Educational Consultant (IEC)
Sumber:
Harian Jawa Pos, Rabu, 17 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
HARAP MENCANTUMKAN NAMA, EMAIL(HP/TLPN RMH). WAJIB DICANTUMKAN