by Agus Mustofa
on Saturday, August 21, 2010 at 8:09pm
Akhirnya, kami benar-benar meninggalkan Kota Luxor yang bertaburan situs penting dalam sejarah Mesir kuno. Kami berangkat pagi untuk menuju Kota Asyut yang berjarak sekitar 300 km dengan mengendarai mobil.
Menyusuri jalan sebelah timur Sungai Nil lebih baik jika dibandingkan dengan sebelah barat. Jalanan tepi barat adalah kawasan yang dikenal dengan nama zira'i alias jalanan pedesaan dan area pertanian. Sedangkan kawasan timur dikenal sebagai sakhrawi alias jalanan padang pasir. Lewat zira'i, perjalanan tidak akan lancar karena sering bertemu dengan perkampungan, pasar, dan iring-iringan kambing atau sapi. Sedangkan lewat sakhrawi jauh lebih lancar. Bahkan, rasanya seperti lewat tol meskipun harus melalui kawasan padang pasir nan tandus.
Sekitar empat jam perjalanan, sampailah kami di Kota Asyut. Sebuah kota yang bersih dan tenteram. Aliran Sungai Nil yang tenang menambah ketenteraman kota kecil itu. Tidak banyak situs Mesir kuno di kawasan tersebut. Tetapi, ada situs yang sangat menarik dari zaman Masehi. Yakni, tempat singgah Nabi Isa dan ibunya, Siti Maryam.
Sebelum pergi ke penginapan, saya memutuskan langsung berkunjung ke perbukitan Jabbal Asyut, tempat nabi Bani Israil itu singgah bersama ibunya. Daerahnya agak masuk dari jalan utama, sekitar 10 km. Kemudian, berbelok, naik ke perbukitan. Dari kejauhan, lokasi situs sudah kelihatan. Situs tersebut berupa sebuah gua besar yang kini sudah berubah menjadi sekelompok bangunan gereja: Deir Durunka. Di situlah terdapat salah satu pusat pengaderan biarawan Kristen Koptik untuk mengembangkan agamanya.
Berbincang akrab dengan Abuna (Romo) Bishoi, di Biara Durunka
Untung, kami datang pada Agustus, saat perayaan datangnya Isa dan Maryam ke tempat tersebut dihelat. Jadi, jamaah yang berziarah sedang ramai-ramainya. Menurut panitia perayaan, jumlah jamaah yang datang bisa mencapai 1 juta orang dalam waktu 15 hari. Yaitu, mulai 7-22 Agustus.
Memasuki halaman Biara Durunka, saya mendengar suara puji-pujian dalam bahasa Arab, mirip orang Islam kala mengaji, yang disiarkan lewat pengeras suara. Ingin tahu isinya, saya membeli buku pujian itu. Bunyinya, antara lain:
Ummuna yaa 'adrak, yaa ummal masih.
Yalli fiiki daaiman biyikhlu almadiih.
Quluubna bitikhibbik khubb
ma lausy matsil.
A'idzin nufadhdhol janbik wa
naquulu taraatil.
(Ibunda kami sang perawan suci, wahai ibunda Almasih.
Yang ada pada dirimu selamanya pantas mendapatkan puji-puji.
Kami mencintaimu dengan sepenuh hati, cinta yang tak tertandingi.
Kami ingin selalu berada di sampingmu dan menghaturkan puji-puji.)
Memasuki kawasan gua suci, kami didampingi seorang biarawan bernama Abram. Dia menemani kami melihat-lihat sampai dalam gua yang ternyata cukup besar, seluas ratusan meter persegi. Di tempat itulah dulu perawan suci Maryam dan putranya, Nabi Isa, bersembuyi dari kejaran Raja Herodes yang hendak membunuh mereka.
jamaah berdoa di depan ruang Maryam, di dalam gua Jabbal Asyut
Gua di Jabbal Asyut itu menjadi persinggahan terakhir ibu dan anak tersebut dalam menempuh perjalanan sekitar 1.000 km. Mereka berkelana sekitar tiga tahun, dimulai dari Palestina, menyeberang ke Mesir lewat Gaza dan Rafah, kemudian menyusur ke arah hulu Sungai Nil, tepatnya ke selatan. Waktu itu Nabi Isa masih berumur beberapa bulan. Dengan naik keledai dan didampingi Yusuf, paman Maryam, mereka singgah di berbagai kota di sepanjang Sungai Nil. Di antaranya, Tal Basta, Sakha, Wadi El Natrun, Bahnassa, Smalot, Dairut, Jabbal Kuskam, dan terakhir Jabbal Asyut.
Bersama biarawan Abram, saya melihat-lihat isi gua yang kini menjadi tempat peribadatan umat Kristen Koptik itu. Saya mengamati dua ruang yang pernah menjadi tempat tidur Maryam dan Isa. Yaitu, pojok kanan dan kiri bagian paling dalam gua. Di sana, banyak jamaah yang berkerumun untuk berdoa dan memohon berkah. Mereka berdoa sambil menghadap ke dalam ruang yang diberi pintu terali, yang di dalamnya terdapat foto Bunda Maryam dan Nabi Isa dalam ukuran besar. Foto ibu dan anak tersebut setiap perayaan tahunan seperti sekarang selalu diarak keliling Kota Asyut dengan dinaikkan ke kendaraan semacam kereta. Dalam waktu bersamaan, umat Kristen Koptik di sekitar Jabbal Asyut menggelar pasar malam dengan acara-acara meriah. Juga ada acara pembaptisan bayi dan anak-anak.
Di depan gua Maryam, menjelang pembaptisan anak
Peribadatan penganut Kristen Koptik memiliki sejumlah perbedaan dengan umat Kristen pada umumnya. Mereka mengaku memperoleh syiar agama lewat orang-orang suci pada zaman-zaman awal. Saya melihat foto Saint Markus dalam ukuran besar dipajang di dalam ruang gereja mereka. Orang suci itulah yang dimuliakan sebagai pembawa ajaran ke Mesir.
Salah satu di antara perbedaan tersebut adalah sembahyang tujuh kali dalam sehari yang mereka sebut sebagai as sab'u shalawat (salat tujuh waktu). Ibadah lima waktu di antaranya mirip dengan yang dijalankan oleh umat Islam, yakni pukul 06.00, 12.00, 15.00, 18.00, dan menjelang tidur. Sedangkan dua ibadah lain dilaksanakan pukul 09.00, yang mirip dengan salat Duha, dan tengah malam, yang mereka sebut sebagai nisyfu al lail, yang mirip dengan salat Tahajud. Mereka juga berpuasa 40 hari menjelang perayaan Paskah. Lalu, puncak perbedaan mereka dengan umat Kristen pada umumnya terdapat pada perayaan Natal. Mereka tidak memperingati Natal setiap 25 Desember, melainkan setiap 7 Januari.
Siti Maryam dan Nabi Isa adalah dua manusia yang sangat dimuliakan dalam Alquran. Mereka menjalani penderitaan dengan penuh kesabaran sebagai pengabdian yang tulus kepada Allah, sang Ilahi Rabbi yang mengutus mereka. Pada zaman Raja Herodes yang beragama pagan, seperti para firaun, ibu dan anak itu diancam dibunuh karena dikhawatirkan melahirkan masalah bagi Kerajaan Romawi.
Atas perintah Allah, mereka menjauh untuk sementara. Kemudian, mereka kembali kepada Bani Israil, menyiarkan agama tauhid untuk menentang agama-agama pagan yang dianut kebanyakan bangsa Romawi waktu itu. "Telah Kami jadikan putra Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi (kekuasaan Kami). Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar, yang memiliki banyak padang rumput dan sumber air bersih yang mengalir (QS. 23: 50)."
Sumber:
Jawa Pos, Minggu, 22 Agustus 2010 : http://www.jawapos.com
Selasa, 24 Agustus 2010
Minggu, 22 Agustus 2010
INCEST DALAM KITAB SUCI
oleh :
Presbyter Rm.Kirill JSL
(Omeц Кирилл Д. С. Л.)
Paroikia St. Jonah dari Manchuria, Surabaya
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
I. Definisi dan Selayang-Pandang Incest
Incest yang disebut juga hubungan sedarah, hubungan sumbang atau perkawinan sedarah adalah hubungan saling mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga (kekerabatan) yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri. Pengertian istilah ini lebih bersifat sosio antropologis daripada biologis (bandingkan dengan kerabat-dalam untuk pengertian biologis) meskipun sebagian penjelasannya bersifat biologis. Sedang definisi dari Kamus New Collins (New Collins Dictionary) menyebut Incest adalah "Hubungan seksual antara 2 orang yang mempunyai hubungan yang sangat dekat." Kamus Oxford menambahkan kalimat - "Untuk menikah."
Hubungan sumbang diketahui berpotensi tinggi menghasilkan keturunan yang secara biologis lemah, baik fisik maupun mental (cacat), atau bahkan letal (mematikan). Fenomena ini juga umum dikenal dalam dunia hewan dan tumbuhan karena meningkatnya koefisien kerabat-dalam pada anak-anaknya. Akumulasi gen-gen pembawa 'sifat lemah' dari kedua tetua pada satu individu (anak) terekspresikan karena genotipe-nya berada dalam kondisi homozigot.
Secara sosial, hubungan sumbang dapat disebabkan, antara lain, oleh ruangan dalam rumah yang tidak memungkinkan orangtua, anak, atau sesama saudara pisah kamar. Hubungan sumbang antara orang tua dan anak dapat pula terjadi karena kondisi psikososial yang kurang sehat pada individu yang terlibat. Beberapa budaya juga mentoleransi hubungan sumbang untuk kepentingan-kepentingan tertentu, seperti politik atau kemurnian ras.
Akibat hal-hal tadi, hubungan sumbang tidak dikehendaki pada hampir semua masyarakat dunia. Semua agama besar dunia melarang hubungan sumbang. Di dalam aturan agama Islam (fiqih), misalnya, dikenal konsep muhrim yang mengatur hubungan sosial di antara individu-individu yang masih sekerabat. Bagi seseorang tidak diperkenankan menjalin hubungan percintaan atau perkawinan dengan orang tua, kakek atau nenek, saudara kandung, saudara tiri (bukan saudara angkat), saudara dari orang tua, kemenakan, serta cucu.
Pada kelompok masyarakat tertentu, seperti suku Polahi di Kabupaten Gorontalo, Sulawesi, praktik hubungan sumbang banyak terjadi. Perkawinan sesama saudara adalah hal yang wajar dan biasa di kalangan suku Polahi.
Kalangan bangsawan Mesir Kuno, khususnya pascainvasi Alexander Agung, melakukan perkawinan dengan saudara kandung dengan maksud untuk mendapatkan keturunan berdarah murni dan melanggengkan kekuasaan. Contoh yang terdokumentasi adalah perkawinan Ptolemeus II dengan saudara perempuannya, Elsinoé. Beberapa ahli berpendapat, tindakan seperti ini juga biasa dilakukan kalangan orang biasa. Toleransi semacam ini didasarkan pada mitologi Mesir Kuno tentang perkawinan Dewa Osiris dengan saudaranya, Dewi Isis.
Dalam mitologi Yunani kuno, Dewa Zeus kawin dengan Hera, yang merupakan kakak kandungnya sendiri.
Folklor Indonesia juga mengenal hubungan sumbang. Hubungan sumbang antara Sangkuriang dan ibunya sendiri (Dayang Sumbi) dalam dongeng masyarakat Sunda atau antara Prabu Watugunung dan ibunya (Sinta), yang menghasilkan 28 anak — kisahnya diabadikan dalam pawukon — adalah contoh-contohnya.
II. Kasus Incest Zaman Adam sampai Zaman Nuh: Melanjutkan Keturunan
Dalam Kitab Suci, terutama Kitab Perjanjian Lama banyak dikisahkan tentang incest atau perkawinan sedarah. Banyak orang mempertanyakan, bagaimana mungkin sebuah Kitab dari Allah menulis dan mendukung perkawinan sedarah (incest) ini? Apakah Allah memang mendukung incest pada masa-masa itu? Apakah ini adalah bukti bahwa Kitab Suci (Alkitab) adalah kitab yang mendukung perzinahan (incest)?
Menurut Kitab Kejadian, pada suatu saat Kain membunuh adiknya, Habel (Kejadian 4:8). Sebagai hukuman atas kejahatannya ini, Tuhan mengusir Kain dari tempat kediamannya dan dari kehadiranNya. Dikatakan bahwa pada suatu waktu Kain mendapatkan seorang istri, serta membangun sebuah kota.
Kain bersetubuh dengan isterinya dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Henokh; kemudian Kain mendirikan suatu kota dan dinamainya kota itu Henokh, menurut nama anaknya (Kejadian 4:17)
Dari ayat-ayat di atas, langsung kita ingin tahu, dari mana Kain mendapatkan istrinya. Sampai bahasan ini kita hanya tahu tentang kedua anak Adam dan Hawa, yaitu Kain dan Habel. Pertanyaan seperti ini telah sering diajukan sehingga layak mendapatkan tempat dalam Biblical Hall of Famous Questions.
Sebuah teori yang diajukan menjelaskan adanya sejumlah orang yang cukup banyak, yang sangat bertentangan dengan data Alkitab. Teori ini menegaskan bahwa ada bangsa ”pra-Adam” yang tinggal di sekitar taman Eden, sehingga Kain mendapatkan istri dari antara mereka.
Akan tetapi, teori ini tidak dapat dipertahankan, karena Kitab Suci dengan jelas mengajarkan bahwa Adamlah manusia yang pertama (1 Korintus 15:45), dan istrinya, Hawa, adalah ”ibu semua yang hidup” (Kejadian 3:20).
Jawaban yang paling jelas seharusnya adalah bahwa Adam dan Hawa memiliki anak-anak lain selain mereka yang sejauh ini tersurat, termasuk anak-anak perempuan. Memang, Kejadian 5:4 dengan jelas mengatakan demikian, "[Adam] memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan".
Masalahnya adalah bahwa Kain pasti telah menikahi saudara perempuannya. Namun dengan mengakuinya berarti memunculkan kesulitan berikutnya. Apakah ia melakukan kesalahan incest jika ia menikahi saudara perempuannya sendiri?
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan kasus incest dalam Kitab Perjanjian Lama adalah sembilan pokok utama yang tercatat di dalam Kitab kejadian :
1. Adam adalah manusia pertama (Kejadian 2:7, 18-19 bandingkan 1 Korintus 15:45).
2. Adam hidup selama 930 tahun (Kejadian 5:5).
3. Hawa diberi nama itu karena DIALAH YANG MENJADI IBU BAGI SEMUA YANG HIDUP (Kejadian 3:20)
4. Adam dan Hawa MEMPERANAKKAN ANAK-ANAK LELAKI DAN PEREMPUAN (Kejadian 5:4)
5. Segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik ketika pertama kali dijadikan (Kejadian 1:31).
6. Kebaikan ini telah dirusak ketika "dosa telah masuk ke dolam dunia oleh satu orang" (Roma 5:12 bandingkan Kejadian 3)
7. Penciptaan dikutuk oleh Allah (Kejadian 3: 17 bandingkan Roma 8:20-22) karena dosa Adam.
8. Abraham kawin dengan saudaranya perempuan seayah lain ibu. (Kejadian 20:12)
9. Hukum perkawinan dengan kerabat dekat berasal dari zaman Musa (Imamat 18:20)
Kesembilan pokok utama ini memberikan petunjuk yang mengisyaratkan bahwa Kain tentu telah mengawini saudara perempuannya sendiri.
Paling sedikit ada dua hal yang dapat dikatakan menanggapi hal yang di jaman modern ini dianggap memalukan. Pertama, jika umat manusia berkembang biak dari satu pasang saja, sebagaimana kita percaya bukti menyatakan demikian, perkawinan-perkawinan antarsaudara semacam itu tidak dapat dihindarkan. Jika kita menuntut harus ada cara lain untuk memulai umat manusia maka itu merupakan pengharapan yang tidak pada tempatnya.
Yang kedua, pendapat tentang incest haruslah diselidiki dengan lebih saksama. Mula-mula dosa incest dihubungkan dengan hubungan seksual antara orangtua dengan anak-anak. Baru sesudah itulah pendapat tentang incest diperluas menjadi hubungan-hubungan antar saudara sekandung.
Ketika Allah menciptakan Adam dan Hawa, hanya merekalah manusia yang ada. Kitab Kejadian menceritakan asal usul mereka masing-masing yang khas, dan bagaimana mereka diperintahkan untuk berkembang biak dan memenuhi bumi (dengan keturunan mereka).
Sekalipun Adam dan Hawa mempunyai banyak anak laki-lakl dan perempuan, nama-nama yang kita ketahui hanya tiga: Kain, Habel dan Set. Yang tiga ini dibicarakan begitu rinci karena peristiwa-peristiwa penting yang kita perlu ketahui. Bagaimanakah rupa anak-anak yang lain? Alkitab mengatakan kepada kita bahwa keturunan Adam dan Hawa pergi dan membangun kota-kota. Misalnya, Kain pergi ke tanah Nod bersama istrinya dan membangun sebuah kota (Kejadian 4:16-17), membuat alat-alat musik (Kejadian 4:21), dan mengerjakan logam-logam (pekerjaan pandai besi) (Kejadian 4:22)
Jadi bagaimana hal ini memberitahukan kepada kita bahwa istri Kain adalah saudara perempuannya? Dalam Kejadian 3:20 kita membaca bahwa Hawa diberi nama itu karena dialah yang menjadi ibu dari SEMUA yang hidup, bukan hanya BEBERAPA yang hidup. Kemudian Kejadian 5:4 memberitahukan kepada kita bahwa Adam dan Hawa mempunyai anak laki-laki dan perempuan. Sebenarnya, menurut adat-istiadat Yahudi bahwa mereka mempunyai 33 anak laki-laki dan 23 anak perempuan! (Catatan: Angka ini diberikan di dalam terjemahan William Whitson tentang Josephus - Complete Works, Antiquities III, 1, P 27.) Jangan lupa: Adam hidup sampai 930 tahun, maka terdapat banyak waktu! Juga cukup jelas dari Injil bahwa Adam adalah manusia pertama (1 Korintus 15:45).
Kita dapat simpulkan bahwa kedua orang pertama, yang langsung diciptakan atas perbuatan Allah, mempunyai banyak anak - laki-laki dan perempuan. Kemudian dengan jelas menunjukkan, anak laki-laki harus mengawini anak-anak perempuan untuk terjadinya generasi berikutnya, Istri Kain pasti adalah kerabat yang sangat dekat sekali!
Tetapi Kain adalah anak pertama yang dilahirkan. Sebenarnya ia pasti tidak menerima gen yang tidak sempurna dari Adam dan Hawa, begitu juga anak-anak Adam dan Hawa yang lain. Dalam situasi yang demikian itu, saudara laki-laki dan saudara perempuan tentu boleh kawin tanpa adanya potensi untuk menghasilkan keturunan yang cacat.
Banyak orang dengan segera menolak kesimpulan ini dengan mengacu kepada hukum perkawinan antara saudara laki-laki dan saudara perempuan. Namun demikian, hukum ini baru dimulai pada zaman Musa (Imamat 18:20). Ingatlah bahwa Abraham, yang hidup selama 400 tahun sebelum Musa, menikah dengan saudara tirinya satu ayah lain ibu. Tetapi bagaimana hal ini dapat terjadi, terutama dengan mempertimbangkan kenyataan bahwa perkawinan saudara laki-laki dan saudara perempuan belakangan ini saja tidak diperkenankan oleh hukum untuk menikah dan mempunyai anak, karena keturunannya mungkin akan menjadi cacat?
III. Perkembangan Incest dalam Perjanjian Lama
Kitab Kejadian adalah catatan Allah Yang hadir pada waktu sejarah terjadi. Kitab Kejadian itu adalah Firman Allah yang mengetahui segala sesuatu, dan yang menjadi saksi terpercaya dari masa lalu. Dengan demikian, ketika kita menggunakan Kitab Kejadian sebagai dasar untuk mengerti sejarah, kita dapat mengerti bukti yang sebaliknya akan menjadi suatu misteri. Anda mengetahui, apabila evolusi itu benar, ilmu pengetahuan bahkan akan menghadapi suatu masalah yang lebih besar untuk diterangkan daripada istri Kain, yaitu bagaimana manusia itu dapat berkembang dengan mutasi pada awal-mulanya, karena proses yang berdasarkan hal itu tentu akan membuat anak-anak setiap orang menjadi cacat? Kenyataan yang ada bahwa sekalipun saudara laki-laki dan saudara perempuan dapat menghasilkan keturunan yang sebagian besar tidak cacat adalah suatu kesaksian tentang penciptaan, dan bukan evolusi.
Perkawinan sedarah atau 'incest' barangkali hanya terjadi pada generasi yang pertama atau kedua saja. Kita tahu bahwa Adam dan Hawa mempunyai lagi anak-anak laki-laki dan perempuan selain Kain, Habel, dan Set. Jika hanya ada satu keluarga asli, maka pernikahan mula-mula haruslah antara saudara lelaki dan saudara perempuan. Pernikahan demikian pada mulanya tidak berbahaya. Waktu jaman Adam dan Hawa, Incest tidak dilarang karena waktu Tuhan menciptakan manusia, Tuhan menciptakan manusia dalam keadaan baik, sehat, sempurna.
Incest berbahaya sebab mewarisi sel keturunan yang berubah yang menghasilkan anak-anak yang cacat, sakit, atau dungu, dan tentunya akan dinyatakan dalam diri anak-anak kalau orang tuanya sama-sama mewariskan sel-sel tersebut. Sudah pasti Adam dan Hawa datang dari tangan Allah yang sudah menciptakan mereka tidak mempunyai sel-sel demikian. Itu sebabnya pernikahan antara saudara lelaki dan perempuan atau kemenakan lelaki dan perempuan dari generasi pertama dan kedua sesudah Adam dan Hawa tidak berbahaya.
Pada zaman Nuh, diperkirakan incest tidak terjadi lagi karena umat manusia sudah banyak. Setelah Air Bah pun, manusia yang ada sudah terdiri atas tiga keluarga, Sem, Ham, dan Yafet, beserta isteri mereka masing-masing. Keturunan Sem tentu saja boleh menikah dengan keturunan Ham atau Yafet.
'Incest' dianggap sebagai tindakan asusila zinah sedarah dan secara resmi baru dilarang di era Musa pada khususnya dan Perjanjian Lama pada umumnya, yang sering dikatakan sebagai 'incest' (Ibrani: 'zamah') adalah hubungan jasmani antara ayah dan anak perempuan, anak dengan gundik ayahnya, mertua dengan menantu, seorang laki-laki dengan saudara kandungnya yang perempuan (kakak atau adik), dengan adik ipar, dengan mertua perempuan, dengan adik dari istri sendiri, banyak contoh-contoh di dalam Alkitab misalnya Imamat 20:21.
Sementara itu Alkitab mencatat bahwa Abraham menikahi saudara tirinya (Kejadian 20:12). Itu sebabnya. fenomena ini bukan tidak dikenal dalam Kitab Suci. Sebelum zaman Musa, incest dalam berbagai bentuknya yang kemudian diharamkan tersebut tidak dianggap salah. Saat itu, bahkan ayah Musa sendiri, yaitu Amram, menikahi seorang bibi muda, yaitu saudara perempuan ayahnya, yakni Yokhebed (Keluaran 6:19). Di Mesir, perkawinan rutin antar saudara sekandung di kalangan Firaun yang berjalan hingga abad kedua membuat hukum Musa menjadi suatu pembedaan yang radikal dengan masa silam mereka di Mesir.
IV. Larangan Incest: Akibat Masuknya Dosa, Mutasi dan Recessive Genes
Alasan-alasan genetik yang melarang incest tidak selalu menyolok. Perkawinan antar keluarga dekat pada masa-masa purba terjadi tanpa kerusakan genetik yang serius. Sekarang ini, resiko kerusakan genetik sangatlah tinggi. Karena kemungkinan-kemungkinan genetik Adam dan Hawa sangat baik, maka tidak ada alasan biologis untuk melarang pernikahan sebatas itu yang di kemudian hari perlu dilarang.
Akibat manusia jatuh dalam dosa, sakit penyakit pun mulai ada. termasuk sakit penyakit yang berasal dari recessive genes. Karena kemungkinan pertemuan Gen antara unsur lemah bertemu unsur lemah atau unsur dominan-bertemu dominan, pertemuan antara faktor resesif kemungkinan ketemunya lebih tinggi, karena satu garis yang bisa menyebabkan cacat pada anak yang diturunkannya, sumbing, cebol, idiot, lumpuh, dll.
Jauh sebelum ilmu pengetahuan Tentang recessive genes ini diketahui manusia, Tuhan sudah terlebih dahulu melarang perkawinan antara saudara sedarah (incest) untuk menghindari hal di atas.
Adalah benar bahwa anak-anak yang dihasilkan sebagai akibat perkawinan antara saudara laki dan saudara perempuan mungkin lahir cacat. Sebenamya, semakin dekat hubungan kerabat pasangan itu, semakin mungkin pula bahwa keturunannya akan cacat. Mudah sekali bagi orang awam untuk mengerti hal ini tanpa sampai detail secara tehnis. Setiap orang mewarisi gen dari ibu dan ayahnya. Sayang sekali, dewasa ini gen-gen ini berisi banyak kesalahan, dan kesalahan-kesalahan ini tampak dalam berbagai cara. Misalnya, beberapa orang membiarkan rambutnya tumbuh sampai menutupi kupingnya untuk menyembunyikan kenyataan bahwa satu kuping lebih rendah daripada yang lain, atau barangkali hidung seseorang tidak berada tepat di tengah wajahnya; mungkin rahang seseorang sedikit tidak berbentuk, dan lain sebagainya. Biarlah kita menghadapinya, alasan utama bahwa kita menamakan satu sama lain normal ialah karena persamaan kita untuk berbuat demikian!
Semakin dekat hubungan antara dua orang, semakin mungkin bahwa mereka akan membuat kesalahan yang sama di dalam gen. Oleh sebab itu, saudara laki-laki dan saudara perempuan mungkin membuat kesalahan yang sama dalam bahan gen mereka. Apabila diadakan penyatuan antara keduanya ini untuk menghasilkan keturunan, maka seorang anak akan mewarisi satu perangkat gen dari masing-masing orang tuanya. Oleh karena gen itu mungkin mempunyai kesalahan yang sama, kalau kesalahan ini dipadukan bersama dan berakibat timbulnya cacat pada anak-anak itu.
Sebaliknya, orang tua yang hubungan kekerabatannya satu sama lain lebih jauh, barangkali mereka mempunyai kesalahan yang berbeda dalam gen mereka. Anak-anak yang mewarisi satu perangkat gen dari masing-masing orangtuanya, barangkali akan mengakhiri beberapa perangkat gen yang berisi hanya satu gen yang jelek di dalam setiap perangkat. Gen yang baik kemudian cenderung untuk menolak gen yang tidak baik sehingga cacat yang serius bagaimanapun tidak akan terjadi. Misalnya seseorang mungkin mempunyai kuping yang hanya sedikit bengkok daripada cacat secara total!
Tetapi kenyataan dari penghidupan zaman sekarang ini tidak berlaku bagi Adam dan Hawa. Ketika keduanya diciptakan, mereka adalah sempurna. Segala sesuatu yang dijadikan Allah itu sungguh amat baik (Kejadian 1:30). Mereka mempunyai lingkungan yang amat ideal bagi pelestarian kehidupan manusia. Taman Eden secara ideal cocok untuk menjaga agar kesehatan dan kekuatan fisik mereka tetap baik. Bahkan sesuadh mereka diusir dari Eden, tampaknya kondisi-kondisi untuk menunjang umur yang panjang masih jauh lebih menguntungkan daripada kondisi-kondisi sesudah terjadi air bah; dan mungkin pada zaman itu sebetulnya tidak terdapat sakit-penyakit. Hal ini berarti bahwa gen mereka adalah sempuma. Tetapi ketika dosa masuk ke dunia (karena Adam), Allah mengutuk dunia sehingga penciptaan yang sempuma itu kemudian menjadi merosot, yaitu menderita kematian dan menjadi busuk (Roma 1:22).
Melalui kurun waktu yang sangat lama, generasi ini tentu menimbulkan akibat segala jenis kesalahan di dalam bahan gen pada makhluk hidup. Lebih-lebih, generasi yang demikian khususnya dipercepat setelah terjadinya Banjir pada zaman Nuh, yang disebabkan oleh keadaan iklim yang lebih kasar yang berlaku pasca Banjir. Akibat datangnya penghukuman yang mengerikan berupa air bah, harapan hidup (usia) manusia secara progresif menjadi lebih pendek. Sebagai contoh, pasti ada jumlah yang lebih besar radiasi kosmik yang berbahaya yang masuk dan menyebabkan mutasi (istilah teknis untuk kecelakaan, kerusakan, dan kesalahan-kesalahan [Misalnya kesalahan mengkopi] di dalam gen-gen [informasi keturunan]. Mutasi demikian setelah terjadi lalu diteruskan pada generasi berikutnya, dan demikianlah kesalahan-kesalahan ini terhimpun dalam populasi sejalan dengan berlalunya waktu. Rupanya, secara perlahan berlaku dampak kutukan karena dosa terhadap kesehatan fisik dan stamina umat manusia, bahkan jauh setelah manusia jatuh dalam dosa.
Lantas tahukah Anda siapa pelaku Incest pertama di dunia ini? Dan siapakah pembuat Sunnah Keji dan Tercela ini pertama kali di alam semesta ini? Dialah Raja Namrudz (Nimrod) dari Babilonia. Namrudz (2275 SM -1943 SM) sering pula disebut Nimrodz, yang memiliki gelar The Mighty Hunter (pemburu yang gagah perkasa; pemburu yang ulung) karena keahliannya memburu. Selain itu, Namrudz juga digelari Dewa Bacchus dan juga Dewa Matahari. Pada zamannya, Namrudz merupakan seorang raja yang cerdas, namun kecerdasannya itu membuatnya bersikap sombong dan mengaku Tuhan. Namrudz sendiri merupakan kata jamak yang memiliki arti ”Mari Memberontak”. Namanya tercatat dalamAlkitab (Kejadian 10:8,9; 1 Tawarikh 1:10; Mikha 5:6), dan Al-Quran (Al Baqarah 124:87; 258:163,164). Namrudz merupakan anak dari Kushyi (Kush), cucu Nabi Nuh. Ibunya bernama Semiramis, seorang wanita cantik yang di usia remaja telah dinikahkan.
IV. Larangan dan Sanksi Hukum Incest: Perlindungan Allah Terhadap Pribadi, Struktur Keluarga, dan Masyarakat
Menjelang zaman Nabi Musa (kira-kira 2,500 tahun kemudian), kesalahan-kesalahan yang memerosotkan telah terhimpun sampai tingkat sedemikian rupa di dalam ras manusia sehingga perlu bagi Allah untuk memberikan hukum-hukum perkawinan antar saudara laki-Iaki dan saudara perempuan (dan kerabat dekat) (Imamat 18:20). Secara keseluruhan, tampaknya ada tiga alasan yang saling terkait untuk memberikan hukum-hukum ini :
1. Sebagaimana telah kita bicarakan, ada kebutuhan untuk melindungi terhadap adanya potensi yang bertambah untuk menghasilkan keturunan yang cacat;
2. Di samping kendala yang nyata bagi semua orang, hukum-hukum ini bersifat menolong dalam mempertahankan bangsa Yahudi supaya kuat, sehat dan sesuai dengan tujuan-tujuan Allah;
3. Hukum-hukum itu merupakan alat untuk melindungi pribadi, struktur keluarga, dan masyarakat luas. Kerusakan psikologis yang disebabkan oleh hubungan perkawinan antar saudara tak dapat dikurangi. Orang hanya dapat memandang pada masyarakat kita sendiri untuk mengenali kenyataan ini.
Terjadinya incest sejak zaman Adam sampai zaman Nabi Nuh di atas menimbulkan pertanyaan tambahan tentang perkawinan antar saudara atau saudara sekandung. Kalau perkawinan antar saudara dilarang dalam Kitab Suci, menurut hukum Musa, bagaimana kita menjelaskan perkawinan antar saudara sekandung di sini? Karena Adam dan Hawa diciptakan langsung oleh Allah dalam keadaan yang sempurna, maka dapat diperkirakan bahwa gen (plasma pembawa sifat) mereka juga sempurna.
Kejadian 5:4 memberi tahu kita bahwa selama rentang waktu 930 tahun usia Adam (800 tahun sesudah Set lahir), dia mempunyai lagi anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan yang lain. Oleh karena Adam dan Hawa diperintahkan untuk membentuk keluarga yang besar untuk mendiami bumi (Kejadian 1:28), maka masuk akal mengasumsikan bahwa mereka terus melahirkan anak-anak selama periode waktu yang panjang, sebab terdapat kondisi yang ideal bagi manusia waktu itu untuk berumur panjang.
Tentu saja perlu bagi generasi sesudah Adam agar bisa melanjutkan keturunan maka mereka berpasangan antara saudara laki-laki dan saudara perempuan; jika tidak demikian maka umat manusia akan habis. Baru pada generasi-generasi berikutnya dimungkinkan bagi sesama sepupu dan kerabat yang lebih jauh untuk menjadi pasangan pernikahan. Tampaknya tidak terdapat kesepakatan yang pasti bahwa pernikahan dua bersaudara laki-laki – perempuan bisa dicap sebagai dosa incest sampai zaman Abraham, yang menekankan kepada orang Mesir bahwa Sarah adalah saudara perempuannya (bdg. Kejadian 20:12); dengan demikian ia menunjukkan kepada orang Mesir bahwa jika Sarah adalah saudara perempuannya, mustahil dia adalah istrinya (Kejadian 12:13).
Ketika dosa masuk ke dalam dunia pada waktu kejatuhan manusia, maka bersama dengannya datang kematian, penyakit, dan kerusakan, sehingga timbunan gen lambat laun menjadi rusak. Mula-mula, tidak ada akibat jelek yang timbul dari perkawinan antar saudara sekandung, dan sekiranya dosa tidak memasuki dunia, agaknya bahaya juga tidak akan masuk.
Akan tetapi, setelah beberapa generasi, penyakit, lingkungan, dan dosa mulai meminta korban dari timbunan gen, sehingga menghasilkan gen yang berubah bentuk dan sifatnya dan juga rusak.Pada zaman Musa perkawinan antar saudara sekandung dilarang dari segi biologis, karena sekarang hal itu membahayakan dan dapat mengakibatkan lahirnya keturunan yang cacat bentuknya, idiot, atau menyandang cacat lainnya.
Tambahan pula, selain masalah biologis, perkawinan antar saudara sekandung juga merupakan masalah etis. Allah melarang perkawinan antar saudara sekandung atas pertimbangan-pertimbangan moral, dan ini lebih penting daripada aspek biologis (Imamat 20:11, dst).
Perkawinan antar saudara sekandung mengacaukan struktur sosial dan moral dalam keluarga. Selain Gereja, maka keluarga adalah satu-satunya lembaga yang ditetapkan Tuhan di dalam dunia. Pada pembentukan struktur keluarga yang pertama pada zaman Kain, sulit diperkirakan apa yang terjadi dengan perkawinan campur. Maka kita tidak dapat memastikan seberapa luasnya perkawinan antar saudara sekandung itu terjadi. Satu hal yang pasti: sesudah struktur keluarga yang ditetapkan Tuhan itu menjadi mantap, maka perkawinan incest (antar saudara sekandung) adalah dosa.
Sejak pada zaman Musa, Kitab Imamat dan Ulangan, menyebut sanksi nyata terhadap perkawinan antara dua saudara laki-laki – perempuan. Karena incest termasuk tindakan asusila zinah, maka ada hukum-hukum yang mengatur segala bentuk incest (Imamat 18:7-17; 20:11-12, 14,17,20-21; Ulangan 22:30; 27:20, 22, 23). Hukum-hukum ini dengan jelas menyebutkan bahwa hubungan seksual atau perkawinan dilarang terjadi dengan seorang ibu, ayah, ibu tiri. saudara perempuan, saudara lelaki, saudara lelaki tiri, cucu perempuan, menantu perempuan, menantu lelaki, bibi, paman atau istri dari saudara lelaki. Sanksi hukum bagi pelaku incest pada masa itu adalah kutukan dan hukuman mati, dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. Pelaksanaan hukuman mati berupa dibakar atau dirajam, suatu bentuk hukuman mati yang berlaku juga dimasa pelayanan Yesus di Palestina (Yohanes 8:3-7).
Sedangkan pada masa modern saat ini, tentang incest, dikatakan oleh Dr. Med. Ahmad Ramali dan K. St. Pamoentjak, dalam Kamus Kedokteran, bahwa incest adalah zinah sedarah, persetubuhan antara dua orang yang masih mempunyai hubungan sedarah, sehingga perkawinan sah antara mereka dilarang oleh adat dan hukum.
Referensi
1. Dr. Med. Ahmad Ramali dan K. St. Pamoentjak, dalam Kamus Kedokteran, Arti dan Keterangan Istilah. Disempurnakan oleh: dr. Hendra T. Laksman. Lektor Kepala pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penerbit Djambatan. Cetakan keenam belas 1991.
2. Gleason Leonard Archer. Encyclopedia of Bible Difficulties. Hal-hal Sulit dalam Alkitab. Prakata Oleh: Kenneth S. Kantzer. Penerjemah: Suhadi Yeremia. Penyunting: Ibu Tjuk Subandiah Kaihatu. Mula-mula diterbitkan di Amerika Serikat oleh The Zondervan Corporation, Grand Rapids, Miichigan. Hak Cipta 1982 The Zondervan Corporation. Hak Cipta terjemahan Indonesia Penerbit Gandum Mas. Cetakan pertama tahun 2004.
3. Henry Morris. The Bible Has the Answer. Baker Book House. 1971.
4. H. C. Leopold. Exposition of Genesis. Vol. 1. Baker Book House. 1958.
5. Josh Mc Dowell and Don Stewart. Jawaban Bagi Pertanyaan Orang yang Belum Percaya. Diterbitkan oleh: Here’s Life Publishers, Inc. P.O. Box 1676. San Bernardino, CA. 92402. Penerbit Gandum Mas. Malang.
6. Dan lain-lain.
Presbyter Rm.Kirill JSL
(Omeц Кирилл Д. С. Л.)
Paroikia St. Jonah dari Manchuria, Surabaya
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
I. Definisi dan Selayang-Pandang Incest
Incest yang disebut juga hubungan sedarah, hubungan sumbang atau perkawinan sedarah adalah hubungan saling mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga (kekerabatan) yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri. Pengertian istilah ini lebih bersifat sosio antropologis daripada biologis (bandingkan dengan kerabat-dalam untuk pengertian biologis) meskipun sebagian penjelasannya bersifat biologis. Sedang definisi dari Kamus New Collins (New Collins Dictionary) menyebut Incest adalah "Hubungan seksual antara 2 orang yang mempunyai hubungan yang sangat dekat." Kamus Oxford menambahkan kalimat - "Untuk menikah."
Hubungan sumbang diketahui berpotensi tinggi menghasilkan keturunan yang secara biologis lemah, baik fisik maupun mental (cacat), atau bahkan letal (mematikan). Fenomena ini juga umum dikenal dalam dunia hewan dan tumbuhan karena meningkatnya koefisien kerabat-dalam pada anak-anaknya. Akumulasi gen-gen pembawa 'sifat lemah' dari kedua tetua pada satu individu (anak) terekspresikan karena genotipe-nya berada dalam kondisi homozigot.
Secara sosial, hubungan sumbang dapat disebabkan, antara lain, oleh ruangan dalam rumah yang tidak memungkinkan orangtua, anak, atau sesama saudara pisah kamar. Hubungan sumbang antara orang tua dan anak dapat pula terjadi karena kondisi psikososial yang kurang sehat pada individu yang terlibat. Beberapa budaya juga mentoleransi hubungan sumbang untuk kepentingan-kepentingan tertentu, seperti politik atau kemurnian ras.
Akibat hal-hal tadi, hubungan sumbang tidak dikehendaki pada hampir semua masyarakat dunia. Semua agama besar dunia melarang hubungan sumbang. Di dalam aturan agama Islam (fiqih), misalnya, dikenal konsep muhrim yang mengatur hubungan sosial di antara individu-individu yang masih sekerabat. Bagi seseorang tidak diperkenankan menjalin hubungan percintaan atau perkawinan dengan orang tua, kakek atau nenek, saudara kandung, saudara tiri (bukan saudara angkat), saudara dari orang tua, kemenakan, serta cucu.
Pada kelompok masyarakat tertentu, seperti suku Polahi di Kabupaten Gorontalo, Sulawesi, praktik hubungan sumbang banyak terjadi. Perkawinan sesama saudara adalah hal yang wajar dan biasa di kalangan suku Polahi.
Kalangan bangsawan Mesir Kuno, khususnya pascainvasi Alexander Agung, melakukan perkawinan dengan saudara kandung dengan maksud untuk mendapatkan keturunan berdarah murni dan melanggengkan kekuasaan. Contoh yang terdokumentasi adalah perkawinan Ptolemeus II dengan saudara perempuannya, Elsinoé. Beberapa ahli berpendapat, tindakan seperti ini juga biasa dilakukan kalangan orang biasa. Toleransi semacam ini didasarkan pada mitologi Mesir Kuno tentang perkawinan Dewa Osiris dengan saudaranya, Dewi Isis.
Dalam mitologi Yunani kuno, Dewa Zeus kawin dengan Hera, yang merupakan kakak kandungnya sendiri.
Folklor Indonesia juga mengenal hubungan sumbang. Hubungan sumbang antara Sangkuriang dan ibunya sendiri (Dayang Sumbi) dalam dongeng masyarakat Sunda atau antara Prabu Watugunung dan ibunya (Sinta), yang menghasilkan 28 anak — kisahnya diabadikan dalam pawukon — adalah contoh-contohnya.
II. Kasus Incest Zaman Adam sampai Zaman Nuh: Melanjutkan Keturunan
Dalam Kitab Suci, terutama Kitab Perjanjian Lama banyak dikisahkan tentang incest atau perkawinan sedarah. Banyak orang mempertanyakan, bagaimana mungkin sebuah Kitab dari Allah menulis dan mendukung perkawinan sedarah (incest) ini? Apakah Allah memang mendukung incest pada masa-masa itu? Apakah ini adalah bukti bahwa Kitab Suci (Alkitab) adalah kitab yang mendukung perzinahan (incest)?
Menurut Kitab Kejadian, pada suatu saat Kain membunuh adiknya, Habel (Kejadian 4:8). Sebagai hukuman atas kejahatannya ini, Tuhan mengusir Kain dari tempat kediamannya dan dari kehadiranNya. Dikatakan bahwa pada suatu waktu Kain mendapatkan seorang istri, serta membangun sebuah kota.
Kain bersetubuh dengan isterinya dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Henokh; kemudian Kain mendirikan suatu kota dan dinamainya kota itu Henokh, menurut nama anaknya (Kejadian 4:17)
Dari ayat-ayat di atas, langsung kita ingin tahu, dari mana Kain mendapatkan istrinya. Sampai bahasan ini kita hanya tahu tentang kedua anak Adam dan Hawa, yaitu Kain dan Habel. Pertanyaan seperti ini telah sering diajukan sehingga layak mendapatkan tempat dalam Biblical Hall of Famous Questions.
Sebuah teori yang diajukan menjelaskan adanya sejumlah orang yang cukup banyak, yang sangat bertentangan dengan data Alkitab. Teori ini menegaskan bahwa ada bangsa ”pra-Adam” yang tinggal di sekitar taman Eden, sehingga Kain mendapatkan istri dari antara mereka.
Akan tetapi, teori ini tidak dapat dipertahankan, karena Kitab Suci dengan jelas mengajarkan bahwa Adamlah manusia yang pertama (1 Korintus 15:45), dan istrinya, Hawa, adalah ”ibu semua yang hidup” (Kejadian 3:20).
Jawaban yang paling jelas seharusnya adalah bahwa Adam dan Hawa memiliki anak-anak lain selain mereka yang sejauh ini tersurat, termasuk anak-anak perempuan. Memang, Kejadian 5:4 dengan jelas mengatakan demikian, "[Adam] memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan".
Masalahnya adalah bahwa Kain pasti telah menikahi saudara perempuannya. Namun dengan mengakuinya berarti memunculkan kesulitan berikutnya. Apakah ia melakukan kesalahan incest jika ia menikahi saudara perempuannya sendiri?
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan kasus incest dalam Kitab Perjanjian Lama adalah sembilan pokok utama yang tercatat di dalam Kitab kejadian :
1. Adam adalah manusia pertama (Kejadian 2:7, 18-19 bandingkan 1 Korintus 15:45).
2. Adam hidup selama 930 tahun (Kejadian 5:5).
3. Hawa diberi nama itu karena DIALAH YANG MENJADI IBU BAGI SEMUA YANG HIDUP (Kejadian 3:20)
4. Adam dan Hawa MEMPERANAKKAN ANAK-ANAK LELAKI DAN PEREMPUAN (Kejadian 5:4)
5. Segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik ketika pertama kali dijadikan (Kejadian 1:31).
6. Kebaikan ini telah dirusak ketika "dosa telah masuk ke dolam dunia oleh satu orang" (Roma 5:12 bandingkan Kejadian 3)
7. Penciptaan dikutuk oleh Allah (Kejadian 3: 17 bandingkan Roma 8:20-22) karena dosa Adam.
8. Abraham kawin dengan saudaranya perempuan seayah lain ibu. (Kejadian 20:12)
9. Hukum perkawinan dengan kerabat dekat berasal dari zaman Musa (Imamat 18:20)
Kesembilan pokok utama ini memberikan petunjuk yang mengisyaratkan bahwa Kain tentu telah mengawini saudara perempuannya sendiri.
Paling sedikit ada dua hal yang dapat dikatakan menanggapi hal yang di jaman modern ini dianggap memalukan. Pertama, jika umat manusia berkembang biak dari satu pasang saja, sebagaimana kita percaya bukti menyatakan demikian, perkawinan-perkawinan antarsaudara semacam itu tidak dapat dihindarkan. Jika kita menuntut harus ada cara lain untuk memulai umat manusia maka itu merupakan pengharapan yang tidak pada tempatnya.
Yang kedua, pendapat tentang incest haruslah diselidiki dengan lebih saksama. Mula-mula dosa incest dihubungkan dengan hubungan seksual antara orangtua dengan anak-anak. Baru sesudah itulah pendapat tentang incest diperluas menjadi hubungan-hubungan antar saudara sekandung.
Ketika Allah menciptakan Adam dan Hawa, hanya merekalah manusia yang ada. Kitab Kejadian menceritakan asal usul mereka masing-masing yang khas, dan bagaimana mereka diperintahkan untuk berkembang biak dan memenuhi bumi (dengan keturunan mereka).
Sekalipun Adam dan Hawa mempunyai banyak anak laki-lakl dan perempuan, nama-nama yang kita ketahui hanya tiga: Kain, Habel dan Set. Yang tiga ini dibicarakan begitu rinci karena peristiwa-peristiwa penting yang kita perlu ketahui. Bagaimanakah rupa anak-anak yang lain? Alkitab mengatakan kepada kita bahwa keturunan Adam dan Hawa pergi dan membangun kota-kota. Misalnya, Kain pergi ke tanah Nod bersama istrinya dan membangun sebuah kota (Kejadian 4:16-17), membuat alat-alat musik (Kejadian 4:21), dan mengerjakan logam-logam (pekerjaan pandai besi) (Kejadian 4:22)
Jadi bagaimana hal ini memberitahukan kepada kita bahwa istri Kain adalah saudara perempuannya? Dalam Kejadian 3:20 kita membaca bahwa Hawa diberi nama itu karena dialah yang menjadi ibu dari SEMUA yang hidup, bukan hanya BEBERAPA yang hidup. Kemudian Kejadian 5:4 memberitahukan kepada kita bahwa Adam dan Hawa mempunyai anak laki-laki dan perempuan. Sebenarnya, menurut adat-istiadat Yahudi bahwa mereka mempunyai 33 anak laki-laki dan 23 anak perempuan! (Catatan: Angka ini diberikan di dalam terjemahan William Whitson tentang Josephus - Complete Works, Antiquities III, 1, P 27.) Jangan lupa: Adam hidup sampai 930 tahun, maka terdapat banyak waktu! Juga cukup jelas dari Injil bahwa Adam adalah manusia pertama (1 Korintus 15:45).
Kita dapat simpulkan bahwa kedua orang pertama, yang langsung diciptakan atas perbuatan Allah, mempunyai banyak anak - laki-laki dan perempuan. Kemudian dengan jelas menunjukkan, anak laki-laki harus mengawini anak-anak perempuan untuk terjadinya generasi berikutnya, Istri Kain pasti adalah kerabat yang sangat dekat sekali!
Tetapi Kain adalah anak pertama yang dilahirkan. Sebenarnya ia pasti tidak menerima gen yang tidak sempurna dari Adam dan Hawa, begitu juga anak-anak Adam dan Hawa yang lain. Dalam situasi yang demikian itu, saudara laki-laki dan saudara perempuan tentu boleh kawin tanpa adanya potensi untuk menghasilkan keturunan yang cacat.
Banyak orang dengan segera menolak kesimpulan ini dengan mengacu kepada hukum perkawinan antara saudara laki-laki dan saudara perempuan. Namun demikian, hukum ini baru dimulai pada zaman Musa (Imamat 18:20). Ingatlah bahwa Abraham, yang hidup selama 400 tahun sebelum Musa, menikah dengan saudara tirinya satu ayah lain ibu. Tetapi bagaimana hal ini dapat terjadi, terutama dengan mempertimbangkan kenyataan bahwa perkawinan saudara laki-laki dan saudara perempuan belakangan ini saja tidak diperkenankan oleh hukum untuk menikah dan mempunyai anak, karena keturunannya mungkin akan menjadi cacat?
III. Perkembangan Incest dalam Perjanjian Lama
Kitab Kejadian adalah catatan Allah Yang hadir pada waktu sejarah terjadi. Kitab Kejadian itu adalah Firman Allah yang mengetahui segala sesuatu, dan yang menjadi saksi terpercaya dari masa lalu. Dengan demikian, ketika kita menggunakan Kitab Kejadian sebagai dasar untuk mengerti sejarah, kita dapat mengerti bukti yang sebaliknya akan menjadi suatu misteri. Anda mengetahui, apabila evolusi itu benar, ilmu pengetahuan bahkan akan menghadapi suatu masalah yang lebih besar untuk diterangkan daripada istri Kain, yaitu bagaimana manusia itu dapat berkembang dengan mutasi pada awal-mulanya, karena proses yang berdasarkan hal itu tentu akan membuat anak-anak setiap orang menjadi cacat? Kenyataan yang ada bahwa sekalipun saudara laki-laki dan saudara perempuan dapat menghasilkan keturunan yang sebagian besar tidak cacat adalah suatu kesaksian tentang penciptaan, dan bukan evolusi.
Perkawinan sedarah atau 'incest' barangkali hanya terjadi pada generasi yang pertama atau kedua saja. Kita tahu bahwa Adam dan Hawa mempunyai lagi anak-anak laki-laki dan perempuan selain Kain, Habel, dan Set. Jika hanya ada satu keluarga asli, maka pernikahan mula-mula haruslah antara saudara lelaki dan saudara perempuan. Pernikahan demikian pada mulanya tidak berbahaya. Waktu jaman Adam dan Hawa, Incest tidak dilarang karena waktu Tuhan menciptakan manusia, Tuhan menciptakan manusia dalam keadaan baik, sehat, sempurna.
Incest berbahaya sebab mewarisi sel keturunan yang berubah yang menghasilkan anak-anak yang cacat, sakit, atau dungu, dan tentunya akan dinyatakan dalam diri anak-anak kalau orang tuanya sama-sama mewariskan sel-sel tersebut. Sudah pasti Adam dan Hawa datang dari tangan Allah yang sudah menciptakan mereka tidak mempunyai sel-sel demikian. Itu sebabnya pernikahan antara saudara lelaki dan perempuan atau kemenakan lelaki dan perempuan dari generasi pertama dan kedua sesudah Adam dan Hawa tidak berbahaya.
Pada zaman Nuh, diperkirakan incest tidak terjadi lagi karena umat manusia sudah banyak. Setelah Air Bah pun, manusia yang ada sudah terdiri atas tiga keluarga, Sem, Ham, dan Yafet, beserta isteri mereka masing-masing. Keturunan Sem tentu saja boleh menikah dengan keturunan Ham atau Yafet.
'Incest' dianggap sebagai tindakan asusila zinah sedarah dan secara resmi baru dilarang di era Musa pada khususnya dan Perjanjian Lama pada umumnya, yang sering dikatakan sebagai 'incest' (Ibrani: 'zamah') adalah hubungan jasmani antara ayah dan anak perempuan, anak dengan gundik ayahnya, mertua dengan menantu, seorang laki-laki dengan saudara kandungnya yang perempuan (kakak atau adik), dengan adik ipar, dengan mertua perempuan, dengan adik dari istri sendiri, banyak contoh-contoh di dalam Alkitab misalnya Imamat 20:21.
Sementara itu Alkitab mencatat bahwa Abraham menikahi saudara tirinya (Kejadian 20:12). Itu sebabnya. fenomena ini bukan tidak dikenal dalam Kitab Suci. Sebelum zaman Musa, incest dalam berbagai bentuknya yang kemudian diharamkan tersebut tidak dianggap salah. Saat itu, bahkan ayah Musa sendiri, yaitu Amram, menikahi seorang bibi muda, yaitu saudara perempuan ayahnya, yakni Yokhebed (Keluaran 6:19). Di Mesir, perkawinan rutin antar saudara sekandung di kalangan Firaun yang berjalan hingga abad kedua membuat hukum Musa menjadi suatu pembedaan yang radikal dengan masa silam mereka di Mesir.
IV. Larangan Incest: Akibat Masuknya Dosa, Mutasi dan Recessive Genes
Alasan-alasan genetik yang melarang incest tidak selalu menyolok. Perkawinan antar keluarga dekat pada masa-masa purba terjadi tanpa kerusakan genetik yang serius. Sekarang ini, resiko kerusakan genetik sangatlah tinggi. Karena kemungkinan-kemungkinan genetik Adam dan Hawa sangat baik, maka tidak ada alasan biologis untuk melarang pernikahan sebatas itu yang di kemudian hari perlu dilarang.
Akibat manusia jatuh dalam dosa, sakit penyakit pun mulai ada. termasuk sakit penyakit yang berasal dari recessive genes. Karena kemungkinan pertemuan Gen antara unsur lemah bertemu unsur lemah atau unsur dominan-bertemu dominan, pertemuan antara faktor resesif kemungkinan ketemunya lebih tinggi, karena satu garis yang bisa menyebabkan cacat pada anak yang diturunkannya, sumbing, cebol, idiot, lumpuh, dll.
Jauh sebelum ilmu pengetahuan Tentang recessive genes ini diketahui manusia, Tuhan sudah terlebih dahulu melarang perkawinan antara saudara sedarah (incest) untuk menghindari hal di atas.
Adalah benar bahwa anak-anak yang dihasilkan sebagai akibat perkawinan antara saudara laki dan saudara perempuan mungkin lahir cacat. Sebenamya, semakin dekat hubungan kerabat pasangan itu, semakin mungkin pula bahwa keturunannya akan cacat. Mudah sekali bagi orang awam untuk mengerti hal ini tanpa sampai detail secara tehnis. Setiap orang mewarisi gen dari ibu dan ayahnya. Sayang sekali, dewasa ini gen-gen ini berisi banyak kesalahan, dan kesalahan-kesalahan ini tampak dalam berbagai cara. Misalnya, beberapa orang membiarkan rambutnya tumbuh sampai menutupi kupingnya untuk menyembunyikan kenyataan bahwa satu kuping lebih rendah daripada yang lain, atau barangkali hidung seseorang tidak berada tepat di tengah wajahnya; mungkin rahang seseorang sedikit tidak berbentuk, dan lain sebagainya. Biarlah kita menghadapinya, alasan utama bahwa kita menamakan satu sama lain normal ialah karena persamaan kita untuk berbuat demikian!
Semakin dekat hubungan antara dua orang, semakin mungkin bahwa mereka akan membuat kesalahan yang sama di dalam gen. Oleh sebab itu, saudara laki-laki dan saudara perempuan mungkin membuat kesalahan yang sama dalam bahan gen mereka. Apabila diadakan penyatuan antara keduanya ini untuk menghasilkan keturunan, maka seorang anak akan mewarisi satu perangkat gen dari masing-masing orang tuanya. Oleh karena gen itu mungkin mempunyai kesalahan yang sama, kalau kesalahan ini dipadukan bersama dan berakibat timbulnya cacat pada anak-anak itu.
Sebaliknya, orang tua yang hubungan kekerabatannya satu sama lain lebih jauh, barangkali mereka mempunyai kesalahan yang berbeda dalam gen mereka. Anak-anak yang mewarisi satu perangkat gen dari masing-masing orangtuanya, barangkali akan mengakhiri beberapa perangkat gen yang berisi hanya satu gen yang jelek di dalam setiap perangkat. Gen yang baik kemudian cenderung untuk menolak gen yang tidak baik sehingga cacat yang serius bagaimanapun tidak akan terjadi. Misalnya seseorang mungkin mempunyai kuping yang hanya sedikit bengkok daripada cacat secara total!
Tetapi kenyataan dari penghidupan zaman sekarang ini tidak berlaku bagi Adam dan Hawa. Ketika keduanya diciptakan, mereka adalah sempurna. Segala sesuatu yang dijadikan Allah itu sungguh amat baik (Kejadian 1:30). Mereka mempunyai lingkungan yang amat ideal bagi pelestarian kehidupan manusia. Taman Eden secara ideal cocok untuk menjaga agar kesehatan dan kekuatan fisik mereka tetap baik. Bahkan sesuadh mereka diusir dari Eden, tampaknya kondisi-kondisi untuk menunjang umur yang panjang masih jauh lebih menguntungkan daripada kondisi-kondisi sesudah terjadi air bah; dan mungkin pada zaman itu sebetulnya tidak terdapat sakit-penyakit. Hal ini berarti bahwa gen mereka adalah sempuma. Tetapi ketika dosa masuk ke dunia (karena Adam), Allah mengutuk dunia sehingga penciptaan yang sempuma itu kemudian menjadi merosot, yaitu menderita kematian dan menjadi busuk (Roma 1:22).
Melalui kurun waktu yang sangat lama, generasi ini tentu menimbulkan akibat segala jenis kesalahan di dalam bahan gen pada makhluk hidup. Lebih-lebih, generasi yang demikian khususnya dipercepat setelah terjadinya Banjir pada zaman Nuh, yang disebabkan oleh keadaan iklim yang lebih kasar yang berlaku pasca Banjir. Akibat datangnya penghukuman yang mengerikan berupa air bah, harapan hidup (usia) manusia secara progresif menjadi lebih pendek. Sebagai contoh, pasti ada jumlah yang lebih besar radiasi kosmik yang berbahaya yang masuk dan menyebabkan mutasi (istilah teknis untuk kecelakaan, kerusakan, dan kesalahan-kesalahan [Misalnya kesalahan mengkopi] di dalam gen-gen [informasi keturunan]. Mutasi demikian setelah terjadi lalu diteruskan pada generasi berikutnya, dan demikianlah kesalahan-kesalahan ini terhimpun dalam populasi sejalan dengan berlalunya waktu. Rupanya, secara perlahan berlaku dampak kutukan karena dosa terhadap kesehatan fisik dan stamina umat manusia, bahkan jauh setelah manusia jatuh dalam dosa.
Lantas tahukah Anda siapa pelaku Incest pertama di dunia ini? Dan siapakah pembuat Sunnah Keji dan Tercela ini pertama kali di alam semesta ini? Dialah Raja Namrudz (Nimrod) dari Babilonia. Namrudz (2275 SM -1943 SM) sering pula disebut Nimrodz, yang memiliki gelar The Mighty Hunter (pemburu yang gagah perkasa; pemburu yang ulung) karena keahliannya memburu. Selain itu, Namrudz juga digelari Dewa Bacchus dan juga Dewa Matahari. Pada zamannya, Namrudz merupakan seorang raja yang cerdas, namun kecerdasannya itu membuatnya bersikap sombong dan mengaku Tuhan. Namrudz sendiri merupakan kata jamak yang memiliki arti ”Mari Memberontak”. Namanya tercatat dalamAlkitab (Kejadian 10:8,9; 1 Tawarikh 1:10; Mikha 5:6), dan Al-Quran (Al Baqarah 124:87; 258:163,164). Namrudz merupakan anak dari Kushyi (Kush), cucu Nabi Nuh. Ibunya bernama Semiramis, seorang wanita cantik yang di usia remaja telah dinikahkan.
IV. Larangan dan Sanksi Hukum Incest: Perlindungan Allah Terhadap Pribadi, Struktur Keluarga, dan Masyarakat
Menjelang zaman Nabi Musa (kira-kira 2,500 tahun kemudian), kesalahan-kesalahan yang memerosotkan telah terhimpun sampai tingkat sedemikian rupa di dalam ras manusia sehingga perlu bagi Allah untuk memberikan hukum-hukum perkawinan antar saudara laki-Iaki dan saudara perempuan (dan kerabat dekat) (Imamat 18:20). Secara keseluruhan, tampaknya ada tiga alasan yang saling terkait untuk memberikan hukum-hukum ini :
1. Sebagaimana telah kita bicarakan, ada kebutuhan untuk melindungi terhadap adanya potensi yang bertambah untuk menghasilkan keturunan yang cacat;
2. Di samping kendala yang nyata bagi semua orang, hukum-hukum ini bersifat menolong dalam mempertahankan bangsa Yahudi supaya kuat, sehat dan sesuai dengan tujuan-tujuan Allah;
3. Hukum-hukum itu merupakan alat untuk melindungi pribadi, struktur keluarga, dan masyarakat luas. Kerusakan psikologis yang disebabkan oleh hubungan perkawinan antar saudara tak dapat dikurangi. Orang hanya dapat memandang pada masyarakat kita sendiri untuk mengenali kenyataan ini.
Terjadinya incest sejak zaman Adam sampai zaman Nabi Nuh di atas menimbulkan pertanyaan tambahan tentang perkawinan antar saudara atau saudara sekandung. Kalau perkawinan antar saudara dilarang dalam Kitab Suci, menurut hukum Musa, bagaimana kita menjelaskan perkawinan antar saudara sekandung di sini? Karena Adam dan Hawa diciptakan langsung oleh Allah dalam keadaan yang sempurna, maka dapat diperkirakan bahwa gen (plasma pembawa sifat) mereka juga sempurna.
Kejadian 5:4 memberi tahu kita bahwa selama rentang waktu 930 tahun usia Adam (800 tahun sesudah Set lahir), dia mempunyai lagi anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan yang lain. Oleh karena Adam dan Hawa diperintahkan untuk membentuk keluarga yang besar untuk mendiami bumi (Kejadian 1:28), maka masuk akal mengasumsikan bahwa mereka terus melahirkan anak-anak selama periode waktu yang panjang, sebab terdapat kondisi yang ideal bagi manusia waktu itu untuk berumur panjang.
Tentu saja perlu bagi generasi sesudah Adam agar bisa melanjutkan keturunan maka mereka berpasangan antara saudara laki-laki dan saudara perempuan; jika tidak demikian maka umat manusia akan habis. Baru pada generasi-generasi berikutnya dimungkinkan bagi sesama sepupu dan kerabat yang lebih jauh untuk menjadi pasangan pernikahan. Tampaknya tidak terdapat kesepakatan yang pasti bahwa pernikahan dua bersaudara laki-laki – perempuan bisa dicap sebagai dosa incest sampai zaman Abraham, yang menekankan kepada orang Mesir bahwa Sarah adalah saudara perempuannya (bdg. Kejadian 20:12); dengan demikian ia menunjukkan kepada orang Mesir bahwa jika Sarah adalah saudara perempuannya, mustahil dia adalah istrinya (Kejadian 12:13).
Ketika dosa masuk ke dalam dunia pada waktu kejatuhan manusia, maka bersama dengannya datang kematian, penyakit, dan kerusakan, sehingga timbunan gen lambat laun menjadi rusak. Mula-mula, tidak ada akibat jelek yang timbul dari perkawinan antar saudara sekandung, dan sekiranya dosa tidak memasuki dunia, agaknya bahaya juga tidak akan masuk.
Akan tetapi, setelah beberapa generasi, penyakit, lingkungan, dan dosa mulai meminta korban dari timbunan gen, sehingga menghasilkan gen yang berubah bentuk dan sifatnya dan juga rusak.Pada zaman Musa perkawinan antar saudara sekandung dilarang dari segi biologis, karena sekarang hal itu membahayakan dan dapat mengakibatkan lahirnya keturunan yang cacat bentuknya, idiot, atau menyandang cacat lainnya.
Tambahan pula, selain masalah biologis, perkawinan antar saudara sekandung juga merupakan masalah etis. Allah melarang perkawinan antar saudara sekandung atas pertimbangan-pertimbangan moral, dan ini lebih penting daripada aspek biologis (Imamat 20:11, dst).
Perkawinan antar saudara sekandung mengacaukan struktur sosial dan moral dalam keluarga. Selain Gereja, maka keluarga adalah satu-satunya lembaga yang ditetapkan Tuhan di dalam dunia. Pada pembentukan struktur keluarga yang pertama pada zaman Kain, sulit diperkirakan apa yang terjadi dengan perkawinan campur. Maka kita tidak dapat memastikan seberapa luasnya perkawinan antar saudara sekandung itu terjadi. Satu hal yang pasti: sesudah struktur keluarga yang ditetapkan Tuhan itu menjadi mantap, maka perkawinan incest (antar saudara sekandung) adalah dosa.
Sejak pada zaman Musa, Kitab Imamat dan Ulangan, menyebut sanksi nyata terhadap perkawinan antara dua saudara laki-laki – perempuan. Karena incest termasuk tindakan asusila zinah, maka ada hukum-hukum yang mengatur segala bentuk incest (Imamat 18:7-17; 20:11-12, 14,17,20-21; Ulangan 22:30; 27:20, 22, 23). Hukum-hukum ini dengan jelas menyebutkan bahwa hubungan seksual atau perkawinan dilarang terjadi dengan seorang ibu, ayah, ibu tiri. saudara perempuan, saudara lelaki, saudara lelaki tiri, cucu perempuan, menantu perempuan, menantu lelaki, bibi, paman atau istri dari saudara lelaki. Sanksi hukum bagi pelaku incest pada masa itu adalah kutukan dan hukuman mati, dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. Pelaksanaan hukuman mati berupa dibakar atau dirajam, suatu bentuk hukuman mati yang berlaku juga dimasa pelayanan Yesus di Palestina (Yohanes 8:3-7).
Sedangkan pada masa modern saat ini, tentang incest, dikatakan oleh Dr. Med. Ahmad Ramali dan K. St. Pamoentjak, dalam Kamus Kedokteran, bahwa incest adalah zinah sedarah, persetubuhan antara dua orang yang masih mempunyai hubungan sedarah, sehingga perkawinan sah antara mereka dilarang oleh adat dan hukum.
Referensi
1. Dr. Med. Ahmad Ramali dan K. St. Pamoentjak, dalam Kamus Kedokteran, Arti dan Keterangan Istilah. Disempurnakan oleh: dr. Hendra T. Laksman. Lektor Kepala pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penerbit Djambatan. Cetakan keenam belas 1991.
2. Gleason Leonard Archer. Encyclopedia of Bible Difficulties. Hal-hal Sulit dalam Alkitab. Prakata Oleh: Kenneth S. Kantzer. Penerjemah: Suhadi Yeremia. Penyunting: Ibu Tjuk Subandiah Kaihatu. Mula-mula diterbitkan di Amerika Serikat oleh The Zondervan Corporation, Grand Rapids, Miichigan. Hak Cipta 1982 The Zondervan Corporation. Hak Cipta terjemahan Indonesia Penerbit Gandum Mas. Cetakan pertama tahun 2004.
3. Henry Morris. The Bible Has the Answer. Baker Book House. 1971.
4. H. C. Leopold. Exposition of Genesis. Vol. 1. Baker Book House. 1958.
5. Josh Mc Dowell and Don Stewart. Jawaban Bagi Pertanyaan Orang yang Belum Percaya. Diterbitkan oleh: Here’s Life Publishers, Inc. P.O. Box 1676. San Bernardino, CA. 92402. Penerbit Gandum Mas. Malang.
6. Dan lain-lain.
Kamis, 19 Agustus 2010
TUHAN ATAU SEKS?
Remaja adalah saat-saat yang indah bagi yang sedang menjalaninya. Akan tetapi saat-saat remaja adalah saat-saat perkembangan seksual anak mengalami peningkatan. Banyak remaja yang jatuh dalam free sex atau seks pra-nikah. Hal ini merupakan suatu perbuatan yang kurang berkenan pada Allah. Remaja saat ini lebih memilih seks daripada Tuhan. Mereka membuka situs-situs porno seakan-akan itu hal yang lumrah dilakukan semua remaja. Akan tetapi, apakah perlu kita mencari pengetahuan seks di luar konteks Kekristenan(melihat video atau gambar porno)? Sebenarnya tidak perlu jauh-jauh sampai ke video atau gambar porno, dalam Alkitab kita saja pendidikan seks sudah ada.
Kidung Agung:
8:1 O, seandainya engkau saudaraku laki-laki, yang menyusu pada buah dada ibuku, akan kucium engkau bila kujumpai di luar, karena tak ada orang yang akan menghina aku!
8:2 Akan kubimbing engkau dan kubawa ke rumah ibuku, supaya engkau mengajar aku. Akan kuberi kepadamu anggur yang harum untuk diminum, air buah delimaku.
8:3 Tangan kirinya ada di bawah kepalaku, tangan kanannya memeluk aku.
8:4 Kusumpahi kamu, puteri-puteri Yerusalem: mengapa kamu membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum diingininya?
8:5 Siapakah dia yang muncul dari padang gurun, yang bersandar pada kekasihnya? -- Di bawah pohon apel kubangunkan engkau, di sanalah ibumu telah mengandung engkau, di sanalah ia mengandung dan melahirkan engkau.
8:6 -- Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN!
8:7 Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina.
8:8 -- Kami mempunyai seorang adik perempuan, yang belum mempunyai buah dada. Apakah yang akan kami perbuat dengan adik perempuan kami pada hari ia dipinang?
8:9 Bila ia tembok, akan kami dirikan atap perak di atasnya; bila ia pintu, akan kami palangi dia dengan palang kayu aras.
8:10 -- Aku adalah suatu tembok dan buah dadaku bagaikan menara. Dalam matanya ketika itu aku bagaikan orang yang telah mendapat kebahagiaan.
8:11 Salomo mempunyai kebun anggur di Baal-Hamon. Diserahkannya kebun anggur itu kepada para penjaga, masing-masing memberikan seribu keping perak untuk hasilnya.
8:12 Kebun anggurku, yang punyaku sendiri, ada di hadapanku; bagimulah seribu keping itu, raja Salomo, dan dua ratus bagi orang-orang yang menjaga hasilnya.
8:13 -- Hai, penghuni kebun, teman-teman memperhatikan suaramu, perdengarkanlah itu kepadaku!
8:14 -- Cepat, kekasihku, berlakulah seperti kijang, atau seperti anak rusa di atas gunung-gunung tanaman rempah-rempah.
Dan masih banyak lagi ayat-ayat serupa diseluruh Kidung Agung. Jadi tidak perlu mencari pengetahuan seks diluar konteks Alkitab, nanti dosa lho. Karena Allah benci tentang percabulan,
I Korintus 6:9 Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit,
I Timotius 1:10 bagi orang cabul dan pemburit, bagi penculik, bagi pendusta, bagi orang makan sumpah dan seterusnya segala sesuatu yang bertentangan dengan ajaran sehat
Allah sangat melaknat pezinah dengan api murkaNya, jikalau dia tidak mau bertobat. Bahkan Allah memperintahkan kepada manusia dalam Sepuluh Perintah Yahwe untuk menjauhi perzinahan,
Keluaran 20:14 Jangan berzinah.
Ulangan 5:18 Jangan berzinah.
Matius 5:27 Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah.
Jadi, jaga dirimu dari segala godaan duniawi supaya tidak terjatuh dalam perzinahan.
Kidung Agung:
8:1 O, seandainya engkau saudaraku laki-laki, yang menyusu pada buah dada ibuku, akan kucium engkau bila kujumpai di luar, karena tak ada orang yang akan menghina aku!
8:2 Akan kubimbing engkau dan kubawa ke rumah ibuku, supaya engkau mengajar aku. Akan kuberi kepadamu anggur yang harum untuk diminum, air buah delimaku.
8:3 Tangan kirinya ada di bawah kepalaku, tangan kanannya memeluk aku.
8:4 Kusumpahi kamu, puteri-puteri Yerusalem: mengapa kamu membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum diingininya?
8:5 Siapakah dia yang muncul dari padang gurun, yang bersandar pada kekasihnya? -- Di bawah pohon apel kubangunkan engkau, di sanalah ibumu telah mengandung engkau, di sanalah ia mengandung dan melahirkan engkau.
8:6 -- Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN!
8:7 Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina.
8:8 -- Kami mempunyai seorang adik perempuan, yang belum mempunyai buah dada. Apakah yang akan kami perbuat dengan adik perempuan kami pada hari ia dipinang?
8:9 Bila ia tembok, akan kami dirikan atap perak di atasnya; bila ia pintu, akan kami palangi dia dengan palang kayu aras.
8:10 -- Aku adalah suatu tembok dan buah dadaku bagaikan menara. Dalam matanya ketika itu aku bagaikan orang yang telah mendapat kebahagiaan.
8:11 Salomo mempunyai kebun anggur di Baal-Hamon. Diserahkannya kebun anggur itu kepada para penjaga, masing-masing memberikan seribu keping perak untuk hasilnya.
8:12 Kebun anggurku, yang punyaku sendiri, ada di hadapanku; bagimulah seribu keping itu, raja Salomo, dan dua ratus bagi orang-orang yang menjaga hasilnya.
8:13 -- Hai, penghuni kebun, teman-teman memperhatikan suaramu, perdengarkanlah itu kepadaku!
8:14 -- Cepat, kekasihku, berlakulah seperti kijang, atau seperti anak rusa di atas gunung-gunung tanaman rempah-rempah.
Dan masih banyak lagi ayat-ayat serupa diseluruh Kidung Agung. Jadi tidak perlu mencari pengetahuan seks diluar konteks Alkitab, nanti dosa lho. Karena Allah benci tentang percabulan,
I Korintus 6:9 Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit,
I Timotius 1:10 bagi orang cabul dan pemburit, bagi penculik, bagi pendusta, bagi orang makan sumpah dan seterusnya segala sesuatu yang bertentangan dengan ajaran sehat
Allah sangat melaknat pezinah dengan api murkaNya, jikalau dia tidak mau bertobat. Bahkan Allah memperintahkan kepada manusia dalam Sepuluh Perintah Yahwe untuk menjauhi perzinahan,
Keluaran 20:14 Jangan berzinah.
Ulangan 5:18 Jangan berzinah.
Matius 5:27 Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah.
Jadi, jaga dirimu dari segala godaan duniawi supaya tidak terjatuh dalam perzinahan.
Rabu, 18 Agustus 2010
Hidup Menjadi Berbahaya Tanpa Humor - Patriarkh Kirill pada pertemuan dengan kaum Odessans
Diterjemahkan dan diedit oleh :
Presbyter Rm.Kirill JSL
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
Paroikia St. Jonah dari Manchuria, Surabaya
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
Odessa (Ukraina), 23 Juli 2010 Interfax
Patriarkh Kirill I (27 Januari 2009-sekarang), Patriarkh Moskow dan Seluruh Rusia(Святейшего Кирилл I, Патриарха Московского и всея Руси) berpendapat rasa humor adalah berguna secara kualitas.
"Hidup menjadi berbahaya tanpa humor," kata Patriark Kirill pada hari Kamis dalam pertemuan dengan tokoh masyarakat di Teater Opera dan Ballet Nasional Odessa menjawab pertanyaan dari para peserta.
Warga Odessa memuji kata-katanya dengan gegap-gempita bertepuk tangan.
Patriarkh Kirill I (27 Januari 2009-sekarang), Patriarkh Moskow dan Seluruh Rusia(Святейшего Кирилл I, Патриарха Московского и всея Руси)
Patriarkh percaya bahwa "kebanyakan orang jahat kehilangan rasa humor." Menurut dia, humor "meredahkan konflik-konflik manusia, menghilangkan panas (hati; emosi) keluar dari situasi itu,” dan membuat orang-orang ke dalam suasana hati yang baik.
Patriarkh Kirill juga mencatat bahwa kualitas humor selalu tergantung pada tingkat budaya seseorang, dan kemampuannya untuk menghindari vulgar di leluconnya.
"Adalah sangat penting bagi humor ringan, bahkan meratakan konflik & perselisihan manusia dan hanya membentuk sikap optimis untuk dunia di sekitarnya," kata Sang Primat berpendapat.
Dia mengaku bahwa ia suka membaca Anton Chekhov sejak kecil, dan Chekhov adalah satu-satunya penulis masa depannya, Patriarkh pernah membaca karya Chekov dari "depan ke belakang."
Sebuah rasa humor yang diperhalus dan santun oleh Chekhov membantu Sang Primat Gereja Rusia pada tahun-tahun sulit pada masa sekolahnya, ketika sebagai orang beriman muda, rasa humor itu membuat dan meringankan penindasan dan tekanan guru-guru ateis lebih mudah dilaluinya.
Odessans sangat dikenal karena rasa humor dan kecerdasan mereka. -PR/OrthoChristian.com.
Sumber:
http://www.interfax-religion.com
Presbyter Rm.Kirill JSL
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
Paroikia St. Jonah dari Manchuria, Surabaya
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
Odessa (Ukraina), 23 Juli 2010 Interfax
Patriarkh Kirill I (27 Januari 2009-sekarang), Patriarkh Moskow dan Seluruh Rusia(Святейшего Кирилл I, Патриарха Московского и всея Руси) berpendapat rasa humor adalah berguna secara kualitas.
"Hidup menjadi berbahaya tanpa humor," kata Patriark Kirill pada hari Kamis dalam pertemuan dengan tokoh masyarakat di Teater Opera dan Ballet Nasional Odessa menjawab pertanyaan dari para peserta.
Warga Odessa memuji kata-katanya dengan gegap-gempita bertepuk tangan.
Patriarkh Kirill I (27 Januari 2009-sekarang), Patriarkh Moskow dan Seluruh Rusia(Святейшего Кирилл I, Патриарха Московского и всея Руси)
Patriarkh percaya bahwa "kebanyakan orang jahat kehilangan rasa humor." Menurut dia, humor "meredahkan konflik-konflik manusia, menghilangkan panas (hati; emosi) keluar dari situasi itu,” dan membuat orang-orang ke dalam suasana hati yang baik.
Patriarkh Kirill juga mencatat bahwa kualitas humor selalu tergantung pada tingkat budaya seseorang, dan kemampuannya untuk menghindari vulgar di leluconnya.
"Adalah sangat penting bagi humor ringan, bahkan meratakan konflik & perselisihan manusia dan hanya membentuk sikap optimis untuk dunia di sekitarnya," kata Sang Primat berpendapat.
Dia mengaku bahwa ia suka membaca Anton Chekhov sejak kecil, dan Chekhov adalah satu-satunya penulis masa depannya, Patriarkh pernah membaca karya Chekov dari "depan ke belakang."
Sebuah rasa humor yang diperhalus dan santun oleh Chekhov membantu Sang Primat Gereja Rusia pada tahun-tahun sulit pada masa sekolahnya, ketika sebagai orang beriman muda, rasa humor itu membuat dan meringankan penindasan dan tekanan guru-guru ateis lebih mudah dilaluinya.
Odessans sangat dikenal karena rasa humor dan kecerdasan mereka. -PR/OrthoChristian.com.
Sumber:
http://www.interfax-religion.com
Minggu, 15 Agustus 2010
MANFAAT DAN KUASA DOA PUJA YESUS
Oleh:
Rm Alexios
Gereja Orthodox Indonesia
Paroikia Aghia Triadha, Surakarta
diedit oleh
Rm Irenaios
Paroki St. Serafim dari Sarov, Gresik
Doa puja Yesus ini adalah doa bathin yang dikumandangkan orang-orang Kristen melalui perenungan yang mendalam yang ingin melakukan penyatuan dengan Tuhan Yesus Kristus lebih dekat lagi melalui ketenggelamannya dalam Roh Kudus.melalui doa dan agar berkat-berkat sorgawi dapat dirasakan dan dicicipi selama masih tinggal di dalam kemah kehidupan dunia sekarang ini. Doa puja Yesus ini dapat dilakukan oleh orang Kristen dalam tingkatan apa saja, baik kecil, baik orang muda, baik orang tua dimana saja; kapan saja, di gereja, di rumah, di perjalanan, di kereta api, di bus, di kamar, diatas sepeda motor, di atas kapal, di atas sepeda onthel, kapan saja dan dimana saja dalam keadaan apapun.
Doa ini sungguh berpusatkan pada nama Kudus itu sendiri, ucapan secara lengkap seperti demikian: “TUHAN YESUS KRISTUS ANAK ALLAH KASIHANILAH AKU ORANG BERDOSA.” Boleh pula diganti “kami orang berdosa”, atau nama orang lain yang hendak didoakan, atau diperpendek “Tuhan Yesus kasihanilah aku.” Sungguh kuasanya terletak pada nama “Yesus Kristus” itu sendiri. Dan kehadiran Yesus Kristus dalam kuasaNya oleh Sang Roh Kudus, itu cukup memenuhi kebutuhan dari doa itu.
Doa ini bersumber dari kitab suci Perjanjian Baru itu sendiri, dan memiliki tradisi penggunaan yang lama sekali. Doa bathin yang mendalam dengan menyebut nama kudus itu paling awal dianggap dari St. Simeon yang bergelar “Teolog Baru”, yang hidup pada Tahun (949-1022). Pada saat St. Simeon itu berumur 14 tahun pada suatu hari mendapat penglihatan suatu terang surgawi, dia merasakan dirinya terpisah dari tubuhnya, ia merasa takjub dan dan dikuasai oleh kegembiraan besar dan merasakan kerendahan hati yang sangat mendalam. Di dalam doa itu ia berseru meminjam doa Si Pemungut Cukai dari kitab PB, ”Tuhan Yesus Kasihanilah aku” (Lukas 18:13). Lama sesudah penglihatan itu lenyap, setiap St. Simeon menyebut doa dengan Nama Yesus seperti doa Pemungut Cukai itu, kegembiraan besar memenuhi setiap relung kehidupannya. Dari peristiwa itu kemudian ia mengajarkan kepada murid-muridnya dan para muridnya mengajarkan kepada para murid berikutnya sampai hari ini. Doa ini menjadi berkat rohani yang sangat bermanfaat bagi Gereja. Bagi Episkop, bagi para presbiterosnya, diaken, para rahib dan rahibah, bagi semua umat percaya dan telah menjadi harta rohani yang suci dam komunitas umat Kristen Orthodox di penjuru dunia dan selanjutnya juga bagi umat Kristen Katholik dan Protestan yang ingin melakukannya.
Doa ini diakui sangat rohani sebab berpusat pada Nama Yesus Kristus yang kudus, semua pikiran, keinginan, harapan, iman dan kasih, ditumpahkan dalam bakti yang mendalam kepada Sang Kristus yang adalah penjelmaan dari Sang SabdaNya Allah yang kekal itu. Doa puja Yesus ini memenuhi dua perintah dasar dari Kitab Suci Perjanjian Baru.
Pertama: Matius 18:20 “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." Yohanes 14:13-14 ,”. dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya. Dan juga dalam Inil Yohanes 16:23-26.
Kedua: “Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu”. Lukas 18:1. Rasul agung Paulus memerintahkan untuk berdoa tanpa henti.” Dalam 1 Tesalonika 5:17. “dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus,” Efesus 6:18. Selanjutnya doa Puja Yesus ini juga memenuhi dan mengikuti perintah Tuhan Yesus tentang bagaimana harus berdoa yang diajarkanNya kepada para murid sebelum menyampaikan doa Bapa Kami.” Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu scara terbuka,” Matius 6:6. Anak kalimat tentang berdoa di tempat tersembunyi, Para Bapa Gereja menafsirkan sebagaimana Tuhan Yesus mengajar dalam suatu perumpamaan, dalam berbuat kasih apa saja yang diberikan oleh tangan kiri janganlah tangan kanan mengetahuinya. Anak kalimat “sendirian” artinya memisahkan diri dari pengaruh – pengaruh yang menganggu. Yaitu “dalam keheningan“ artinya kita kita tidak mengucapkan dengan berteriak – teriak.
Cara berlatih untuk melakukan doa Puja Yesus ini, dari petunjuk para Bapa Gereja yang terkumpul dalam buku Philokalia, yaitu buku yang memuat kisah para Bapa Gereja yang telah menghidupi doa Samadhi atau Puja Yesus ini, dan secara realita telah menjadi orang suci, mencapai hasil yang gemilang dan mengagumkan, secara singkat praktek doanya demikian: ambillah waktu yang khusus, dalam tahap permulaan ambillah waktu seberapa yang dapat dilakukan, jangan karena terpaksa. Selanjutnya ambillah tempat yang tidak mungkin terganggu, misalnya di dalam kamar, di kapel/ruang doa pribadi, di pegunungan, atau di dalam gedung gereja. Mulailah duduk dengan tenang pejamkan kedua mata, satukan pandangan cipta batin kita untuk memandang dan menembus kedua jantung dalam dada kita. Lepaskan semua kekuatiran duniawi yang sering membelit diri kita/pikiran kita, Setelah pandangan cipta diri kita menembus dan menyatu dalam jantung hati kita, dengan konsentrasi menjaga dari pikiran kotor masuk, tariklah nafas secara pelan, sambil mengucapkan kalimat ”Tuhan Yesus Kristus”, lalu mulailah dengan menghembuskan nafas keluar pelan – pelan, sambil mengatakan ”Anak Allah kasihanilah aku orang berdosa”. Lakukanlah dengan irama nafas yang keluar dan masuk dengan ketenangan, jangan tergesa-gesa atau terburu - buru sambil terus mengucap Doa Puja Yesus tadi. Jika memiliki tasbih atau Tali Doa / Komboskini untuk membantu konsentrasi, lakukan setiap kali nafas keluar dan masuk dengan mengucapkan doa dari tersebut, sambil terus memijit - putar-tarik biji/simpul tasbih/komboskini satu demi satu setelah mengucapkan doa tadi. Tasbih /komboskini/tali doa tersebut adalah untuk membantu agar pikiran itu tidak pergi kemana-mana, terbawa oleh kekuatiran serta banyaknya permasalahan kehidupan duniawi. Lakukan dan lakukanlah terus - menerus dengan mengulang – ulang doa itu setiap waktu dimana kita memiliki aktifitas hidup, setiap kesempatan dan dimana saja.
Hasil yang dicapai, jika melakukan praktek Doa Puja Yesus tersebut secara teratur dan baik, selanjutnya, doa yang pendek itu akan secara otomatis menyatu dengan bagian kehidupan kita setiap waktu. Secara otomatis pula mempengaruhi kerohanian kita, baik dalam keadaan tidak tidur, maupun tertidur menjadi bagian kehidupan atau nafas hidup kita, maka itu artinya manfaat doa itu telah mulai kita rasakan dan dapat mengerti akan perintah Tuhan Yesus Kristus mengenai berdoa tanpa henti-hentinya, berdoa terus-menerus, berdoa senantiasa. Selanjutnya pula, ketika dimana kita berada, kapan saja, doa itu akan menjadi bagian hidup kita. Entahkah di kereta, di bus, ditempat pekerjaan, di kantor, di dalam keadaan bimbang, kuatir, ketakutan, marabahaya, sukacita, duka-cita, doa itu senantiasa menjadi bagiannya. Demikian doa itu menjadi penyambung efektif, tanpa putus dengan Tuhan Yesus Kristus yang Mulia itu melalui sarana doa tersebut. Sebagai contoh mengenai manfaat doa ini, sebagai pelaku doa puja Yesus ini, dari keaksian para Bapa Gereja, dalam buku Philokalia, maupun para pelaku doa Puja Yesus sampai hari ini, mereka terbebas dari rasa kekuatiran hidup duniawi dan surgawi, sering kerajaan Allah, kemuliaan Allah, damai dari Allah itu sudah dapat dirasakan kehadirannya pada saat mereka masih hidup di bumi ini, rahasia Illahi yang terselubung dalam Kitab Suci tiba-tiba dibukakan melalui perenungannya, tidak takut dengan kuasa kegelapan, kata orang Jawa, setan ora doyan demit ora ndulit (setan tidak mau memakan/memangsa bahkan menjamah sekalipun), memiliki ketenangan batin dan tenang menapaki hidup di dunia ini, tegar menghadapi segala persoalan yang terjadi di dalam hidup ini.
Sesungguhnya rintangan dalam melakukan doa ini tentu ada, sebab semua jalan yang menuntun kita kepada Allah selalu diganggu dengan jebakan-jebakan, karena si musuh yaitu setan-iblis selalu menunggu untuk menjebak kita. Tentu saja ia akan menyerang kita dengan sangat keras. Hati-hatilah! Jangan mudah percaya jika pada saat melakukan keheningan dalam doa puja Yesus ini ada penglihatan – penglihatan apapun bentuknya, namun juga jangan tidak percaya, biarlah itu terjadi. Jika itu dari Allah akan berubah dan menghasilkan damai sejahtera dan sukacita, jika itu dari setan-iblis akan lenyap dengan sendirinya. Bukankah kekuatan setan telah terkalahkan oleh kuasa kebangkitan Sang Kristus atas kematian. Pasti ! pada saat melakukan doa ini kita akan sering dihantui oleh rasa malas, sulit mengucapkannya karena pikiran selalu terbawa ngelantur pergi kemana arah pikiran itu pergi. Itu adalah godaan atau tipuan dari si jahat, agar kita tidak terus melanjutkan doa itu. Jika hal itu datang cepatlah hilangkan dan berusahalah berkonsentrasi lagi dan terus melakukannya doa ini, tawaran hidup dalam keberdosaan selalu datangnya secara tiba-tiba, tanpa diduga-duga. Ingatlah ! itu jerat dari si jahat-si iblis. Banyak yang akan kita jumpai pada saat memulai dan dalam perjalanan hidup doa yang tak kunjung putus ini, yaitu Doa Puja Yesus ini.
Pada akhirnya, selamat melakukan dan mencobanya, kiranya Allah Sang Tritunggal Maha Kudus akan pasti menolong umatNya yang setia kepadaNya. Disarankan bagi mereka yang berkeinginan melakukannya, ada buku bacaan, dimana di dalam buku tersebut diceritakan tentang pengalaman seseorang yang berusaha melakukan doa ini yaitu berjudul : The Way Of a Pilgrim (Doa tak kunjung putus) yang telah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Frans Harjawinata OCSO, mengenai Peziarah Orthodox dari Rusia. Di toko buku Kristen, atau buku Kecil tentang Pengantar ke dalam doa Puja Yesus, yang ada di Perpustakaan Gereja Orthodox di Indonesia.
Rm Alexios
Gereja Orthodox Indonesia
Paroikia Aghia Triadha, Surakarta
diedit oleh
Rm Irenaios
Paroki St. Serafim dari Sarov, Gresik
Doa puja Yesus ini adalah doa bathin yang dikumandangkan orang-orang Kristen melalui perenungan yang mendalam yang ingin melakukan penyatuan dengan Tuhan Yesus Kristus lebih dekat lagi melalui ketenggelamannya dalam Roh Kudus.melalui doa dan agar berkat-berkat sorgawi dapat dirasakan dan dicicipi selama masih tinggal di dalam kemah kehidupan dunia sekarang ini. Doa puja Yesus ini dapat dilakukan oleh orang Kristen dalam tingkatan apa saja, baik kecil, baik orang muda, baik orang tua dimana saja; kapan saja, di gereja, di rumah, di perjalanan, di kereta api, di bus, di kamar, diatas sepeda motor, di atas kapal, di atas sepeda onthel, kapan saja dan dimana saja dalam keadaan apapun.
Doa ini sungguh berpusatkan pada nama Kudus itu sendiri, ucapan secara lengkap seperti demikian: “TUHAN YESUS KRISTUS ANAK ALLAH KASIHANILAH AKU ORANG BERDOSA.” Boleh pula diganti “kami orang berdosa”, atau nama orang lain yang hendak didoakan, atau diperpendek “Tuhan Yesus kasihanilah aku.” Sungguh kuasanya terletak pada nama “Yesus Kristus” itu sendiri. Dan kehadiran Yesus Kristus dalam kuasaNya oleh Sang Roh Kudus, itu cukup memenuhi kebutuhan dari doa itu.
Doa ini bersumber dari kitab suci Perjanjian Baru itu sendiri, dan memiliki tradisi penggunaan yang lama sekali. Doa bathin yang mendalam dengan menyebut nama kudus itu paling awal dianggap dari St. Simeon yang bergelar “Teolog Baru”, yang hidup pada Tahun (949-1022). Pada saat St. Simeon itu berumur 14 tahun pada suatu hari mendapat penglihatan suatu terang surgawi, dia merasakan dirinya terpisah dari tubuhnya, ia merasa takjub dan dan dikuasai oleh kegembiraan besar dan merasakan kerendahan hati yang sangat mendalam. Di dalam doa itu ia berseru meminjam doa Si Pemungut Cukai dari kitab PB, ”Tuhan Yesus Kasihanilah aku” (Lukas 18:13). Lama sesudah penglihatan itu lenyap, setiap St. Simeon menyebut doa dengan Nama Yesus seperti doa Pemungut Cukai itu, kegembiraan besar memenuhi setiap relung kehidupannya. Dari peristiwa itu kemudian ia mengajarkan kepada murid-muridnya dan para muridnya mengajarkan kepada para murid berikutnya sampai hari ini. Doa ini menjadi berkat rohani yang sangat bermanfaat bagi Gereja. Bagi Episkop, bagi para presbiterosnya, diaken, para rahib dan rahibah, bagi semua umat percaya dan telah menjadi harta rohani yang suci dam komunitas umat Kristen Orthodox di penjuru dunia dan selanjutnya juga bagi umat Kristen Katholik dan Protestan yang ingin melakukannya.
Doa ini diakui sangat rohani sebab berpusat pada Nama Yesus Kristus yang kudus, semua pikiran, keinginan, harapan, iman dan kasih, ditumpahkan dalam bakti yang mendalam kepada Sang Kristus yang adalah penjelmaan dari Sang SabdaNya Allah yang kekal itu. Doa puja Yesus ini memenuhi dua perintah dasar dari Kitab Suci Perjanjian Baru.
Pertama: Matius 18:20 “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." Yohanes 14:13-14 ,”. dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya. Dan juga dalam Inil Yohanes 16:23-26.
Kedua: “Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu”. Lukas 18:1. Rasul agung Paulus memerintahkan untuk berdoa tanpa henti.” Dalam 1 Tesalonika 5:17. “dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus,” Efesus 6:18. Selanjutnya doa Puja Yesus ini juga memenuhi dan mengikuti perintah Tuhan Yesus tentang bagaimana harus berdoa yang diajarkanNya kepada para murid sebelum menyampaikan doa Bapa Kami.” Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu scara terbuka,” Matius 6:6. Anak kalimat tentang berdoa di tempat tersembunyi, Para Bapa Gereja menafsirkan sebagaimana Tuhan Yesus mengajar dalam suatu perumpamaan, dalam berbuat kasih apa saja yang diberikan oleh tangan kiri janganlah tangan kanan mengetahuinya. Anak kalimat “sendirian” artinya memisahkan diri dari pengaruh – pengaruh yang menganggu. Yaitu “dalam keheningan“ artinya kita kita tidak mengucapkan dengan berteriak – teriak.
Cara berlatih untuk melakukan doa Puja Yesus ini, dari petunjuk para Bapa Gereja yang terkumpul dalam buku Philokalia, yaitu buku yang memuat kisah para Bapa Gereja yang telah menghidupi doa Samadhi atau Puja Yesus ini, dan secara realita telah menjadi orang suci, mencapai hasil yang gemilang dan mengagumkan, secara singkat praktek doanya demikian: ambillah waktu yang khusus, dalam tahap permulaan ambillah waktu seberapa yang dapat dilakukan, jangan karena terpaksa. Selanjutnya ambillah tempat yang tidak mungkin terganggu, misalnya di dalam kamar, di kapel/ruang doa pribadi, di pegunungan, atau di dalam gedung gereja. Mulailah duduk dengan tenang pejamkan kedua mata, satukan pandangan cipta batin kita untuk memandang dan menembus kedua jantung dalam dada kita. Lepaskan semua kekuatiran duniawi yang sering membelit diri kita/pikiran kita, Setelah pandangan cipta diri kita menembus dan menyatu dalam jantung hati kita, dengan konsentrasi menjaga dari pikiran kotor masuk, tariklah nafas secara pelan, sambil mengucapkan kalimat ”Tuhan Yesus Kristus”, lalu mulailah dengan menghembuskan nafas keluar pelan – pelan, sambil mengatakan ”Anak Allah kasihanilah aku orang berdosa”. Lakukanlah dengan irama nafas yang keluar dan masuk dengan ketenangan, jangan tergesa-gesa atau terburu - buru sambil terus mengucap Doa Puja Yesus tadi. Jika memiliki tasbih atau Tali Doa / Komboskini untuk membantu konsentrasi, lakukan setiap kali nafas keluar dan masuk dengan mengucapkan doa dari tersebut, sambil terus memijit - putar-tarik biji/simpul tasbih/komboskini satu demi satu setelah mengucapkan doa tadi. Tasbih /komboskini/tali doa tersebut adalah untuk membantu agar pikiran itu tidak pergi kemana-mana, terbawa oleh kekuatiran serta banyaknya permasalahan kehidupan duniawi. Lakukan dan lakukanlah terus - menerus dengan mengulang – ulang doa itu setiap waktu dimana kita memiliki aktifitas hidup, setiap kesempatan dan dimana saja.
Hasil yang dicapai, jika melakukan praktek Doa Puja Yesus tersebut secara teratur dan baik, selanjutnya, doa yang pendek itu akan secara otomatis menyatu dengan bagian kehidupan kita setiap waktu. Secara otomatis pula mempengaruhi kerohanian kita, baik dalam keadaan tidak tidur, maupun tertidur menjadi bagian kehidupan atau nafas hidup kita, maka itu artinya manfaat doa itu telah mulai kita rasakan dan dapat mengerti akan perintah Tuhan Yesus Kristus mengenai berdoa tanpa henti-hentinya, berdoa terus-menerus, berdoa senantiasa. Selanjutnya pula, ketika dimana kita berada, kapan saja, doa itu akan menjadi bagian hidup kita. Entahkah di kereta, di bus, ditempat pekerjaan, di kantor, di dalam keadaan bimbang, kuatir, ketakutan, marabahaya, sukacita, duka-cita, doa itu senantiasa menjadi bagiannya. Demikian doa itu menjadi penyambung efektif, tanpa putus dengan Tuhan Yesus Kristus yang Mulia itu melalui sarana doa tersebut. Sebagai contoh mengenai manfaat doa ini, sebagai pelaku doa puja Yesus ini, dari keaksian para Bapa Gereja, dalam buku Philokalia, maupun para pelaku doa Puja Yesus sampai hari ini, mereka terbebas dari rasa kekuatiran hidup duniawi dan surgawi, sering kerajaan Allah, kemuliaan Allah, damai dari Allah itu sudah dapat dirasakan kehadirannya pada saat mereka masih hidup di bumi ini, rahasia Illahi yang terselubung dalam Kitab Suci tiba-tiba dibukakan melalui perenungannya, tidak takut dengan kuasa kegelapan, kata orang Jawa, setan ora doyan demit ora ndulit (setan tidak mau memakan/memangsa bahkan menjamah sekalipun), memiliki ketenangan batin dan tenang menapaki hidup di dunia ini, tegar menghadapi segala persoalan yang terjadi di dalam hidup ini.
Sesungguhnya rintangan dalam melakukan doa ini tentu ada, sebab semua jalan yang menuntun kita kepada Allah selalu diganggu dengan jebakan-jebakan, karena si musuh yaitu setan-iblis selalu menunggu untuk menjebak kita. Tentu saja ia akan menyerang kita dengan sangat keras. Hati-hatilah! Jangan mudah percaya jika pada saat melakukan keheningan dalam doa puja Yesus ini ada penglihatan – penglihatan apapun bentuknya, namun juga jangan tidak percaya, biarlah itu terjadi. Jika itu dari Allah akan berubah dan menghasilkan damai sejahtera dan sukacita, jika itu dari setan-iblis akan lenyap dengan sendirinya. Bukankah kekuatan setan telah terkalahkan oleh kuasa kebangkitan Sang Kristus atas kematian. Pasti ! pada saat melakukan doa ini kita akan sering dihantui oleh rasa malas, sulit mengucapkannya karena pikiran selalu terbawa ngelantur pergi kemana arah pikiran itu pergi. Itu adalah godaan atau tipuan dari si jahat, agar kita tidak terus melanjutkan doa itu. Jika hal itu datang cepatlah hilangkan dan berusahalah berkonsentrasi lagi dan terus melakukannya doa ini, tawaran hidup dalam keberdosaan selalu datangnya secara tiba-tiba, tanpa diduga-duga. Ingatlah ! itu jerat dari si jahat-si iblis. Banyak yang akan kita jumpai pada saat memulai dan dalam perjalanan hidup doa yang tak kunjung putus ini, yaitu Doa Puja Yesus ini.
Pada akhirnya, selamat melakukan dan mencobanya, kiranya Allah Sang Tritunggal Maha Kudus akan pasti menolong umatNya yang setia kepadaNya. Disarankan bagi mereka yang berkeinginan melakukannya, ada buku bacaan, dimana di dalam buku tersebut diceritakan tentang pengalaman seseorang yang berusaha melakukan doa ini yaitu berjudul : The Way Of a Pilgrim (Doa tak kunjung putus) yang telah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Frans Harjawinata OCSO, mengenai Peziarah Orthodox dari Rusia. Di toko buku Kristen, atau buku Kecil tentang Pengantar ke dalam doa Puja Yesus, yang ada di Perpustakaan Gereja Orthodox di Indonesia.
Ruang Kadaver : Rabbi Chofetz Chaim, Sang Rabbi Peziarah
Oleh:
Presbyter Rm.Kirill JSL
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
Paroki St Jonah dari Manchuria, Surabaya
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
Ruang Kadaver adalah Ruang penyimpanan kadaver (mayat manusia yang telah di awetkan dengan diberi formalin) yang terletak di basement, yang terdiri dari rak-rak berisi kadaver, kantung mayat berwarna oranye, maupun kolam formalin yang berisi kadaver-kadaver yang masih terendam.
Setelah Allah, kematian juga bersifat adil. Kematian menegakkan keadilan bagi siapapun. Kematian tak terelakkan bagi siapapun, cepat atau lambat, walau tak diharapkan, dia akan menghampiri manusia tanpa pandang-bulu, tanpa pilih-kasih dan tak seorangpun bisa mencegah kedatangannya, yang dengan berbagai macam cara yang kadang tak terpikirkan, bahkan kadang seperti pencuri di tengah malam.
Kelahiran, Reputasi dan Karyanya
Yisrael Meir (Kagan) Poupko (Dzyatlava, 1838 - Radun ', 1933) dikenal populer sebagai Chofetz Chaim adalah seorang rabbi berpengaruh di Eropa Timur, Halakhist, posek, dan pakar etika yang terus berkarya, berpengaruh secara luas dalam kehidupan Yahudi. Nama panggilannya Poupko tidak diketahui secara luas. Ungkapan Chafetz Chaim berasal dari Mazmur 34:13 - "Siapakah orang yang menginginkan kehidupan (Chaim hechafetz), yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik?...”
Rabbi Israel Meir HaCohen Kagan biasa dikenal sebagai "Chafetz Chaim," nama dari karya terkenalnya tentang menjaga lidah seseorang. Lahir di Zhetel, Polandia pada tanggal 6 Februari 1838, dia diajar sampai usia 10 tahun oleh orang tuanya dan kemudian pindah ke Vilna untuk melanjutkan studi Yahudi-nya. Menolak mimbar kaum rabbi Yahudi, Chafetz Chaim menetap di Radin (Polandia) dan hidup dari toko kelontong kecil yang dikelola istrinya dan dia melakukan ‘pembukuan” - mengawasi setiap sen untuk memastikan bahwa tidak seorangpun menipu. Ia menghabiskan hari-harinya belajar Taurat (Torah) dan menyebarluaskan pengetahuannya kepada masyarakat umum.
Sebagai reputasinya bertumbuhlah, siswa dari seluruh Eropa berkumpul kepadanya dan pada1869 rumahnya dikenal sebagai Yeshiva Radin. Selain Yeshiva-nya, Chafetz Chaim sangat aktif dalam masalah-masalah Yahudi. Dia bepergian secara ekstensif (bahkan di tahun 90-an!) untuk mendorong ketaatan atas Mitzvos di antara orang Yahudi. Salah satu pendiri Agudas Yisrael, yaitu organisasi keagamaan Yahudi di Eropa dan kemudian dunia, Chafetz Chaim sangat terlibat dalam urusan Yahudi dan membantu banyak yeshivos bertahan dalam masalah-masalah keuangan dalam masa peperangan. Sesuai dengan teladan ayat-ayat dalam Mazmur 34:13-14, "Siapa orang yang menginginkan kehidupan, yang mengingini umur panjang ... Menjaga lidahmu dari yang jahat dan bibirmu dari berbicara dusta", Chafetz Chaim meninggal dunia pada tahun 1933 pada usia lanjut 95 tahun.
Warisan Chafetz Chaim terbesar adalah sefarim 21 (kitab-kitab suci) yang ia terbitkan. Karya pertamanya, Sefer Chafetz Chaim (1873), merupakan upaya pertama untuk untuk mengatur dan menjelaskan hukum-hukum mengenai berbicara jahat dan gosip. Dia kemudian menulis karya lainnya, termasuk Shmirat HaLashon, yang menekankan pentingnya menjaga lidah seseorang dengan mengutip orang-orang bijak. The Mishnah Brurah (1894-1907), adalah komentarnya tentang Hukum-hukum harian seorang Yahudi (seri pertama di Shulchan Aruch), ditemukan di banyak rumah-rumah Yahudi dan diterima secara universal untuk memutuskan Halacha.
Karyanya yang lain, "The Chofetz Chaim" (atau Chafetz Chaim atau Hafetz Hayim) (Ibrani: חָפֵץ חַיִּים) (menginginkan kehidupan) adalah sebuah buku tentang hukum-hukum Yahudi tentang cara/adab berbicara ditulis oleh Rabbi Yisrael Meir Kagan. Buku ini adalah tentang mitzvot, berhubungan dengan adab berbicara yang benar dan santun dan larangan melakukan fitnah dan hujat. Judul karya ini diambil dari Mazmur 34:12-15:
”Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan TUHAN akan kuajarkan kepadamu! Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik? Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu; jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya!”
Subyek buku ini Lashon Hara (bicara jahat, atau tak berguna: gosip dan fitnah dan larangan pencemaran nama baik). Rabbi Kagan menyediakan sumber berlimpah dari Taurat, Talmud dan Rishonim tentang kerasnya hukum Yahudi pada kisah perdagangan dan gosip.
Buku ini dibagi menjadi tiga bagian:
- Mekor chayim ("Sumber Kehidupan"), teks hukum.
- Be'er mayim chayim ("Sumur air hidup"), catatan kaki dan argumen hukum.
- Hal ini biasanya dicetak bersama-sama dengan teks Shemirath ha-Lashon ("Menjaga lidah"), sebuah pembahasan etis pada penggunaan yang tepat dari kemampuan berpidato.
Tegas percaya bahwa ia tinggal tepat sebelum waktu Moshiach dan pembangunan kembali Bait Suci, Chafetz Chaim menulis sebuah karya yang menekankan mempelajari hukum tentang korban, Bait Suci, dan topik terkait. Dia juga menerbitkan seforim untuk memperkuat aspek-aspek tertentu dari kehidupan Yahudi termasuk kashrus, kemurnian keluarga, dan studi Taurat.
Kisah Hofetz Chaim: Semua Umat Manusia adalah Peziarah di Dunia ini
Semua umat manusia, tidak memandang etnis atau ras atau agama apapun, laki atau perempuan, kaya atau miskin, presiden, raja, pejabat atau rakyat jelata, rohaniwan (ulama) atau umat (umaroh), jenderal atau prajurit, konglomerat atau kaum duafa dan fakir-miskin, tua, muda atau bayi, maupun pembagian tingkat sosial lainnya, pada dasarnya adalah seorang peziarah atau turis yang singgah untuk sementara di muka bumi ini. Cepat atau lambat si turis harus pulang ke tempat asalnya.
Kematian tak terelakkan bagi siapapun, cepat atau lambat, walau tak diharapkan, dia akan menghampiri manusia tanpa pandang-bulu, tanpa pilih-kasih dan tak seorangpun bisa mencegah kedatangannya, yang dengan berbagai macam cara yang kadang tak terpikirkan, bahkan kadang seperti pencuri di tengah malam. Setelah Allah Yang Maha Adil, kematian menegakkan keadilan bagi siapapun.
Kisah berikut adalah dialog antara Hofetz Chaim dan si turis, peziarah, yang adalah gambaran kita semua.
Seabad yang lalu seorang turis Amerika
mengadakan perjalanan kunjungan ke seorang Rabbi
termasyhur di Polandia, Hofetz Chaim namanya.
Ia terkejut dan terheran-heran ketika melihat bahwa
rumah Rabbi ini hanya sebuah ruang sederhana
penuh dengan buku-buku.
Perabot lainnya hanya hanya meja dan bangku saja.
”Rabbi dimanakah perabot rumah anda
yang lain?” tanya turis itu.
”Di mana juga kepunyaanmu?” Hofetz balas
bertanya.
Dengan bingung turis Amerika ini bertanya,
”kepunyaanku? Tetapi aku khan seorang peziarah di sini.
Aku hanya sekedar mampir saja.” kata orang Amerika itu.
”Begitu juga dengan aku.” rabbi ini menjawab.
Catatan:
1. Halakhist adalah seseorang ahli di bidang Halakha (Hebrew: הלכה); jamak: Halakhot: yaitu himpunan perintah-perintah dan peraturan-peraturan untuk tingkah-laku dalam agama Yudaisme. Halakha (halaqqah) (Ibrani: הלכה) - juga transliterasi Halocho (pengucapan bahasa Ibrani Ashkenazic) dan Halacha - adalah badan kolektif hukum agama Yahudi, termasuk hukum alkitabiah (yang 613 mitzvot) dan kemudian hukum talmudik dan hukum para rabbi serta adat-istiadat dan tradisi-tradisinya.
2. Posek (Ibrani פוסק, jamak: Poskim, פוסקים) adalah istilah dalam hukum Yahudi untuk "penentu" - seorang sarjana hukum yang memutuskan Halakha dalam kasus-kasus hukum di mana pemerintah sebelumnya tidak meyakinkan.)
3. Yeshiva atau yeshivah (Ibrani: ישיבה, "duduk (n.)"; pl. Yeshivot atau yeshivas), atau metivta atau mesivta (Aram: מתיבתא), juga sering disebut sebagai Beth midrash, Beth ha-midrasy atau Madrasah Yahudi (Jewish Madrassa), Akademi Talmud, Akademi Rabbinik atau Sekolah Rabbinik, adalah sebuah institusi unik Yudaisme klasik untuk studi tradisionalnya, berpusatkan teks-teks. Kajian institusi ini terdiri dari kajian Taurat, sastra rabinik khususnya Talmud (karya utama rabinik Yudaisme), Responsa untuk ibadah Yahudi, dan etika alternatif (Mussar) atau teks-teks mistik (filsafat Hasidik). Dalam beberapa institusi, teks-teks filsafat Yahudi klasik (Hakira) atau Kabbalah (Qabalah) dipelajari, atau karya-karya pemikir individu (seperti Abraham Ishak Kook).
4. Kabbalah (bahasa Ibrani: קַבָּלָה; vokalisasi standar: Qabbala; vokalisasi Tiberias: Qabbālāh; secara harafiah berarti "menerima" dalam pengertian suatu "tradisi yang diterima") adalah sebuah bentuk esoterik dari mistisisme Yahudi, yang berupaya untuk menyingkapkan pengertian-pengertian mistis yang terselubung dalam Tanakh (Kitab Suci Ibrani). Kabala menawarkan pemahaman mistis ke dalam hakikat ilahi. Kabbalah (Qabbalah) merupakan wajah esoterik (aspek ke dalam suatu agama yang menghasilkan pengalaman misteri dan mendorong orang untuk datang mencari kebenaran) Yudaisme (agama Yahudi). Istilah qabbalah berasal dari quibel yang artinya “menerima”, menandakan bahwa tradisi ini diterima sebagai warisan dari guru kepada murid. Salah satu tradisi mengatakan bahwa para bapak leluhur Yahudi menerima pengetahuan dari para malaikat atau dari Melkhizedek. Secara historis, Qabalah berakar dalam sumber-sumber dan ajaran esoterik yang hidup pada masa kelahiran agama Kristen. Qabbalah menyerap pengaruh kuat dari Gnostik Yunani dan disatukan dengan disiplin esoterik Yudaisme yang baru muncul saat itu. Tampaknya ajaran-ajarannya sudah ada dalam bentuk lisan selama beberapa abad. Dalam perkembangannya ajaran lisan tersebut menjadi bagian dari tradisi Yahudi dan diturun-alihkan dalam kelompok-kelompok Qabalis yang tersebar di seluruh Eropa.
5. Mitzvah (Ibrani: מצוה "perintah", [mitsva], sehari-hari Ashkenazi [mɪtsvə]; [mitzvot jamak mitsvot] atau sehari-hari Ashkenazi mitzvos [mɪtsvəs]; dari צוה tzavah "perintah") adalah kata yang digunakan dalam Yudaisme untuk merujuk ke 613 perintah yang diberikan dalam Taurat dan tujuh perintah rabbi melembagakan kemudian untuk total 620. Istilah ini juga dapat merujuk kepada pemenuhan sebuah mitzvah. Istilah ini mitzvah juga datang untuk menyatakan suatu tindakan kebaikan manusia. Menurut ajaran Yudaisme, semua hukum moral, atau berasal dari, perintah-perintah ilahi.
6. Taurat (Ibrani: תּוֹרָה, "mengajar" atau "instruksi", atau "hukum"), juga dikenal sebagai Pentateukh (Yunani: penta [five] = panca [lima] dan teuchos = alat, kapal, buku), mengacu pada Lima Kitab dari Musa – keseluruhan dari pendirian teks-teks hukum dan etis agama Yudaisme. "Sefer Taurat" (סֵפֶר תּוֹרָה,. "kitab Taurat") atau gulungan-gulungan Taurat adalah salinan dari Taurat tertulis di perkamen, secara formal disalin secara tradisional oleh seorang juru tulis khusus dilatih di bawah persyaratan yang ketat.
Kitab Taurat atau Torah dalam bahasa Ibrani adalah lima kitab pertama Tanakh atau Alkitab Perjanjian Lama. Kitab Taurat dalam bahasa Yunani disebut Pentateukh. Kelima kitab ini adalah:
i. Kejadian, bahasa Latin: Genesis, bahasa Ibrani: beresyit (בראשית),
ii. Keluaran, bahasa Latin: Exodus, bahasa Ibrani syemot (שמות).
iii. Imamat, bahasa Latin: Leviticus, bahasa Ibrani wayyikra (ויקרא).
iv. Bilangan, bahasa Latin: Numerii, bahasa Ibrani bemidbar (במדבר) dan
v. Ulangan, bahasa Latin: Deuteronomium, bahasa Ibrani debarim (דברים).
Nama-nama Latin berasal dari Septuaginta. Kelima buku pertama ini dianggap penting karena kelima buku ini memuat peraturan-peraturan yang dipercayai ditulis oleh Musa.
Taurat berisi berbagai genre sastra, termasuk alegori, narasi sejarah, puisi, silsilah, dan eksposisi berbagai jenis hukum. Menurut tradisi para rabi, Taurat berisi mitzvot 613 (מצוות, "perintah"), yang terbagi dalam 365 larangan-larangan negatif dan 248 perintah positif. Dalam literatur rabinik, kata "Taurat" baik menunjukkan teks tertulis, "Taurat Shebichtav" (תורה שבכתב, "Taurat yang tertulis"), serta tradisi lisan, "Taurat Shebe 'al Peh" (תורה שבעל פה, "Taurat yang oral/lisan"). Bagian lisan terdiri dari "penafsiran tradisional dan amplifikasi diturunkan dari mulut ke mulut dari generasi ke generasi," sekarang diwujudkan dalam Talmud dan Midrash.
7, Talmud (bahasa Ibrani: תלמוד) adalah catatan tentang diskusi para rabi yang berkaitan dengan hukum Yahudi, etika, kebiasaan dan sejarah. Talmud mempunyai dua komponen: Mishnah, yang merupakan kumpulan Hukum Lisan Yudaisme pertama yang ditulis; dan Gemara, diskusi mengenai Mishnah dan tulisan-tulisan yang terkait dengan Tannaim yang sering membahas topik-topik lain dan secara luas menguraikan Tanakh. Istilah Talmud dan Gemara seringkali digunakan bergantian. Gemara adalah dasar dari semua aturan dari hukum rabinik dan banyak dikutip dalam literatur rabinik yang lain. Keseluruhan Talmud biasanya juga dirujuk sebagai (singkatan bahasa Ibrani untuk shishah sedarim, atau "enam tatanan" Mishnah). Proses "Gemara" berlangsung di dua pusat Studi Yahudi yang utama, Israel dan Babilonia. Sejalan dengan itu, dua kumpulan analisis berkembang, dan dua karya Talmud pun terbentuk. Kompilasi yang lebih tua disebut Talmud Palestina atau Talmud Yerushalmi. Talmud ini dikompilasi sekitar abad keempat di Palestina. Talmud Babilonia disusun sekitar tahun 500 M., meskipun ia terus disunting di kemudian hari. Kata "Talmud", ketika digunakan tanpa keterangan, biasanya merujuk kepada Talmud Babilonia.
8. Midrash (Ibrani: מדרש; midrashim jamak, harfiah "untuk menyelidiki" atau "belajar"). Adalah metode homiletik penafsiran dan menjelaskan nas-nas dalam Tenakh, Misyna dan Talmud. Istilah ini juga mengacu pada kompilasi seluruh homiletik pada ajaran-ajaran Kitab Suci Ibrani.
Midrash adalah cara menafsirkan cerita kitab suci yang melampaui penyulingan sederhana dari agama, ajaran hukum atau moral. Ia mengisi banyak kekosongan tertinggal dalam narasi tentang kejadian-kejadian dan kepribadian yang hanya diisyaratkan.
9. Rishonim (para komentator awal, yaitu rabbi-rabbi abad pertengahan yang belakangan)
10. Mesias (Ibrani: משיח; mashiah, moshiah, mashiach, atau moshiach, ("yang diurapi") adalah istilah yang digunakan dalam Alkitab Ibrani untuk menggambarkan imam dan raja, yang secara tradisional diurapi dengan minyak urapan kudus seperti yang dijelaskan dalam Keluaran 30:22-25. Sebagai contoh, Cyrus Agung, raja Persia, meskipun bukan orangYahudi, disebut sebagai "yang diurapi Allah" (Mesias) dalam Alkitab.
Dalam eskatologi Yahudi, istilah ini datang untuk merujuk ke masa depan Raja Yahudi dari garis keturunan Daud, yang akan "diurapi" dengan minyak urapan kudus dan memerintah orang-orang Yahudi di Era Mesianik. Dalam norma bahasa Ibrani, Mesias sering disebut sebagai מלך המשיח, Mélekh ha-Mashíaẖ (dalam vokalisasi Tiberias diucapkan Méleḵ hamMāšîªḥ), secara harfiah berarti "raja yang diurapi."
Saat ini, berbagai denominasi Yahudi memiliki perbedaan pendapat yang tajam tentang sifat Mesias dan Zaman Mesianik, dengan beberapa kelompok memegang pendapat bahwa Mesias adalah seorang oknum dan kelompok lain berpendapat bahwa Mesias merupakan representasi dari Zaman Mesianik itu sendiri.
Pemikiran Tradisional dan Ortodoks Yahudi saat ini sebagian besar menganggap bahwa Mesias akan menjadi Seseorang yang diurapi (mesias), diturunkan dari ayahnya melalui garis keturunan Raja Daud, yang akan mengumpulkan orang-orang Yahudi kembali ke Tanah Israel dan mengantarkan ke era perdamaian.
Referensi
1. Anthony de Mello SJ. Burung Berkicau. Yayasan Cipta Loka Caraka. Cetakan kelima 1991.
2. Drs. R.C. Musaph – Andriesse. Sastra Para Rabi Setelah Taurat. Karangan Para Rabi Dari Taurat Sampai Kabala. Diindonesiakan oleh Henk ten Napel. PT BPK Gunung Mulia. Jakarta. Cetakan pertama: 1991.
3. Naomi Humphrey. Meditation: The Inner Way. How to use Meditation as a powerful force for self development. Originally published in English by Thorsons, a division of Harper Collins Publisher Ltd under the title Meditation: The Inner Way @ Naomi Humphrey. 1987.
4. Torah.org. Chofetz Chaim Biography : http://www.torah.org/learning/halashon/ccbio.html
5. Dan sumber-sumber lain.
Presbyter Rm.Kirill JSL
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
Paroki St Jonah dari Manchuria, Surabaya
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
Ruang Kadaver adalah Ruang penyimpanan kadaver (mayat manusia yang telah di awetkan dengan diberi formalin) yang terletak di basement, yang terdiri dari rak-rak berisi kadaver, kantung mayat berwarna oranye, maupun kolam formalin yang berisi kadaver-kadaver yang masih terendam.
Setelah Allah, kematian juga bersifat adil. Kematian menegakkan keadilan bagi siapapun. Kematian tak terelakkan bagi siapapun, cepat atau lambat, walau tak diharapkan, dia akan menghampiri manusia tanpa pandang-bulu, tanpa pilih-kasih dan tak seorangpun bisa mencegah kedatangannya, yang dengan berbagai macam cara yang kadang tak terpikirkan, bahkan kadang seperti pencuri di tengah malam.
Kelahiran, Reputasi dan Karyanya
Yisrael Meir (Kagan) Poupko (Dzyatlava, 1838 - Radun ', 1933) dikenal populer sebagai Chofetz Chaim adalah seorang rabbi berpengaruh di Eropa Timur, Halakhist, posek, dan pakar etika yang terus berkarya, berpengaruh secara luas dalam kehidupan Yahudi. Nama panggilannya Poupko tidak diketahui secara luas. Ungkapan Chafetz Chaim berasal dari Mazmur 34:13 - "Siapakah orang yang menginginkan kehidupan (Chaim hechafetz), yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik?...”
Rabbi Israel Meir HaCohen Kagan biasa dikenal sebagai "Chafetz Chaim," nama dari karya terkenalnya tentang menjaga lidah seseorang. Lahir di Zhetel, Polandia pada tanggal 6 Februari 1838, dia diajar sampai usia 10 tahun oleh orang tuanya dan kemudian pindah ke Vilna untuk melanjutkan studi Yahudi-nya. Menolak mimbar kaum rabbi Yahudi, Chafetz Chaim menetap di Radin (Polandia) dan hidup dari toko kelontong kecil yang dikelola istrinya dan dia melakukan ‘pembukuan” - mengawasi setiap sen untuk memastikan bahwa tidak seorangpun menipu. Ia menghabiskan hari-harinya belajar Taurat (Torah) dan menyebarluaskan pengetahuannya kepada masyarakat umum.
Sebagai reputasinya bertumbuhlah, siswa dari seluruh Eropa berkumpul kepadanya dan pada1869 rumahnya dikenal sebagai Yeshiva Radin. Selain Yeshiva-nya, Chafetz Chaim sangat aktif dalam masalah-masalah Yahudi. Dia bepergian secara ekstensif (bahkan di tahun 90-an!) untuk mendorong ketaatan atas Mitzvos di antara orang Yahudi. Salah satu pendiri Agudas Yisrael, yaitu organisasi keagamaan Yahudi di Eropa dan kemudian dunia, Chafetz Chaim sangat terlibat dalam urusan Yahudi dan membantu banyak yeshivos bertahan dalam masalah-masalah keuangan dalam masa peperangan. Sesuai dengan teladan ayat-ayat dalam Mazmur 34:13-14, "Siapa orang yang menginginkan kehidupan, yang mengingini umur panjang ... Menjaga lidahmu dari yang jahat dan bibirmu dari berbicara dusta", Chafetz Chaim meninggal dunia pada tahun 1933 pada usia lanjut 95 tahun.
Warisan Chafetz Chaim terbesar adalah sefarim 21 (kitab-kitab suci) yang ia terbitkan. Karya pertamanya, Sefer Chafetz Chaim (1873), merupakan upaya pertama untuk untuk mengatur dan menjelaskan hukum-hukum mengenai berbicara jahat dan gosip. Dia kemudian menulis karya lainnya, termasuk Shmirat HaLashon, yang menekankan pentingnya menjaga lidah seseorang dengan mengutip orang-orang bijak. The Mishnah Brurah (1894-1907), adalah komentarnya tentang Hukum-hukum harian seorang Yahudi (seri pertama di Shulchan Aruch), ditemukan di banyak rumah-rumah Yahudi dan diterima secara universal untuk memutuskan Halacha.
Karyanya yang lain, "The Chofetz Chaim" (atau Chafetz Chaim atau Hafetz Hayim) (Ibrani: חָפֵץ חַיִּים) (menginginkan kehidupan) adalah sebuah buku tentang hukum-hukum Yahudi tentang cara/adab berbicara ditulis oleh Rabbi Yisrael Meir Kagan. Buku ini adalah tentang mitzvot, berhubungan dengan adab berbicara yang benar dan santun dan larangan melakukan fitnah dan hujat. Judul karya ini diambil dari Mazmur 34:12-15:
”Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan TUHAN akan kuajarkan kepadamu! Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik? Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu; jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya!”
Subyek buku ini Lashon Hara (bicara jahat, atau tak berguna: gosip dan fitnah dan larangan pencemaran nama baik). Rabbi Kagan menyediakan sumber berlimpah dari Taurat, Talmud dan Rishonim tentang kerasnya hukum Yahudi pada kisah perdagangan dan gosip.
Buku ini dibagi menjadi tiga bagian:
- Mekor chayim ("Sumber Kehidupan"), teks hukum.
- Be'er mayim chayim ("Sumur air hidup"), catatan kaki dan argumen hukum.
- Hal ini biasanya dicetak bersama-sama dengan teks Shemirath ha-Lashon ("Menjaga lidah"), sebuah pembahasan etis pada penggunaan yang tepat dari kemampuan berpidato.
Tegas percaya bahwa ia tinggal tepat sebelum waktu Moshiach dan pembangunan kembali Bait Suci, Chafetz Chaim menulis sebuah karya yang menekankan mempelajari hukum tentang korban, Bait Suci, dan topik terkait. Dia juga menerbitkan seforim untuk memperkuat aspek-aspek tertentu dari kehidupan Yahudi termasuk kashrus, kemurnian keluarga, dan studi Taurat.
Kisah Hofetz Chaim: Semua Umat Manusia adalah Peziarah di Dunia ini
Semua umat manusia, tidak memandang etnis atau ras atau agama apapun, laki atau perempuan, kaya atau miskin, presiden, raja, pejabat atau rakyat jelata, rohaniwan (ulama) atau umat (umaroh), jenderal atau prajurit, konglomerat atau kaum duafa dan fakir-miskin, tua, muda atau bayi, maupun pembagian tingkat sosial lainnya, pada dasarnya adalah seorang peziarah atau turis yang singgah untuk sementara di muka bumi ini. Cepat atau lambat si turis harus pulang ke tempat asalnya.
Kematian tak terelakkan bagi siapapun, cepat atau lambat, walau tak diharapkan, dia akan menghampiri manusia tanpa pandang-bulu, tanpa pilih-kasih dan tak seorangpun bisa mencegah kedatangannya, yang dengan berbagai macam cara yang kadang tak terpikirkan, bahkan kadang seperti pencuri di tengah malam. Setelah Allah Yang Maha Adil, kematian menegakkan keadilan bagi siapapun.
Kisah berikut adalah dialog antara Hofetz Chaim dan si turis, peziarah, yang adalah gambaran kita semua.
Seabad yang lalu seorang turis Amerika
mengadakan perjalanan kunjungan ke seorang Rabbi
termasyhur di Polandia, Hofetz Chaim namanya.
Ia terkejut dan terheran-heran ketika melihat bahwa
rumah Rabbi ini hanya sebuah ruang sederhana
penuh dengan buku-buku.
Perabot lainnya hanya hanya meja dan bangku saja.
”Rabbi dimanakah perabot rumah anda
yang lain?” tanya turis itu.
”Di mana juga kepunyaanmu?” Hofetz balas
bertanya.
Dengan bingung turis Amerika ini bertanya,
”kepunyaanku? Tetapi aku khan seorang peziarah di sini.
Aku hanya sekedar mampir saja.” kata orang Amerika itu.
”Begitu juga dengan aku.” rabbi ini menjawab.
Catatan:
1. Halakhist adalah seseorang ahli di bidang Halakha (Hebrew: הלכה); jamak: Halakhot: yaitu himpunan perintah-perintah dan peraturan-peraturan untuk tingkah-laku dalam agama Yudaisme. Halakha (halaqqah) (Ibrani: הלכה) - juga transliterasi Halocho (pengucapan bahasa Ibrani Ashkenazic) dan Halacha - adalah badan kolektif hukum agama Yahudi, termasuk hukum alkitabiah (yang 613 mitzvot) dan kemudian hukum talmudik dan hukum para rabbi serta adat-istiadat dan tradisi-tradisinya.
2. Posek (Ibrani פוסק, jamak: Poskim, פוסקים) adalah istilah dalam hukum Yahudi untuk "penentu" - seorang sarjana hukum yang memutuskan Halakha dalam kasus-kasus hukum di mana pemerintah sebelumnya tidak meyakinkan.)
3. Yeshiva atau yeshivah (Ibrani: ישיבה, "duduk (n.)"; pl. Yeshivot atau yeshivas), atau metivta atau mesivta (Aram: מתיבתא), juga sering disebut sebagai Beth midrash, Beth ha-midrasy atau Madrasah Yahudi (Jewish Madrassa), Akademi Talmud, Akademi Rabbinik atau Sekolah Rabbinik, adalah sebuah institusi unik Yudaisme klasik untuk studi tradisionalnya, berpusatkan teks-teks. Kajian institusi ini terdiri dari kajian Taurat, sastra rabinik khususnya Talmud (karya utama rabinik Yudaisme), Responsa untuk ibadah Yahudi, dan etika alternatif (Mussar) atau teks-teks mistik (filsafat Hasidik). Dalam beberapa institusi, teks-teks filsafat Yahudi klasik (Hakira) atau Kabbalah (Qabalah) dipelajari, atau karya-karya pemikir individu (seperti Abraham Ishak Kook).
4. Kabbalah (bahasa Ibrani: קַבָּלָה; vokalisasi standar: Qabbala; vokalisasi Tiberias: Qabbālāh; secara harafiah berarti "menerima" dalam pengertian suatu "tradisi yang diterima") adalah sebuah bentuk esoterik dari mistisisme Yahudi, yang berupaya untuk menyingkapkan pengertian-pengertian mistis yang terselubung dalam Tanakh (Kitab Suci Ibrani). Kabala menawarkan pemahaman mistis ke dalam hakikat ilahi. Kabbalah (Qabbalah) merupakan wajah esoterik (aspek ke dalam suatu agama yang menghasilkan pengalaman misteri dan mendorong orang untuk datang mencari kebenaran) Yudaisme (agama Yahudi). Istilah qabbalah berasal dari quibel yang artinya “menerima”, menandakan bahwa tradisi ini diterima sebagai warisan dari guru kepada murid. Salah satu tradisi mengatakan bahwa para bapak leluhur Yahudi menerima pengetahuan dari para malaikat atau dari Melkhizedek. Secara historis, Qabalah berakar dalam sumber-sumber dan ajaran esoterik yang hidup pada masa kelahiran agama Kristen. Qabbalah menyerap pengaruh kuat dari Gnostik Yunani dan disatukan dengan disiplin esoterik Yudaisme yang baru muncul saat itu. Tampaknya ajaran-ajarannya sudah ada dalam bentuk lisan selama beberapa abad. Dalam perkembangannya ajaran lisan tersebut menjadi bagian dari tradisi Yahudi dan diturun-alihkan dalam kelompok-kelompok Qabalis yang tersebar di seluruh Eropa.
5. Mitzvah (Ibrani: מצוה "perintah", [mitsva], sehari-hari Ashkenazi [mɪtsvə]; [mitzvot jamak mitsvot] atau sehari-hari Ashkenazi mitzvos [mɪtsvəs]; dari צוה tzavah "perintah") adalah kata yang digunakan dalam Yudaisme untuk merujuk ke 613 perintah yang diberikan dalam Taurat dan tujuh perintah rabbi melembagakan kemudian untuk total 620. Istilah ini juga dapat merujuk kepada pemenuhan sebuah mitzvah. Istilah ini mitzvah juga datang untuk menyatakan suatu tindakan kebaikan manusia. Menurut ajaran Yudaisme, semua hukum moral, atau berasal dari, perintah-perintah ilahi.
6. Taurat (Ibrani: תּוֹרָה, "mengajar" atau "instruksi", atau "hukum"), juga dikenal sebagai Pentateukh (Yunani: penta [five] = panca [lima] dan teuchos = alat, kapal, buku), mengacu pada Lima Kitab dari Musa – keseluruhan dari pendirian teks-teks hukum dan etis agama Yudaisme. "Sefer Taurat" (סֵפֶר תּוֹרָה,. "kitab Taurat") atau gulungan-gulungan Taurat adalah salinan dari Taurat tertulis di perkamen, secara formal disalin secara tradisional oleh seorang juru tulis khusus dilatih di bawah persyaratan yang ketat.
Kitab Taurat atau Torah dalam bahasa Ibrani adalah lima kitab pertama Tanakh atau Alkitab Perjanjian Lama. Kitab Taurat dalam bahasa Yunani disebut Pentateukh. Kelima kitab ini adalah:
i. Kejadian, bahasa Latin: Genesis, bahasa Ibrani: beresyit (בראשית),
ii. Keluaran, bahasa Latin: Exodus, bahasa Ibrani syemot (שמות).
iii. Imamat, bahasa Latin: Leviticus, bahasa Ibrani wayyikra (ויקרא).
iv. Bilangan, bahasa Latin: Numerii, bahasa Ibrani bemidbar (במדבר) dan
v. Ulangan, bahasa Latin: Deuteronomium, bahasa Ibrani debarim (דברים).
Nama-nama Latin berasal dari Septuaginta. Kelima buku pertama ini dianggap penting karena kelima buku ini memuat peraturan-peraturan yang dipercayai ditulis oleh Musa.
Taurat berisi berbagai genre sastra, termasuk alegori, narasi sejarah, puisi, silsilah, dan eksposisi berbagai jenis hukum. Menurut tradisi para rabi, Taurat berisi mitzvot 613 (מצוות, "perintah"), yang terbagi dalam 365 larangan-larangan negatif dan 248 perintah positif. Dalam literatur rabinik, kata "Taurat" baik menunjukkan teks tertulis, "Taurat Shebichtav" (תורה שבכתב, "Taurat yang tertulis"), serta tradisi lisan, "Taurat Shebe 'al Peh" (תורה שבעל פה, "Taurat yang oral/lisan"). Bagian lisan terdiri dari "penafsiran tradisional dan amplifikasi diturunkan dari mulut ke mulut dari generasi ke generasi," sekarang diwujudkan dalam Talmud dan Midrash.
7, Talmud (bahasa Ibrani: תלמוד) adalah catatan tentang diskusi para rabi yang berkaitan dengan hukum Yahudi, etika, kebiasaan dan sejarah. Talmud mempunyai dua komponen: Mishnah, yang merupakan kumpulan Hukum Lisan Yudaisme pertama yang ditulis; dan Gemara, diskusi mengenai Mishnah dan tulisan-tulisan yang terkait dengan Tannaim yang sering membahas topik-topik lain dan secara luas menguraikan Tanakh. Istilah Talmud dan Gemara seringkali digunakan bergantian. Gemara adalah dasar dari semua aturan dari hukum rabinik dan banyak dikutip dalam literatur rabinik yang lain. Keseluruhan Talmud biasanya juga dirujuk sebagai (singkatan bahasa Ibrani untuk shishah sedarim, atau "enam tatanan" Mishnah). Proses "Gemara" berlangsung di dua pusat Studi Yahudi yang utama, Israel dan Babilonia. Sejalan dengan itu, dua kumpulan analisis berkembang, dan dua karya Talmud pun terbentuk. Kompilasi yang lebih tua disebut Talmud Palestina atau Talmud Yerushalmi. Talmud ini dikompilasi sekitar abad keempat di Palestina. Talmud Babilonia disusun sekitar tahun 500 M., meskipun ia terus disunting di kemudian hari. Kata "Talmud", ketika digunakan tanpa keterangan, biasanya merujuk kepada Talmud Babilonia.
8. Midrash (Ibrani: מדרש; midrashim jamak, harfiah "untuk menyelidiki" atau "belajar"). Adalah metode homiletik penafsiran dan menjelaskan nas-nas dalam Tenakh, Misyna dan Talmud. Istilah ini juga mengacu pada kompilasi seluruh homiletik pada ajaran-ajaran Kitab Suci Ibrani.
Midrash adalah cara menafsirkan cerita kitab suci yang melampaui penyulingan sederhana dari agama, ajaran hukum atau moral. Ia mengisi banyak kekosongan tertinggal dalam narasi tentang kejadian-kejadian dan kepribadian yang hanya diisyaratkan.
9. Rishonim (para komentator awal, yaitu rabbi-rabbi abad pertengahan yang belakangan)
10. Mesias (Ibrani: משיח; mashiah, moshiah, mashiach, atau moshiach, ("yang diurapi") adalah istilah yang digunakan dalam Alkitab Ibrani untuk menggambarkan imam dan raja, yang secara tradisional diurapi dengan minyak urapan kudus seperti yang dijelaskan dalam Keluaran 30:22-25. Sebagai contoh, Cyrus Agung, raja Persia, meskipun bukan orangYahudi, disebut sebagai "yang diurapi Allah" (Mesias) dalam Alkitab.
Dalam eskatologi Yahudi, istilah ini datang untuk merujuk ke masa depan Raja Yahudi dari garis keturunan Daud, yang akan "diurapi" dengan minyak urapan kudus dan memerintah orang-orang Yahudi di Era Mesianik. Dalam norma bahasa Ibrani, Mesias sering disebut sebagai מלך המשיח, Mélekh ha-Mashíaẖ (dalam vokalisasi Tiberias diucapkan Méleḵ hamMāšîªḥ), secara harfiah berarti "raja yang diurapi."
Saat ini, berbagai denominasi Yahudi memiliki perbedaan pendapat yang tajam tentang sifat Mesias dan Zaman Mesianik, dengan beberapa kelompok memegang pendapat bahwa Mesias adalah seorang oknum dan kelompok lain berpendapat bahwa Mesias merupakan representasi dari Zaman Mesianik itu sendiri.
Pemikiran Tradisional dan Ortodoks Yahudi saat ini sebagian besar menganggap bahwa Mesias akan menjadi Seseorang yang diurapi (mesias), diturunkan dari ayahnya melalui garis keturunan Raja Daud, yang akan mengumpulkan orang-orang Yahudi kembali ke Tanah Israel dan mengantarkan ke era perdamaian.
Referensi
1. Anthony de Mello SJ. Burung Berkicau. Yayasan Cipta Loka Caraka. Cetakan kelima 1991.
2. Drs. R.C. Musaph – Andriesse. Sastra Para Rabi Setelah Taurat. Karangan Para Rabi Dari Taurat Sampai Kabala. Diindonesiakan oleh Henk ten Napel. PT BPK Gunung Mulia. Jakarta. Cetakan pertama: 1991.
3. Naomi Humphrey. Meditation: The Inner Way. How to use Meditation as a powerful force for self development. Originally published in English by Thorsons, a division of Harper Collins Publisher Ltd under the title Meditation: The Inner Way @ Naomi Humphrey. 1987.
4. Torah.org. Chofetz Chaim Biography : http://www.torah.org/learning/halashon/ccbio.html
5. Dan sumber-sumber lain.
Rabu, 11 Agustus 2010
CAMPUS ASIA INTERVIEW WITH FATHER KIRILL: RELIGIONS WON’T BE ELIMINATED, JUST NEUTERED
People increasingly choose shallow and temporal secular lives. Dedication to materialism, consumerism, and hedonism mark their adoration of physical pleasure. Such people – most of society – commonly neglect their spiritual lives. Presbyter Priest Kirill JSL of St. Jonah of Manchuria Parish, Indonesian Orthodox Church, addresses his concern to Campus Asia on the issue. By Candyce Isabella Purba
Instantaneous gratification and an accompanying neglect of transcendental matters upsets the balance between our material and the spiritual lives and impacts heavely on our education.
With distorted education, students are not nurtured to be responsible to their Creator. This education ignores noble values rooted in religion as well as in divinity.
In theology, especially Christian theology, parents represent God; therefore educating children to be responsible to their parent equates with educating them to be responsible to God.
“As a pastor, I disagree with an educational system that separates religious teaching from the general curriculum,” says Presbyter Rm. Kirill.
Educators should not see their calling as accidental. This vocation includes a God given obligation to become responsible educators accountable to God.
This doesn’t mean that all teachers – of mathematics, biology or chemistry etc – have to teach theology. Whatever they teach, they have to convey strong religious values, particularly on how to interact with God, other human beings, and with the natural world. A unity and balance must be sustained between these elements. Indonesia needs role models to introduce the public to examples of integrity.
These days we can’t point to appropriate role models; people living a culture of responsibility to God and to their fellow man. When found guilty of crime, the average modern “leader” feels no responsibility to God or society over transgressions. No way they will come forward to admit their mistakes, what more quit their position voluntarily.
“If they quit their job, they lose their chance to satiate their physical pleasures – even though these are merely temporal. Unfortunately, I have found no true role model in Indonesia until now,” Rm. Kirill explains.
He has played an active role in educating children in virtues and values whereby to be responsible to God, others, and to the natural environment. Unfortunately, Indonesian society tends to worship democracy more than God and religious matters. Religious concern in restricted to reflections during brief visits to places of devotion.
Glorification of democracy has made it a new religion. It is substituting eternal values, replacing God as many people now tend to neglect spiritual values – even God Himself. God, however, cannot be replaced by anything – including our much lauded democracy.
This glorification compromises traditional roles and responsibilities when people claim limitless freedom. Worse, those people obliged to correct and control democracy’s course are daunted by democracy’s newly elevated “glorious” status.
They baulk at doing their duty. It will end in chaos. With no one to control democracy, it will eventually destroy itself.
The mass media, for instance, frequently forces an accused party into a corner before the Court has decided guilt. This is an irresponsible mass media.
“Mass Media is not a judicial institution. It cannot determine nor penalize guilt, but this is what happens when media people do not work professionally nor in accordance with their responsibility to God and to their fellow man,”Rm. Kirill emphasizes.
Most mass media contents itself with profiting from providing the public with cheap, titillating information; scandal, gossip, or controversial and bombastic news – all calculated to maximize profits. No matter that the news lacks balance, integrity or educational value.
The solution lies with educating our younger generation in traditional virtues; to nurtured noble values and responsible lifestyles focused on God, others, and the natural environment.
More importantly, educators need to nurtured spiritual and religious values whereby children can balance the needs of their physical and spiritual wellbeing.
The balanced education can address both imminent short term and more transcendental goals while also keeping an eye on sustaining the world’s ecosystem.
To achieve this balance, we must move beyond the intellectual quotient (IQ) to stimulate emotional (EQ) and spiritual quotient (SQ).
According to philosopher Danah Zohar, IQ works for observing outside of someone (the mind’s eye), EQ works to process what in inside (the ear of feeling), and SQ refers to self centering.
Spiritual intelligence draws on the human soul as an agent for self internalization. It can recognize “significance” beyond physical events and realities. This intelligence goes beyond mere religious intelligence as limited and boxed by religious knowledge, customs and institutionalization.
Spiritual intelligence deals more with enlightenment of the soul. People with high SQ are able to accept hardships positively and therefore can awaken their spirit and proceed positively under stress and trial.
This method should have applications in Indonesia with our strong belief in God inspired by Pancasila. However, Indonesians nowadays have been ignoring God’s rule.
Although it’s impossible for eastern Indonesians to abandon and dismiss their religions completely, they can (and have?) become secular.
“It’s actually contradictive to suggest that Indonesian people are secular and religious at the same time,” Rm. Kirill says.
No need for dispute, religion can drift along as a mere formality for Indonesians denied the option of being publicly atheist.
Worse, people will admit to being religious whilst actually just tagging along thoughtlessly – considering religion as a life style. This kind of shallow and unsettled spiritual and religious life gradually become narrow-minded and bigoted – a religious experience like tasteless salt. If a religion cannot “salt the world”, it suffers a loss of function and to offer guidelines for human behavior. Ultimately the function of Pancasila is also forgotten.
The first pillar of Pancasila imbues and supersedes the other four pillars. It shows that Indonesia is a fundamentally religious nation and exists inseparable from religious norms and values. Divinity is held sublime in a civilized nation respecting pluralistic values.
Abolishing the first pillar, or even changing it, means denial of the basic nature and character of Indonesia that was embedded in the foundations of nationhood.
Getting rid of the first pillar of Pancasila would be an attempt to deny the fundamental life-source and wellspring of this religious nation. “I strongly believe that religions in Indonesia will not perish; will they be repressed? – yes of course!
There is a real possibility that religions in Indonesia will become barren and tasteless, a useless salt,” Rm. Kirill concluded his remarks.
Source:
Candyce Isabella Purba. Religions Won’t Be Eliminated, Just Neutered. CampusAsia Magazine. Volume 3 Number 14, June – August 2010. www.campusasia.co.id.
==========================================
WAWANCARA CAMPUS ASIA DENGAN ROMO KIRILL:
AGAMA TIDAK DIHAPUS, HANYA DIKEBIRI
Diterjemahkan oleh :
Presbyter Rm.Kirill JSL
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
Paroki St Jonah dari Manchuria, Surabaya
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
Orang-orang semakin memilih kehidupan sekuler temporal dan dangkal. Dedikasi untuk materialisme, konsumerisme, dan hedonisme menandai pemujaan mereka akan kenikmatan jasmani. Orang-orang seperti - sebagian besar masyarakat - sering mengabaikan kehidupan rohani mereka. Imam Presbiter Kirill JSL dari Paroki St Jonah dari Manchuria, Surabaya, Gereja Orthodox Indonesia, berbicara tentang kepeduliannya untuk Campus Asia mengenai masalah ini. Oleh Candyce Isabella Purba
Kepuasan sesaat dan disertai pengabaian hal-hal transendental mengganggu keseimbangan antara kehidupan material dan spiritual kita dan menimbulkan dampak pada pendidikan kita.
Dengan pendidikan yang menyimpang ini, siswa tidak dididik untuk bertanggung jawab kepada Pencipta. Pendidikan ini mengabaikan nilai-nilai luhur yang berakar pada agama serta ketuhanan.
Dalam teologi, terutama teologi Kristen, orang tua mewakili Allah, oleh karena itu mendidik anak-anak untuk bertanggung jawab kepada orangtua mereka sama dengan mendidik mereka untuk bertanggung jawab kepada Allah.
"Sebagai seorang pastor, saya tidak setuju dengan sistem pendidikan yang memisahkan ajaran agama dari kurikulum umum," kata Presbiter Rm. Kirill.
Pendidik seharusnya tidak melihat panggilan mereka sebagai kebetulan. Pekerjaan ini termasuk kewajiban yang diberikan Allah untuk menjadi pendidik yang bertanggung jawab kepada Allah.
Ini tidak berarti bahwa semua guru - matematika, biologi atau kimia dll - harus mengajarkan teologi. Apa pun yang mereka ajarkan, mereka harus menyampaikan nilai-nilai agama yang kuat, khususnya tentang bagaimana berinteraksi dengan Allah, sesama manusia, dan dengan alam lingkungan. Sebuah kesatuan dan keseimbangan harus dipertahankan di antara unsur-unsur ini. Indonesia perlu tokoh teladan untuk memperkenalkan kepada masyarakat contoh-contoh integritas ini.
Saat ini kita tidak dapat menunjukkan tokoh teladan yang tepat; orang yang hidup dengan budaya bertanggung-jawab kepada Allah dan sesama mereka. Ketika ditemukan bersalah atas kejahatan, rata-rata "pemimpin" modern merasa tidak bertanggung-jawab kepada Allah atau masyarakat atas pelanggaran hukumnya. Tidak mungkin mereka akan tampil ke depan untuk mengakui kesalahan mereka, apa lagi mengundurkan diri dari posisi mereka secara sukarela.
"Jika mereka keluar dari pekerjaan mereka, mereka kehilangan kesempatan mereka untuk memuaskan kesenangan fisik mereka - meskipun ini hanya sementara. Sayangnya, saya tidak menemukan tokoh teladan sejati di Indonesia sampai sekarang, "Rm. Kirill menjelaskan.
Dia (penterjemah: tokoh teladan) telah memainkan peran aktif dalam mendidik anak-anak dalam kebajikan dan nilai-nilai dimana bertanggung-jawab kepada Allah, orang lain, dan lingkungan alam. Sayangnya, masyarakat Indonesia cenderung mengagungkan demokrasi lebih dari Allah dan urusan agama. Urusan agama terbatas pada kepedulian dalam refleksi selama kunjungan singkat ke tempat-tempat ibadah.
Pemuliaan demokrasi telah membuatnya menjadi sebuah agama baru. Hal ini menggantikan nilai-nilai yang kekal, menggantikan Allah sebagaimana banyak orang sekarang cenderung mengabaikan nilai-nilai spiritual - bahkan Allah sendiri. Namun, Allah tidak dapat digantikan oleh apa pun - termasuk dengan banyak memuji dan mengagung-agungkan demokrasi kita.
Pemuliaan ini mengkompromikan peran-peran tradisional dan tanggung-jawab ketika orang mengklaim kebebasan tanpa batas. Lebih buruk lagi, orang-orang yang berkewajiban untuk mengoreksi dan mengontrol program demokrasi ketakutan oleh demokrasi yang baru saja ditinggikan dengan status "mulia".
Mereka mogok pada saat melakukan tugas mereka. Ini akan berakhir dalam kekacauan. Dengan tidak adanya seorangpun mengendalikan demokrasi, pada akhirnya akan menghancurkan dirinya sendiri.
Media massa, misalnya, sering memaksa pihak terdakwah terpojok sebelum Pengadilan memutuskan bersalah. Ini adalah media massa yang tidak bertanggung jawab.
"Media massa bukan lembaga peradilan. Media massa tidak dapat menentukan bersalah atau menghukum, tapi ini adalah apa yang terjadi ketika orang-orang media massa tidak bekerja secara profesional dan tidak sesuai dengan tanggung jawab mereka kepada Allah dan sesama mereka, "Rm. Kirill menekankan.
Sebagian besar media massa mengisi dirinya sendiri dengan keuntungan dari menyediakan bagi masyarakat dengan hal-hal murahan, informasi merangsang; skandal, gosip, atau berita-berita kontroversial dan bombastis - semua dihitung untuk memaksimalkan keuntungan. Tidak peduli bahwa berita itu tidak memiliki keseimbangan, integritas atau nilai pendidikan.
Solusinya terletak dengan mendidik generasi muda kita dalam kebajikan tradisional; untuk memelihara nilai-nilai luhur dan gaya hidup yang bertanggung jawab berfokus pada Allah, orang lain (sesame), dan alam lingkungan.
Lebih penting lagi, pendidik harus memelihara nilai-nilai spiritual dan agama dimana anak-anak bisa menyeimbangkan kebutuhan kesejahteraan fisik dan rohani mereka.
Pendidikan berimbang dapat ditujukan baik jangka pendek akan terjadi dan lebih transendental sekaligus juga memelihara dan berjaga terhadap ekosistem dunia.
Untuk mencapai keseimbangan ini, kita harus bergerak melampaui kecerdasan intelektual (IQ) untuk membangkitkan kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).
Menurut filsuf Danah Zohar, IQ bekerja untuk mengamati seseorang di luar (mata pikiran), EQ bekerja untuk proses apa yang di dalam (telinga perasaan), dan SQ mengacu pada pusat diri.
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa.
Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber – SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Metode ini harus memiliki aplikasi di Indonesia dengan keyakinan yang kuat kita dalam Allah diinspirasikan oleh Pancasila. Namun, saat ini beberapa orang Indonesia telah mengabaikan peraturan Allah.
Untuk orang timur rasanya sulit untuk tidak beragama dan bubarnya agama, tapi untuk menjadi sekuler adalah mungkin.
"Adalah benar-benar bertentangan untuk menyarankan bahwa orang Indonesia adalah sekuler dan agamis pada saat yang sama," Rm. Kirill mengatakan.
Tidak perlu untuk diperdebatkan, agama dapat hanyut bersama sebagai formalitas belaka untuk orang Indonesia yang menolak pilihan dikatakan ateis di depan umum.
Lebih buruk lagi, orang akan mengakui sementara agama yang sebenarnya hanya sebagai tanda pengenal tanpa makna – menganggap agama sebagai suatu gaya hidup. Jenis spiritual dangkal dan tidak mengakar dan hidup keagamaan secara bertahap menjadi berpikiran sempit dan picik - pengalaman keagamaan seperti garam yang tawar. Jika agama tidak bisa "menggarami dunia", agama itu menjadi kehilangan fungsi dan kehilangan kemampuan bimbingan untuk perilaku manusia. Akhirnya fungsi Pancasila juga dilupakan.
Sila pertama Pancasila membawahi dan ditempatkan di atas keempat sila lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa religius dan kehadirannya tak terpisahkan dari norma-norma dan nilai-nilai agama. Ketuhanan dijunjung tinggi sebagai nilai luhur sebagai bangsa beradab untuk menghormati nilai-nilai pluralistik (kemajemukan).
Menghapuskan sila pertama, atau bahkan mengubahnya, berarti pengingkaran terhadap sifat dasariah dan karakter bangsa Indonesia yang tertanam dalam fondasi kebangsaan sejak jaman dulu.
Menyingkirkan sila pertama Pancasila akan menjadi berusaha untuk menyangkal kehidupan yang mendasar dan sumber-mata air bangsa religius ini. "Saya sangat percaya bahwa agama di Indonesia tidak akan binasa; akankah mereka dapat ditekan? - Ya tentu saja!
Ada kemungkinan nyata bahwa agama di Indonesia akan menjadi tandus dan tawar, garam tidak berguna, "Rm. Kirill menyimpulkan sambutannya.
Sumber:
Candyce Isabella Purba. Religions Won’t Be Eliminated, Just Neutered. CampusAsia Magazine. Volume 3 Number 14, June – August 2010. www.campusasia.co.id.
Instantaneous gratification and an accompanying neglect of transcendental matters upsets the balance between our material and the spiritual lives and impacts heavely on our education.
With distorted education, students are not nurtured to be responsible to their Creator. This education ignores noble values rooted in religion as well as in divinity.
In theology, especially Christian theology, parents represent God; therefore educating children to be responsible to their parent equates with educating them to be responsible to God.
“As a pastor, I disagree with an educational system that separates religious teaching from the general curriculum,” says Presbyter Rm. Kirill.
Educators should not see their calling as accidental. This vocation includes a God given obligation to become responsible educators accountable to God.
This doesn’t mean that all teachers – of mathematics, biology or chemistry etc – have to teach theology. Whatever they teach, they have to convey strong religious values, particularly on how to interact with God, other human beings, and with the natural world. A unity and balance must be sustained between these elements. Indonesia needs role models to introduce the public to examples of integrity.
These days we can’t point to appropriate role models; people living a culture of responsibility to God and to their fellow man. When found guilty of crime, the average modern “leader” feels no responsibility to God or society over transgressions. No way they will come forward to admit their mistakes, what more quit their position voluntarily.
“If they quit their job, they lose their chance to satiate their physical pleasures – even though these are merely temporal. Unfortunately, I have found no true role model in Indonesia until now,” Rm. Kirill explains.
He has played an active role in educating children in virtues and values whereby to be responsible to God, others, and to the natural environment. Unfortunately, Indonesian society tends to worship democracy more than God and religious matters. Religious concern in restricted to reflections during brief visits to places of devotion.
Glorification of democracy has made it a new religion. It is substituting eternal values, replacing God as many people now tend to neglect spiritual values – even God Himself. God, however, cannot be replaced by anything – including our much lauded democracy.
This glorification compromises traditional roles and responsibilities when people claim limitless freedom. Worse, those people obliged to correct and control democracy’s course are daunted by democracy’s newly elevated “glorious” status.
They baulk at doing their duty. It will end in chaos. With no one to control democracy, it will eventually destroy itself.
The mass media, for instance, frequently forces an accused party into a corner before the Court has decided guilt. This is an irresponsible mass media.
“Mass Media is not a judicial institution. It cannot determine nor penalize guilt, but this is what happens when media people do not work professionally nor in accordance with their responsibility to God and to their fellow man,”Rm. Kirill emphasizes.
Most mass media contents itself with profiting from providing the public with cheap, titillating information; scandal, gossip, or controversial and bombastic news – all calculated to maximize profits. No matter that the news lacks balance, integrity or educational value.
The solution lies with educating our younger generation in traditional virtues; to nurtured noble values and responsible lifestyles focused on God, others, and the natural environment.
More importantly, educators need to nurtured spiritual and religious values whereby children can balance the needs of their physical and spiritual wellbeing.
The balanced education can address both imminent short term and more transcendental goals while also keeping an eye on sustaining the world’s ecosystem.
To achieve this balance, we must move beyond the intellectual quotient (IQ) to stimulate emotional (EQ) and spiritual quotient (SQ).
According to philosopher Danah Zohar, IQ works for observing outside of someone (the mind’s eye), EQ works to process what in inside (the ear of feeling), and SQ refers to self centering.
Spiritual intelligence draws on the human soul as an agent for self internalization. It can recognize “significance” beyond physical events and realities. This intelligence goes beyond mere religious intelligence as limited and boxed by religious knowledge, customs and institutionalization.
Spiritual intelligence deals more with enlightenment of the soul. People with high SQ are able to accept hardships positively and therefore can awaken their spirit and proceed positively under stress and trial.
This method should have applications in Indonesia with our strong belief in God inspired by Pancasila. However, Indonesians nowadays have been ignoring God’s rule.
Although it’s impossible for eastern Indonesians to abandon and dismiss their religions completely, they can (and have?) become secular.
“It’s actually contradictive to suggest that Indonesian people are secular and religious at the same time,” Rm. Kirill says.
No need for dispute, religion can drift along as a mere formality for Indonesians denied the option of being publicly atheist.
Worse, people will admit to being religious whilst actually just tagging along thoughtlessly – considering religion as a life style. This kind of shallow and unsettled spiritual and religious life gradually become narrow-minded and bigoted – a religious experience like tasteless salt. If a religion cannot “salt the world”, it suffers a loss of function and to offer guidelines for human behavior. Ultimately the function of Pancasila is also forgotten.
The first pillar of Pancasila imbues and supersedes the other four pillars. It shows that Indonesia is a fundamentally religious nation and exists inseparable from religious norms and values. Divinity is held sublime in a civilized nation respecting pluralistic values.
Abolishing the first pillar, or even changing it, means denial of the basic nature and character of Indonesia that was embedded in the foundations of nationhood.
Getting rid of the first pillar of Pancasila would be an attempt to deny the fundamental life-source and wellspring of this religious nation. “I strongly believe that religions in Indonesia will not perish; will they be repressed? – yes of course!
There is a real possibility that religions in Indonesia will become barren and tasteless, a useless salt,” Rm. Kirill concluded his remarks.
Source:
Candyce Isabella Purba. Religions Won’t Be Eliminated, Just Neutered. CampusAsia Magazine. Volume 3 Number 14, June – August 2010. www.campusasia.co.id.
==========================================
WAWANCARA CAMPUS ASIA DENGAN ROMO KIRILL:
AGAMA TIDAK DIHAPUS, HANYA DIKEBIRI
Diterjemahkan oleh :
Presbyter Rm.Kirill JSL
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
Paroki St Jonah dari Manchuria, Surabaya
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)
Orang-orang semakin memilih kehidupan sekuler temporal dan dangkal. Dedikasi untuk materialisme, konsumerisme, dan hedonisme menandai pemujaan mereka akan kenikmatan jasmani. Orang-orang seperti - sebagian besar masyarakat - sering mengabaikan kehidupan rohani mereka. Imam Presbiter Kirill JSL dari Paroki St Jonah dari Manchuria, Surabaya, Gereja Orthodox Indonesia, berbicara tentang kepeduliannya untuk Campus Asia mengenai masalah ini. Oleh Candyce Isabella Purba
Kepuasan sesaat dan disertai pengabaian hal-hal transendental mengganggu keseimbangan antara kehidupan material dan spiritual kita dan menimbulkan dampak pada pendidikan kita.
Dengan pendidikan yang menyimpang ini, siswa tidak dididik untuk bertanggung jawab kepada Pencipta. Pendidikan ini mengabaikan nilai-nilai luhur yang berakar pada agama serta ketuhanan.
Dalam teologi, terutama teologi Kristen, orang tua mewakili Allah, oleh karena itu mendidik anak-anak untuk bertanggung jawab kepada orangtua mereka sama dengan mendidik mereka untuk bertanggung jawab kepada Allah.
"Sebagai seorang pastor, saya tidak setuju dengan sistem pendidikan yang memisahkan ajaran agama dari kurikulum umum," kata Presbiter Rm. Kirill.
Pendidik seharusnya tidak melihat panggilan mereka sebagai kebetulan. Pekerjaan ini termasuk kewajiban yang diberikan Allah untuk menjadi pendidik yang bertanggung jawab kepada Allah.
Ini tidak berarti bahwa semua guru - matematika, biologi atau kimia dll - harus mengajarkan teologi. Apa pun yang mereka ajarkan, mereka harus menyampaikan nilai-nilai agama yang kuat, khususnya tentang bagaimana berinteraksi dengan Allah, sesama manusia, dan dengan alam lingkungan. Sebuah kesatuan dan keseimbangan harus dipertahankan di antara unsur-unsur ini. Indonesia perlu tokoh teladan untuk memperkenalkan kepada masyarakat contoh-contoh integritas ini.
Saat ini kita tidak dapat menunjukkan tokoh teladan yang tepat; orang yang hidup dengan budaya bertanggung-jawab kepada Allah dan sesama mereka. Ketika ditemukan bersalah atas kejahatan, rata-rata "pemimpin" modern merasa tidak bertanggung-jawab kepada Allah atau masyarakat atas pelanggaran hukumnya. Tidak mungkin mereka akan tampil ke depan untuk mengakui kesalahan mereka, apa lagi mengundurkan diri dari posisi mereka secara sukarela.
"Jika mereka keluar dari pekerjaan mereka, mereka kehilangan kesempatan mereka untuk memuaskan kesenangan fisik mereka - meskipun ini hanya sementara. Sayangnya, saya tidak menemukan tokoh teladan sejati di Indonesia sampai sekarang, "Rm. Kirill menjelaskan.
Dia (penterjemah: tokoh teladan) telah memainkan peran aktif dalam mendidik anak-anak dalam kebajikan dan nilai-nilai dimana bertanggung-jawab kepada Allah, orang lain, dan lingkungan alam. Sayangnya, masyarakat Indonesia cenderung mengagungkan demokrasi lebih dari Allah dan urusan agama. Urusan agama terbatas pada kepedulian dalam refleksi selama kunjungan singkat ke tempat-tempat ibadah.
Pemuliaan demokrasi telah membuatnya menjadi sebuah agama baru. Hal ini menggantikan nilai-nilai yang kekal, menggantikan Allah sebagaimana banyak orang sekarang cenderung mengabaikan nilai-nilai spiritual - bahkan Allah sendiri. Namun, Allah tidak dapat digantikan oleh apa pun - termasuk dengan banyak memuji dan mengagung-agungkan demokrasi kita.
Pemuliaan ini mengkompromikan peran-peran tradisional dan tanggung-jawab ketika orang mengklaim kebebasan tanpa batas. Lebih buruk lagi, orang-orang yang berkewajiban untuk mengoreksi dan mengontrol program demokrasi ketakutan oleh demokrasi yang baru saja ditinggikan dengan status "mulia".
Mereka mogok pada saat melakukan tugas mereka. Ini akan berakhir dalam kekacauan. Dengan tidak adanya seorangpun mengendalikan demokrasi, pada akhirnya akan menghancurkan dirinya sendiri.
Media massa, misalnya, sering memaksa pihak terdakwah terpojok sebelum Pengadilan memutuskan bersalah. Ini adalah media massa yang tidak bertanggung jawab.
"Media massa bukan lembaga peradilan. Media massa tidak dapat menentukan bersalah atau menghukum, tapi ini adalah apa yang terjadi ketika orang-orang media massa tidak bekerja secara profesional dan tidak sesuai dengan tanggung jawab mereka kepada Allah dan sesama mereka, "Rm. Kirill menekankan.
Sebagian besar media massa mengisi dirinya sendiri dengan keuntungan dari menyediakan bagi masyarakat dengan hal-hal murahan, informasi merangsang; skandal, gosip, atau berita-berita kontroversial dan bombastis - semua dihitung untuk memaksimalkan keuntungan. Tidak peduli bahwa berita itu tidak memiliki keseimbangan, integritas atau nilai pendidikan.
Solusinya terletak dengan mendidik generasi muda kita dalam kebajikan tradisional; untuk memelihara nilai-nilai luhur dan gaya hidup yang bertanggung jawab berfokus pada Allah, orang lain (sesame), dan alam lingkungan.
Lebih penting lagi, pendidik harus memelihara nilai-nilai spiritual dan agama dimana anak-anak bisa menyeimbangkan kebutuhan kesejahteraan fisik dan rohani mereka.
Pendidikan berimbang dapat ditujukan baik jangka pendek akan terjadi dan lebih transendental sekaligus juga memelihara dan berjaga terhadap ekosistem dunia.
Untuk mencapai keseimbangan ini, kita harus bergerak melampaui kecerdasan intelektual (IQ) untuk membangkitkan kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).
Menurut filsuf Danah Zohar, IQ bekerja untuk mengamati seseorang di luar (mata pikiran), EQ bekerja untuk proses apa yang di dalam (telinga perasaan), dan SQ mengacu pada pusat diri.
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa.
Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber – SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Metode ini harus memiliki aplikasi di Indonesia dengan keyakinan yang kuat kita dalam Allah diinspirasikan oleh Pancasila. Namun, saat ini beberapa orang Indonesia telah mengabaikan peraturan Allah.
Untuk orang timur rasanya sulit untuk tidak beragama dan bubarnya agama, tapi untuk menjadi sekuler adalah mungkin.
"Adalah benar-benar bertentangan untuk menyarankan bahwa orang Indonesia adalah sekuler dan agamis pada saat yang sama," Rm. Kirill mengatakan.
Tidak perlu untuk diperdebatkan, agama dapat hanyut bersama sebagai formalitas belaka untuk orang Indonesia yang menolak pilihan dikatakan ateis di depan umum.
Lebih buruk lagi, orang akan mengakui sementara agama yang sebenarnya hanya sebagai tanda pengenal tanpa makna – menganggap agama sebagai suatu gaya hidup. Jenis spiritual dangkal dan tidak mengakar dan hidup keagamaan secara bertahap menjadi berpikiran sempit dan picik - pengalaman keagamaan seperti garam yang tawar. Jika agama tidak bisa "menggarami dunia", agama itu menjadi kehilangan fungsi dan kehilangan kemampuan bimbingan untuk perilaku manusia. Akhirnya fungsi Pancasila juga dilupakan.
Sila pertama Pancasila membawahi dan ditempatkan di atas keempat sila lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa religius dan kehadirannya tak terpisahkan dari norma-norma dan nilai-nilai agama. Ketuhanan dijunjung tinggi sebagai nilai luhur sebagai bangsa beradab untuk menghormati nilai-nilai pluralistik (kemajemukan).
Menghapuskan sila pertama, atau bahkan mengubahnya, berarti pengingkaran terhadap sifat dasariah dan karakter bangsa Indonesia yang tertanam dalam fondasi kebangsaan sejak jaman dulu.
Menyingkirkan sila pertama Pancasila akan menjadi berusaha untuk menyangkal kehidupan yang mendasar dan sumber-mata air bangsa religius ini. "Saya sangat percaya bahwa agama di Indonesia tidak akan binasa; akankah mereka dapat ditekan? - Ya tentu saja!
Ada kemungkinan nyata bahwa agama di Indonesia akan menjadi tandus dan tawar, garam tidak berguna, "Rm. Kirill menyimpulkan sambutannya.
Sumber:
Candyce Isabella Purba. Religions Won’t Be Eliminated, Just Neutered. CampusAsia Magazine. Volume 3 Number 14, June – August 2010. www.campusasia.co.id.
Langganan:
Postingan (Atom)