Kamis, 22 April 2010

HUKUMAN MATI, HUKUMAN PEMISKINAN DAN HUKUMAN PENGUCILAN BAGI KORUPTOR, MANA YANG TEPAT?

Disusun dari berbagai
sumber oleh:
Rm.Kirill JSL

I. Hutang Luar Negeri dan Status Indonesia Sebagai Negara Terkorup di Asia

Hutang luar negeri Republik Indonesia terus membumbung tinggi. Data Bank Indonesia (BI) mencatat, sampai akhir Januari 2010, hutang luar negeri mencapai 174,041 miliar dollar AS. Bila dikonversi ke dalam mata uang Rupiah dengan kurs Rp 10.000 per dollar AS nominal hutang itu hampir mencapai Rp 2.000 triliun.
Nilai hutang ini naik 17,55 persen dari periode yang sama tahun lalu. Akhir Januari 2009, nilai hutang luar negeri Indonesia baru sebesar 151,457 miliar dollar AS. "Dari sisi nominal memang naik, namun jika kita melihat dari persentase debt to GDP ratio, angkanya terus menurun," ungkap Senior Economic Analyst Investor Relations Unit (IRU) Direktorat Internasional BI Elsya Chani di Jakarta, Jumat (16/4/2010).
Nilai hutang tersebut terdiri atas hutang pemerintah sebesar 93,859 miliar dollar AS, lalu hutang bank sebesar 8,984 miliar dollar AS. Lalu, hutang swasta alias korporasi non-bank sebesar 75,199 miliar dollar AS.
Sebagian besar hutang tersebut bertenor di atas satu tahun. Nilai hutang yang tenornya di bawah satu tahun hanya sebesar 25,589 miliar dollar AS. Elsya menuturkan, meski secara nominal nilai hutang luar negeri Republik Indonesia terus naik. Namun, nilai rasio hutang terhadap GDP terus terjadi penurunan. "Debt to GDP ratio tahun 2009 sebesar 27 persen. Sedangkan tahun 2008 masih 28 persen.

Sebuah karikatur: “tangkap tikus koruptor!”

Kalau kita lihat memang hutang Indonesia ini tidak sebanding dengan hutang negara-negara lain yang nilainya melebihi Indonesia. Akan tetapi apa kita gak malu mempunyai hutang sebesar itu ditambah lagi dengan status negara terkorup di Asia. Ini adalah hasil survei pelaku bisnis yang dirilis Senin, 8 Maret 2010 oleh perusahaan konsultan "Political & Economic Risk Consultancy" (PERC) yang berbasis di Hong Kong. Hasil survei itu menyebutkan Indonesia mencetak nilai 9,07 dari angka 10 sebagai negara paling korup yang disurvei pada 2010. Nilai tersebut naik dari tahun lalu yang poinnya 7,69. Responden survei berjumlah 2,174 dari berbagai kalangan eksekutif kelas menengah dan atas di Asia, Australia, dan Amerika Serikat. Berapa triliuan uang negara yang mereka tilep untuk kesejahteraan dirinya, keluarganya dan kelompoknya. Sementara akibat perbuatan mereka, banyak anak-anak dan anggota masyarakat lainnya menjadi korban sia-sia karena dibelit kebodohan dan kemiskinan.

II. Hukuman Mati Bagi Koruptor

Melihat gelagat bahwa hukuman penjara tidak menimbulkan efek jera bagi para koruptor, belakangan ini muncul desakan dari berbagai kalangan agar koruptor dihukum mati saja. Hukuman mati terhadap koruptor diusulkan karena hukuman untuk koruptor di Indonesia dianggap terlalu ringan. Selain itu ada juga yang mengusulkan supaya para penjahat kerah putih itu dikucilkan dalam pergaulan sosial, serta tindak pemiskinan bagi pelaku korupsi .Berikut pendapat beberapa petinggi negara dan tokoh peneliti yang mendukung hukuman mati bagi koruptor:

1. Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)

Di Surabaya, Jawa Timur, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengakui, korupsi di negeri ini sudah parah dan merajalela. Karena itu, Indonesia perlu belajar dari Latvia dan China yang berani melakukan perombakan besar untuk menumpas korupsi di negaranya. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mendukung hukuman mati bagi koruptor kakap. Mahfud menilai hukuman ini tidak melanggar undang-undang. "Coba dalam waktu dekat ini ada koruptor yang dihukum mati," kata dia kepada wartawan di gedung MK, Selasa 6 April 2010. "Saya setuju."
Sebetulnya, kata dia, hukuman mati dimungkinkan karena sudah diatur dalam undang-undang. Seharusnya, pidana mati bagi korupsi itu bisa diterapkan dengan pertimbangan tertentu.
Hanya saja, Mahfud menilai butuh keberanian dari penegak hukum. "Keberanian hakim dan jaksanya untuk memutus dan menuntut." Saat ini, pidana mati baru siap dilaksanakan pada terpidana narkoba dan teroris. Menurut hukum yang berlaku di republik ini, memang ada pasal-pasal yang memungkinkan para koruptor dihukum mati. Namun ganjaran itu hanya berlaku bagi pelaku korupsi dalam situasi gawat darurat, misalnya bencana alam atau saat negara terlibat perang. Dan ternyata, pasal ini tidak diterapkan kepada para koruptor yang menilep dana bantuan bagi korban tsunami di Aceh.
Saat menjabat Menteri Kehakiman pada era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Mahfud pernah mengusulkan rancangan UU lustrasi dan UU pemutihan. Namun, usulan itu kandas karena Gus Dur lengser. Mahfud menilai korupsi di Indonesia sedemikian merajalela dan menjadi penyakit kronis, bahkan negara ini sudah rusak. ”Korupsi terjadi di mana-mana, mulai polisi, jaksa, hakim, hingga kantor sepak bola. Ironisnya, korupsi justru merajalela dan menjadi penyakit setelah kita mengamandemen UUD 1945 selama empat kali sejak tahun 1999 hingga 2002,” ujarnya.
Menurut Mahfud, sistem pemberantasan korupsi di Indonesia sudah bagus. Namun, mentalitas dan moralitas masyarakat Indonesia telah rusak. Mahfud juga menyatakan, dia baru mendapat laporan dugaan kasus korupsi dari anggota DPR. Dugaan kasus korupsi yang nilainya lebih besar dibandingkan dengan korupsi pegawai pajak Gayus Halomoan P Tambunan itu akan dibukanya.
Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hukuman mati ini diatur dalam 2 pasal, yakni Pasal 2 ayat (2). Pasal itu berbunyi 'Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Dalam penjelasannya, yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

2. Busyro Muqoddas, Ketua Komisi Yudisial

Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas mendukung penerapan hukuman mati bagi koruptor di Indonesia. Sebab, korupsi sudah menggurita dan menyengsarakan serta memiskinkan rakyat. "Saya mendukung dengan catatan," kata Busyro usai pelantikan Hakim Agung di Gedung MA, Jakarta, Rabu 7 april 2010.
Busyro memberikan tiga catatan untuk penerapan hukuman mati itu. Pertama, pelaku korupsi yang dijerat hukuman mati itu harus sudah memiliki rekam jejak sebagai pelaku korupsi beberapa kali. Kedua, harus dilihat dia kaya raya atau tidak, yang kaya karena hasil korupsi yang layak dihukum. Ketiga, nilai yang dikorupsi massif. "Rp 100 miliar ke atas sudah termasuk massif lah," ujarnya.

Karikatur Hukuman Mati pada April Fool


3. Patrialis Akbar, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham)

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Patrialis Akbar di Jakarta, Senin (5/4), menyetujui penerapan hukuman mati bagi terpidana korupsi dan penyuapan. Patrialis mengatakan, kesetujuannya terhadap penerapan hukuman mati bagi para koruptor di Indonesia bukanlah pendapat pribadinya melainkan sudah tercantum di dalam undang-undang antikorupsi. Hakim harus berani menerapkan hukuman itu karena sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
UU No 31/1999, yang diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mengatur hukuman mati dapat dijatuhkan antara lain pada pelaku korupsi saat negara sedang dilanda krisis, saat bencana alam, atau dalam keadaan tertentu. Yang kini belum ada adalah keberanian majelis hakim untuk menerapkan hukuman mati. Patrialis di Kantor Presiden, Jakarta, Senin, menyatakan, ”Undang-Undang Korupsi sudah mengatur soal itu dan membolehkan. Saya setuju penerapannya itu. Masa kita harus berdebat terus mengenai itu. Sekarang tergantung bagaimana majelis hakim menafsirkan dan berani memutuskannya.”
Perlunya sanksi yang keras pada pelaku korupsi muncul kembali karena meski sudah banyak pejabat dihukum terkait kasus korupsi, sanksi tidak membuat pejabat atau orang lain jera untuk korupsi. Korupsi, khususnya suap, bahkan kini dinilai sebagai budaya (Kompas, 5/4). Menurut Patrialis, untuk mengikis korupsi dan penyuapan, pemerintah sebenarnya menerapkan aturan yang keras agar membuat kapok pelakunya. ”Jika sekarang masih terjadi, mungkin harus lebih keras lagi cara penerapan sanksinya,” ujarnya.
Patrialis mengatakan, selain hukuman berat, kesejahteraan pegawai juga harus lebih baik dan memadai lagi. ”Kalau ada orang yang seperti Gayus HP Tambunan lagi, tentu harus dihajar dengan hukuman yang lebih berat dan keras lagi,” paparnya. Dia menambahkan, "Ada baiknya suatu saat para koruptor yang luar biasa, yang betul-betul menghancurkan perekonomian negara, perlu kita seperti di Cina itu (hukuman mati-red) agar ada efek jera," kata Menteri Patrialis. Patrialis mengatakan, setidaknya empat UU di Indonesia mencatumkan ancaman hukuman mati untuk perbuatan-perbuatan pidana yang dikategorikan sebagai tindakan yang bisa menghancurkan bangsa dan negara. Salah satu diantara yang empat itu adalah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam wawancara dengan BBC, Patrialis menegaskan bahwa para koruptor di Indonesia adalah pengkhianat. Sebab, katanya, mereka diberi kepercayaan untuk mengelola keuangan negara, tetapi malahan mereka memakan uang negara itu. Tanpa ragu-ragu lagi, Menkumham mengatakan para koruptor melakukan kejahatan luar biasa yang menghancurkan negara.

4. Hifdzil Alim SH, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Hukuman mati bagi koruptor tidak melanggar hak asasi manusia karena tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa, kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Hifdzil Alim SH. "Korupsi termasuk kejahatan luar biasa karena bagian dari pencurian, perampokan, dan penjajahan terhadap hak seluruh rakyat Indonesia. Artinya, pelaku korupsi atau koruptor melanggar hak asasi manusia (HAM)," katanya di Yogyakarta, Rabu (14/04). Dengan demikian, menurut dia, jika koruptor di negeri ini dijatuhi hukuman mati, vonis tersebut tidak melanggar HAM, karena korupsi secara perlahan-lahan membunuh jutaan penduduk Indonesia.
"Teroris yang meledakkan bom Bali I dan membunuh sekitar 200 orang saja divonis hukuman mati, kenapa koruptor yang membunuh jutaan orang tidak bisa dihukum mati. Padahal terorisme dan korupsi merupakan tindak kejahatan luar biasa," katanya. Selain terorisme dan korupsi, menurut dia, pengedar narkoba dan pembantaian ras juga termasuk tindak kejahatan luar biasa. Tindak kejahatan luar biasa harus ditangani secara luar biasa agar kejahatan tersebut bisa dihentikan.
"Negeri ini pernah menjatuhkan hukuman mati bagi pelaku terorisme dan pengedar narkoba, tetapi belum pernah memvonis mati koruptor. Padahal, hukuman mati bagi koruptor diatur dalam undang-undang (UU)," katanya. Ia mengatakan, UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diamendemen menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, memungkinkan pelaku korupsi di negeri ini untuk dijatuhi hukuman mati. Oleh karena itu, menurut dia, hukuman mati bagi pelaku korupsi tidak perlu dipertentangkan dan dikaitkan dengan isu HAM tetapi perlu lebih diperjelas mengenai kriteria korupsi yang bisa dijatuhi hukuman mati.
Ia mengatakan, kriteria korupsi yang bisa dijatuhi hukuman mati antara lain jumlah uang yang dikorupsi, status pelaku, serta berhubungan langsung dengan kepentingan publik. "Kriteria itu perlu didefinisikan secara jelas dan lengkap, kemudian dimasukkan dalam batang tubuh UU. Hal itu perlu dilakukan agar ketentuan UU bisa menjatuhkan hukuman mati bagi koruptor," katanya.

5. Din Syamsuddin, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Muhammadiyah

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Muhammadiyah Din Syamsuddin secara tegas mendukung hukuman mati bagi para pelaku korupsi. Hal tersebut diungkapkan Din Syamsuddin di Bandar Udara Polonia dalam kunjungan kerjanya di Medan, Sumatra Utara, Jumat (23/4) siang. Menurut dia, korupsi saat ini sudah menjadi penyakit masyarakat yang menggurita dan berdampak sistemik. Korupsi adalah bentuk kejahatan terhadap rakyat dan negara. Apalagi, selama ini hukuman bagi koruptor di Tanah Air, masih sangat ringan sehingga membuat korupsi sulit diredam. Bagi Din, seorang koruptor sama saja dengan orang yang telah merampas hak asasi manusia untuk hidup dan membunuh orang banyak. Efeknya cukup luas seperti berdampak pada kebodohan dan kemiskinan. Terkait kasus makelar perkara korupsi pajak yang dibongkar Susno Duadji, Din berharap pemerintah dan seluruh aparat penegak hukum mendukung demi tegaknya hukum di negeri ini. Untuk itu, siapa pun yang bersalah dalam kasus harus ditindak secara tegas tanpa pandang bulu.

III. Beberapa Data Seputar Hukuman Mati dan Cara Lain Menghapus Korupsi di Beberapa Negara

Di antara beberapa negara yang serius dan keras dalam menjalankan program pemberantasan korupsi, baru Cina yang benar-benar menjalankan hukuman mati. Di RRC ada fakta mengerikan dalam menjujung tinggi nilai - nilai keadilan , dimana sesesorang yang terbukti melakukan korupsi,langsung dieksekusi didepan regu tembak.Di Negara ini tidak ada istilah tebang pilih biarpun orang itu pejabat atau rakyat hukum tetap berlaku, bagi mereka yang melanggar apalagi sampai terbukti melakukan tindakan korupsi, sudah pasti regu tembak yang akan mengeksekusi.
Dari berbagai laporan mengenai pelaksanaan program tersebut dapat disimpulkan, penerapan hukuman mati telah berdampak menurunkan secara drastis tindak pidana korupsi di Cina. Di China dilakukan pemutihan semua koruptor yang melakukan korupsi sebelum tahun 1998. Semua pejabat yang korupsi dianggap bersih, tetapi begitu ada korupsi sehari sesudah pemutihan, pejabat itu langsung dijatuhi hukuman mati.
Inilah data-data tentang keberhasilan eksekusi mati terhadap koruptor di China:
1. Hukuman tembak mati berhasil membuat efek jera koruptor.
2. Kini China akan melaksanakan eksekusi hukuman mati melalui suntikan.
3. Hingga Oktober 2007, sebanyak 4.800 orang pejabat China dijatuhi hukuman mati.
Sekarang China menjadi negara bersih korupsi.
Sedangkan di Latvia, penaggulangan terhadap koruptor sedikit berbada:
1. Sebelum tahun 1998, Latvia Negara Terkorup.
2. Pemerintah Latvia menerapkan UU Lustrasi Nasional atau UU Pemotongan Generasi untuk memberantas korupsi. Pejabat, Tokoh Politik yang aktif sebelum tahun 1998 dilarang aktif kembali.
Sebelum tahun 1998, Latvia adalah negara yang korup. Untuk memberantas korupsi yang parah, negara itu menerapkan UU lustrasi nasional atau UU pemotongan generasi. Melalui UU itu, semua pejabat eselon II diberhentikan dan semua pejabat dan tokoh politik yang aktif sebelum tahun 1998 dilarang aktif kembali. Sekarang, negara ini menjadi negara yang benar-benar bersih dari korupsi.

IV. Hukuman Pemiskinan Bagi Koruptor

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Andalas Unand Padang Fadillah Sabri,SH,MH mengatakan, selain memberlakukan hukuman mati untuk tindak pidana korupsi, pemberlakuan penyitaan harta hasil korupsi dan pemiskinan pelaku korupsi juga efektif menekan tindak pidana korupsi. Menurutnya pemiskinan pelaku korupsi akan mencegah tindak penyuapan pada penegak hukum oleh pelaku korupsi seperti penyuapan untuk pemberian fasilitas mewah di dalam lembaga permasyrakatan. Pakar Hukum Pidana dari Universitas Andalas Unand Padang Fadillah Sabri,SH,MH mengatakan, dalam menangani kasus tindak pidana korupsi, Indonesia perlu mencontoh Negara China yang tegas menetapkan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi. Menurutnya hukuman bagi tindak pidana korupsi tersebut tidak diukur dari besar kecilnya korupsi yang dilakukan, karena besar kecilnya korupsi, tetap merupakan sesuatu tindakan yang merugikan Negara.
Hal senada dikatakan oleh Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar yang berwacana mengupayakan pemiskinan bagi narapidana yang terlibat tindak pidana korupsi. "Selain hukuman mati, napi korupsi harus dimiskinkan,"papar Patrialis, Kamis (8/4). Pilihan hukuman pemiskinan itu agar para koruptor itu sadar harta yang didapat bukan haknya.

V. Hukuman Pengucilan Bagi Koruptor

Bagaimana dengan hukuman pengucilan dalam pergaulan sosial ? Bisa dipastikan metode ini tidak akan jalan. Pasalnya, masyarakat bangsa ini sudah terlanjur dikuasai budaya materialisme, yang melahirkan sikap pragmatis di tengah-tengah masyarakat. Bukan rahasia lagi bahwa tokoh yang paling dihormati dan disegani masyarakat kita bukanlah sosok yang bersih dan jujur, melainkan orang kaya - tanpa mempersoalkan bagaimana caranya orang itu menjadi kaya. Pendek kata, mayoritas warga bangsa ini sebenarnya tidak antikorupsi, tapi malah mendukungnya secara diam-diam. Orang-orang berteriak antikorupsi bukanlah karena menganggapnya perbuatan jahat, tapi karena tidak atau belum kebagian. Yang paling menarik adalah usulan agar para koruptor dihukum dengan cara Soeharto mengucilkan orang-orang yang didakwa PKI, yaitu menerakan inisial ET (eks tapol) di KTP mereka. Para pengusul menyarankan agar pada KTP para koruptor diterakan inisial EK (eks koruptor). Apakah cara ini akan efektif kalau ternyata masuk penjara saja mereka tidak takut, dan tidak merasa malu aibnya dibeberkan secara telanjang oleh media massa ?
Apakah Anda setuju kalau para koruptor di negeri ini dihukum mati ?

Referensi:

1. BBC Indonesia: http://www.bbc.co.uk: Pendapat Anda tentang hukuman mati. 9 April 2010 - 17:27 GMT

2. Blak-blakan.com: http://www.blak-blakan.com: Hutang Luar Negeri Indonesia, Dekati Rp 2.000 Triliun.

3. Erabaru.net: http://erabaru.net/: Koruptor Tidak Langgar HAM. Rabu, 14 April 2010

4. Kompas. Amanat Hati Nurani Rakyat. http://cetak.kompas.com: Hukuman Mati bagi Koruptor . Selasa, 6 April 2010 | 04:32 WIB

5. Liputan 6.com: http://berita.liputan6.com: Din Syamsuddin Setuju Hukuman Mati Koruptor. 23/04/2010 16:16

6. Matabumi For You For Reality: http://www.matabumi.com: Korupsi Di China , Hukumannya Mati!. Wed, 02/04/2008 - 11:19

7. RRI Pro 3 Jaringan Berita Nasional: http://www.pro3rri.com/: Pemiskinan Koruptor Dinilai Efektif Untuk Kurangi Tindak Korupsi Selain Hukuman Mati. Senin, 12 April 2010 15:51

8. Republika. co.id: http://www.republika.co.id: Menkumham: Wacana Upaya Pemiskinan Koruptor. Kamis, 08 April 2010, 10:43 WIB

9. Viva News: http://forum.vivanews.com: Indonesia Negara Terkorup di Asia (Join Date: Feb 2010), Setujukah Anda Kalau Koruptor Dihukum Mati ? (Last edited by AndreA; 22 December 2009 at 15:20), Eksekusi Hukuman Mati Bagi Koruptor di Beberapa Negara (Mar 2010), Mahfud MD Dukung Hukuman Mati Bagi Koruptor (Selasa, 6 April 2010, 16:53 WIB), Busyro Setuju Hukuman Mati Untuk Koruptor (Rabu, 7 April 2010, 19:01 WIB), "Pak Menteri, Apa Gayus Bisa Dihukum Mati?" (Rabu, 7 April 2010, 19:01 WIB)

10. Video Vivanews: http://video.vivanews.com: Usulan Hukuman Mati Terhadap Koruptor, Minggu, 11 April 2010, 10:53 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HARAP MENCANTUMKAN NAMA, EMAIL(HP/TLPN RMH). WAJIB DICANTUMKAN