Sabtu, 27 Juni 2009

Kardinal Cheko: Eropa Menuju Sebuah Masa Depan Islam


Kardinal Cheko: Eropa Menuju Sebuah Masa Depan Islam

Kardinal Miloslav Vlk, kepala Gereja Roman Katolik Cheko mengatakan bahwa Eropa harus mengadopsi nilai-nilai Eropa dan menambah jumlah penduduk Kristennya karena jika tidak maka Islam dan Kaum Muslim akan mengisi kekosongan itu.
Dalam sebuah wawancara dengan sebuah terbitan Cheko, Vlk mengkaitkan Bendera Uni Eropa dengan nilai-nilai Kristen. Bendera itu yang terdiri dari dua belas bintang pada latar belakang berwarna biru adalah merupakan inspirasi dari Bible.
Dia mengatakan bahwa harus ada dialog antara orang Kristen dan Muslim tapi “dalam hal budaya dan opini, Islam berada pada abad pertengahan.”
“Saya tidak ingin mengemukakan sesuatu yang negatif. Tapi dalam Islam sebuah agama mengasumsikan posisinya atas kekuasaan negara dan memerintah rakyat. Pengalaman Kristen Eropa kita menunjukkan bahwa itu bukanlah cara yang benar,” kata Kardinal yang berargumen bahwa nilai-nilai Kristen seharusnya menjadi bagian dari Konstitusi Uni Eropa.
Dia memperingatkan bahwa penduduk Muslim akan bertambah dengan pesat di Eropa karena “rendahnya kesuburan orang Eropa yang kebanyakan dari mereka adalah orang-orang atheis.” Kardinal mengatakan bahwa “sementara Muslim Eropa hidup dengan agama mereka, orang Eropa adalah kaum pagan, karena mereka tidak menghargai agama mereka ” dan memperingatkan “jika kita tidak memperbaiki Eropa dalam hal nilai-nilai Kristen-nya, kami pastilah akan punah.” (khilafah.com)

Senin, 22 Juni 2009

doa kepada St Jonah dari Manchuria




Santo Jonah dari Manchuria pelayan setia Allah Tritunggal Mahakudus, lindungilah aku dengan kuasa doamu dari segala kejahatan di manapun aku berada. Terutama dalam misi Orthodoxia di Indonesia. Bunda Maria sang Theotokos doakanlah aku selalu dengan doa-doa sucimu pada Yesus Kristus. Amin

Jumat, 19 Juni 2009

SEPATAH KATA TENTANG SEJARAH GEREJA



Para sarjana memperkirakan bahwa pada tahun 1989 ada 2600 denominasi gereja yang mengklaim adalah Gereja, atau paling tidak kelanjutan langsung dari Gereja yang ada dalam Perjanjian Baru. Dua belas tahun kemudian, pada tahun 2001, The World Christian Encyclopedia, karangan David B. Barret, mengatakan bahwa hingga akhir millenium ini jumlah denominasi Protestan telah berjumlah sekitar 33000 denominasi dan sekte-sekte. Pada tahun 2007 jumlah ini menjadi sekitar 39000, tahun 2025 diproyeksikan berjumlah sekitar 55000. Jumlah fantastik yang semuanya mengklaim adalah Gereja Perjanjian Baru, walaupun dengan pengajaran dan iman yang berbeda-beda, bahkan saling BERLAWANAN satu dengan yang lainnya. Yesus dan para RasulNya sendiri tidak pernah mendirikan denominasi/aliran gereja, bahkan Perjanjian Baru memyebutkan: "Adakah Kristus terbagi-bagi?" (1 Kor 1:13), juga Kepala Gereja kita, Tuhan Yesus tidak menghendaki perpecahan dalam ajaran dan iman Gereja Kristen, "...supaya mereka semua menjadi satu" ( Yoh 17:20), perpecahanpun ditentang oleh Rasul Paulus, "...jangan ada perpecahan diantara kamu" (1 Kor 1:10), "...,supaya kamu waspada tehadap mereka,...yang menimbulkan perpecahan" (Rm 16:17), "supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh" (1 Kor 12:25), "satu Tuhan, satu Iman, satu baptisan" (Ef 4:5).

Untuk seribu tahun pertama dari sejarahnya, Gereja pada dasarnya hanya SATU. Ada lima pusat Patriakhat bersejarah- Yerusalem, Antiokhia, Roma, Aleksandria, dan Konstantinopel- dibentuk dalam kesatuan dan persekutuan penuh satu dengan lainnya. Kadang-kadang ada kelompok heretik dan skismatik diantara mereka, tetaoi Gereja tetap bersatu hingga abad ke-11. Kemudian, kejadian puncaknya yaitu tahun 1054, Patriakh Roma(Paus Roma) memisahkan diri dari keempat Patriakhat lainnya di timur, mengikuti perkembangan panjang tuntutan (klaim) sebagai pemimpain universal dari Gereja.

Hari ini, lebih dari SERIBU tahun kemudian, keempat Patriakhat lainnya tetep UTUH-LENGKAP, didalam persekutuan penuh, memelihara Iman Apostolik (Rasuliah) Orthodox yang diinspirasikan dari catatan Perjanjian Baru.

Selasa, 16 Juni 2009

TANGGAPAN GEREJA PURBA TENTANG HARI KIAMAT, ANTIKRISTUS(DAJJAL), MISTERI ANGKA 666


Sering kali kita dengar dari mulut orang Kristen, sekarang adalah akhir zaman. Tahun 2009 adalah akhir zaman. Apakah benar akhir zaman dimulai sejak sekarang? Menurut Yohanes dalam 1 Yoh 2:8 "Anak-anakku, akhir zaman sudah dekat! Sudah diberitahukan kepadamu sebelumnya bahwa Musuh Kristus akan datang; dan sekarang sudah muncul banyak Musuh Kristus. Itu tandanya bahwa sudah hampir waktunya Hari Kiamat." (teks asli Yunani). Dikatakan "sekarang sudah muncul banyak Musuh Kristus." Yohanes selaku yang menulis kitab 1 Yoh mengatakan kata "sekarang", yang maksudnya bukanlah hari ini(zaman kita hidup) melainkan zaman Yohanes dahulu kala.

Akhir zaman dimulai sejak kelahiran Yesus kedunia (Ibrani 1:1-2, "Pada zaman dahulu banyak kali Allah berbicara kepada nenek moyang kita melalui nabi-nabi dengan memakai bermacam-macam cara. Tetapi pada zaman akhir ini Ia berbicara kepada kita dengan perantaraan AnakNya(FirmanNya). Melalui AnakNya ini Allah menciptakan alam semesta." teks asli Yunani). Dikatakan pada ayat kedua "Tetapi pada zaman akhir ini Ia berbicara pada kita dengan perantaraan AnakNya". Maksudnya adalah mulai kedatangan Yesus kudunia dalam incarnatusNya menjadi manusia/Nabi(Mat 21:11). adalah awal dari Akhir zaman.

Beberapa peraman, gereja-gereja Protestan. Saksi Yehova mengatakan tidak lama lagi akan Kiamat. Tetapi ramalannya banyak yang meleset. Mereka sebenarnya adalah nabi palsu yang terlalu lancang kepada Allah (Ulangan 18:21-22). Padahal malaikat di sorga dan bahkan Yesus sendiri, tidak mengetahui kapan Hari Kiamat kecuali Bapa/Allah(Mar 13:32)

Banyak orang menjadi gelisah dan bingung karena sebentar lagi akan Kiamat. Padahal Paulus berkata dalam 2 Tes 2:1-2, uamt dihimbau untuk tidak panik dan sampai menjual semua harta bendanya lalu lari ke gunung.

Lalu, siapakah Musuh Kristus(Antikristus) itu? Musuh Kristus adalah malaikat pemberontak(Yud 1:6). Yesus melihat malaikat-malaikat itu dibuang ke bumi (Luk 10:18) pada masa lalu. Bagaimana Yesus tau, kalau malaikat pemberontak dibuang ke bumi? Yesus ada bersama Bapa sebelum segala zaman(Yoh 17:5) jadi Yesus tau, karena Yesus ada bersama Bapa.

Karena malaikat(Lucifer) dibuang ke bumi, maka Lucifer berkuasa di bumi(Yoh 8:44). Meskipun ada iblis, tetapi Allah tidak perna menciptakan iblis karena Allah itu sumber kebaikan(Yoh 1:17).

Dikatakan dalam Perjanjian Lama, pada Yeh 28:1-3 raaj Tirus tinggi hati dan menyamakan diri seperti Allah. Sebenarnya ini bukanlah asli keinginan raja Tirus, melainkan kuasa lucifer yang berdiri di belakan Tirus. Luciferpun perna berusaha menentang Daniel dengan cara memakai pimpinan kerajaan orang Persia, akan tetapi Malaikat Agung Mikhael datang membantu(Dan 10:12-13). Jadi seluruh bumi telah dikuasai si jahat(1 Yoh 5:19).

Sebelum Lucifer jatuh, dia adalah malaikat agung(Yeh 28:12-14). Sampai pada spekulasi Lucifer(Yeh 28:15-16). Kesombongan Luciferpun di catat dalam Yes 14:12-14, dan dia menyesatkan manusia hingga menjadi buta akan kebenaran(2 Kor 4:4).

Setelah kejatuhan lucifer, dia mendirikan takhtanya di langit(Ef 2:1-2) dan musuh manusia adalah Lucifer(Ef 6:12). Jika menilik ke belakang, bagaimana Lucifer menipu manusia dalam (Kej 3:4-5). Karena Allah menciptakan manusia baik, tetapi tidak sempurna(Kej 2:16-17). Maka Allah mengadakan permusuhan dengan iblis dan keturunannya melalui keturunan wanita(Kej 3:15). lalu siapakah keturunan iblis itu? Orang Farisi & Sadukilah keturunan iblis itu(Mat 3:7).

Hanya oleh Darah Anak Domba(Yesus Kristus) iblis bisa dikalahkan(Wah 12:11). Keinginan iblis adalah menghancurkan Gereja, karena Gerejalah yang memberitakan tentang Yesusu(Wah 12:13). Karena tidak berhasil menghamcurkan Gereja, maka iblis menghancurkan setiap orang yang mempunyai kesaksian tentang Yesus(Wah 12:17;18). "Dan ia berdiri di pantai laut." apa maksudnya? Laut merupakan lambang dari kerajaan-kerajaan dunia memusuhi Kristus. Di katakan dalam Wah 13:1-5 ada binatang yang serupa dengan macan tutul berkaki beruang dan bermulut singa, itu merupakan gabubgan kerejaan(raja-raja) bengis yang akan melawan Kristus. Bahkan dalam Dan 7:2-6 digambarkan pemerintah(raja-raja) tang secara terpisah-pisah melawan Allah(macan tutul, beruang, singa) yang dalam Wah 13:1-5 pemerintah (raja-raja) itu bersatu. Patung Musuh Kristus akan dibangun dengan megah(Dan 2:31-33). Kedatangan Musuh Kristus ditandai dengan mujizat-mujizat palsu (2 Tes 2:9). Di mulut Musuh Kristus ditaruh nama hujatan kepada Allah dan selalu menyiksa orang kudus(Wah 13:6-10).

Jadi janganlah takut dan panik akan datangnya Hari Kiamat, karena belum terjadi murtad secara besar-besaran dan Musuh Kristus belum bertahta di Bait Allah( 2 Tes 2:2-4)

Tentang angka 666 adalah menunjukan bilangan nama Musuh Kristus. Maksudnya adalah nama Musuh Kristus bila dijumlah akan menghasilkan angka 666(Wah 13:18). Angka 666 bukanlah angka keramat atau angka setan, melainkan nama Musuh Kristus.

Menanggapui microchip yang ditanam di dahi dan tangan, sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Alkitab. Sebenarnya tanda yang digunakan di tangan dan di dahi berasal dari hukum orang Yahudi(Ul 6:4-8) yang akhirnya digunakan oleh Musuh Kristus untuk menandai pengikutnya(Wah 13:16), dan juga di pakai oleh Yesus untuk menandai para pengikutnya dengan namaNya dan nama BapaNya(Wah 14:1). Jadi tidak ada kaitannya dengan microchip yang di tanam di dahi maupun di tangan.

Sabtu, 13 Juni 2009

KENAPA YESUS DISEBUT TUHAN DALAM AGAMA KRISTEN ORTHODOX???



Dalam pengakuan iman ini beberapa gelar Yesus Kristus disebutkan, diantaranya adalah nama manusiaNya: “Yesus”, dan geler pengangkatanNya sebagai Mesias:”Kristus” (“Almasih”). Gelar yang lain adalah: Tuhan, Anak Allah, Terang dan Allah Sejati. Karena pengakuan iman ini tidak menjelaskan secara rinci, karena sifatnya yang berupa ringkasan saja, dari arti gelar-gelar itu,marilah kita bahas makna gelar-gelar ini terutama gelar “Tuhan” karena justru itulah yang sering menjadi masalah. Sebagai Firman yang telah menjadi manusia, dan sebagai yang telah dibangkitkan Allah, Kristus disapa dengan gelar “Tuhan” baik oleh Perjanjian Baru itu sendiri, maupun oleh Pengakuan Iman Gereja ini. Dalam penggunaan bahasa sehari-hari kata “Tuhan” langsung dimengrti sebagai “Allah”. Sehingga menyebut Yesus sebagai “Tuhan” langsung memebuat kesan bahwa Allah yang Esa itu adalah Yesus itu. Apalagi jika itu dikaitkan dengan pengakuan Islam “Tiada Tuhan, selain Allah” menyebut Tuhan berati akan difahami bahwa umat Kristen berbuat syirik(memepersekutukan Allah), karena ada Tuhan lain di samping Allah, yaitu Tuhan Yesus. Padahal bukan demikian ajara Perjanjian Baru mupun Iman Kristen Orthodox. Kata “Tuhan” (“Kyrios”) yang digunakan kepada Yesus dalam Perjnjian Baru itu memepunyai 3 latar belekang:

1 Kata ini menterjemahkan kata “YHWH” (bhs Ibrani: Yod-Heh-Vah-Heh) (sering dibaca Yehuwa atau Yahwe) sebagai nama Allah sendiri dalam Alkitab Ibrani. Orang Yahudi menganggap kata ini sangat suci sekali sehingga takut untuk mengucapkannya, sebagai gantinya setiap ada kata “YHWH” ini mereka baca dengan bunyi “Adonay”(“Tuhanku”). Pada waktu Alkitab Ibrani diterjemahkan oleh umat Yahudi ke dalam bahasa Yunani(Septuaginta, maka setiap kali ada kata”YHWH” bunyi bacanya “Adonay” (Yunaninya: “Kyrios”) itulah yang ditulis dalam terjemahan. Maka “Kyrios” bermakna nama Allah sendiri. Dan dengan mengikuti tradisi ini maka terjemahan Perjanjian Lama bahasa Indonesia selalu menulis “TUHAN” (dengan huruf besar semua untuk terjemahan bahasa Ibrani YHWH tadi).

2 Kata Kyrios dalam makna harafianya menunjuk kepada sebutan kehormatan, kepenguasaan atau kepeda suatu yang dipertuan. Pada saat Yesus hidup di atas dunia ini kata “Kyrios” yamg digunakan orang-orang sejamanNya untuk menyapa Dia itu seyogyanya dimengerti sebagai sebutan penghormatan saja:”Tuan, Pak, Mister, Sir”, dan memanglah demikian maknanya.

Namun ketikan Yesus telah dimuliakan, sebutan “Kyrios” (“Tuhan”) untuk Yesus ini mempunyai makna sebagai “Penguasa” atau “Yang Dipertuan”. Jadi kata “Kyrios” (“Tuhan”) di sini tidak lansung menunjuk kepada makna “Allah” (“Theos”). Itulah sebabnya sebutan Allah (“Theos”) bagi Sang Bapa, itu dibedakan penggunaanya dengan sebutan Kyrios (“Tuhan”) bagi Yesus Kristus. Sehingga “Tuhan Yesus” maknanya bukan “Allah Yesus” namun “Sang Penguasa Yesus”. Hal ini dibuktikan dalam penggunaannya dalam ayat-ayat berikut ini: “... Yesus adalah Tuhan...Allah telah memebangkitkan Dia dari antara orang mati...” (Roma 10:9-10), “Allah, yang membnagkitkan Tuhan...” (I Kor. 6:14), “...satu Allah saja, yaitu Bapa,...satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus...”(I Kor.8:6), dan masih banyak lagi. Ayat-ayat di atas jelas memebedakan “Allah” yaitu “Bapa” dengan “Tuhan” yaitu Yesus Kristus, yang dibangkitkan oleh “Allah” atu “Bapa” ini.



Sejak kapan Yesus menerima gelar “Tuhan” ini? Sejak kebangkitanNya. Karena sesudah bangkit dari antara orang mati Dia mengatakan kepada para muridNya:

“KepadaKu telah diberikan (berati: ada yang “memberikan”, yaitu Allah sendiri) SEGALA KUASA(Kepenguasan mutlak: Jabatan Tuhan) di sorga maupun di bumi”

(Matius 28:18)

Dengan demikian karena Allah yang memberikan “SEGALA KUASA” di sorga maupun di bumi kepada Yesus yang telah bangkit ini, maka Allah pulala yang mengangkat Yesus menjadi “Penguasa Mutlak” atau “Tuhan” atas sorga dan bumi ini. Inilah yang dikaitkan dalam kisah 2:36:

“Jadi seluruh kaum Israael harus tau dengan pasti, bawa Allah telah membuat Yesus, yang telah kamu salibkan itu, menjadi Tuhan...”

(Kisah 2:36)



Yesus diangkat sebagai Penguasa Mutlak atau “Kyrios”(“Tuhan”) ini memiliki tiga tujuan:

a. ) Untuk menunjukan bahwa Dia adalah Adam yang terakhir yang tekah memilihkan kepenguasaan Adam atas alam, yang hilang karena kejatuhan.

b. ) Untuk menunjukan bahwa Yesus yang manusia itu sungguh-sungguh Kalimatullah yang menjelma sebagai manusia. Karena Allah selalu melaksanakan kepenguasaanNya atas alam melalui KalimatNya sekarang kuasa yang sama atau ke-Tuhanan Allah yang sama dan hanya satu itu, dilaksanakan melalui manusia Yesus Kristus, sehingga Yesus disebut “Tuhan”, dangan demikian Yesus teteplah Kalimatullah yang satu dan yang sama, karena melalui Kalimatullah itu Allah melaksanakan kuasa ke-TuhananNya sendiri. Dengan demikian baik Allah maupun KalimatNya tak berubah, baik dalam hakekatNya maupun dalam hubunganNya, meskipun Kalimat itu telah nuzul menjadi manusia.

c. ) Untuk tujuan keselamatan manusia, karena dengan kuasa mutlak sebagai “Penguasa” atau “Tuhan” ini Yesus Kristus akan mengubah tubuh manusia yang hina ini menjadi serupa dengan TubuhNya yang mulia pada Hari Kebangkitan nanti (Filipi 3:20-21)

jadi gelar “Tuhan” bagi Yesus bukanlah dalam makna “Ilahi” yang di angkat sebagai sekut Allah, sebagai mana yang sering kita dengar ketika saudara-saudara Muslim mengucapkan “ La Ilaha illallah” (“Tiada Ilah/Tuhan selain Allah”). Sebab Ilah artinya makluk yang didewakan dan disejajarkan dengan Allah, padahal Tuhan bagi Yesus adalah gelar yang dikaruniakan Allah sendiri, terhadap “KalimatNya” sendiri yang dimuliakan setelah menjelma menjadi manusia.

KONSEP TRITUNGGAL/TRINITAS DALAM KRISTEN ORTHODOX



Didalam Kristen Orthodox, Allah Tritunggal bukanlah "tiga allah" atau "menyekutukan Allah" seperti yang dituduhkan kaum Muslimin. Bukan juga Tritunggal adalah Bapa, Putra, dan Roh Kudus yang adalah Yesus sendiri atau Allah, Isa, dan Maryam adalah Tritunggal atau Allah yang terpisah satu sama lain Bapa sendiri, Putra sendiri, dan Roh Kudus sendiri.

YANG BENAR MENURUT ALKITAB, Tritunggal menunjuk kepada keberadaan Allah itu sendiri yaitu Allah(Bapa) sama dengan Alloh SWT dalam Islam. Firman/Sabda Allah dalam Kristen, sama dengan Kalimatullah dalam Islam. Roh Allah/Roh Kudus dalam Kristen, sama dengan Rohullah. Lalu siapakah Yesus(Isa) itu? Dalam agama Kristen Orthodox Yesus adalah Firman/Sabda(Yoh 1:1-3) yang nuzul dan telah menjadi manusia/nabi(Mat 21:11) melalui perantaraan wanita yaitu Siti Maryam(St Maria). Seperti konsep Islam juga, Kalimatullah nuzul kedunia (menjadi Kitab/Al-Quran) melalui perantaraan Muhammad. Jadi disini, Kristen maupun Islam mempunyai konsep yang sama tentang Allah. Islampun mempercayai bahwa Alloh SWT itu ESA, dan Alloh dapat berfirman, dan mempunyai Roh yang menghidupkan Alloh sehingga dapat berbicara. Kristenpun juga mempercayainya.

Yang disebut Allah Tritunggal Kristen Orthodox ialah menunjuk kepada keberadaan Allah(Bapa) yang ESA itu. Firman/Sabda(Putra) Allah(sehingga Allah dapat berfirman/berbicara melalui nabi). Roh Allah/Roh Kudus(sehingga Allah hidup).

Intinya Tritunggal/Trinitas bukanlah menunjuk kepada JUMLAH Allah, melainkan KEBERADAAN Allah Yang ESA, FirmanNya Yang ESA, dan RohNya Yang ESA pula dalam SATU DZAT(bukan Zat dalam ilmu KIMIA).

Dalam agama Islam, Yesus(Isa) memang hanya nabi biasa. TAPI dalam kepercayaan Kristen Orthodox, Isa Almasih(Yesus Kristus) adalah Firman Allah yang turun kedunia menjadi manusia(Nabi). Yesuspun juga disebut Nabi dalam Alkitab ("Dia Nabi Yesus, dari Nazaret di Galilea," jawab orang banyak yang mengiringi Yesus. Mat 21:11 Dalam terjemahan asli Yunani) Tetapi Nabi yang adalah FIRMAN ALLAH ,bukan MANUSIA BIASA yang tidak mempunyai kodrat ILAHI seperti dalam ajaran Islam.

Memang Yesus(Isa) dalam Kristen dan Yesus(Isa) dalam Islam BERBEDA. Karena Kristen adalah Kristen, dan Islam adalah Islam. keduanya BERBEDA. Kalau sama, tidak mungkin ada agama Kristen dan juga agama Islam. Islam TIDAK boleh memaksakan kehendaknya pada Kristen untuk menyuruh percaya, bahwa Yesus(Isa) adalah nabi biasa yang bukan Ilahi. Kristenpun juga TIDAK boleh memaksakan kehendaknya kepada Islam untuk mempercayai Yesus(Isa) sebagai Tuhan dan Nabi Agung yang adalah INCARNATUS(penjelmaan menjadi manusia) dari Firman Allah.

Ada tertulis dalam Al-Quran, "Untukmulah agamamu, untukkulah agamaku".
Agama merupakan HAK AZASI setiap orang yang memeluknya. Kita TIDAK boleh MEMAKSAKAN agama kita kepada orang lain, atau menjelekan agama lain menuruk kacamata agama tertentu.

Semoga Damai dari Allah sang Bapa(Allah yang ESA), sang Putra(Firman yang telah menjadi manusia), serta sang Roh Kudus(Roh Allah yang menghidupkan) menyertai engkau semua, selama-lamanya. Amin

Jumat, 12 Juni 2009

SHOLAT DAN DOA DALAM KRISTEN



Menguak Arti Doa dan Sholat (SembahyangHarian; Ibadat Harian) dalamTradisi Gereja Timur (Gereja Orthodox)

Oleh :
Presbyter Rm.Kirill J.S.L.
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)

I. MENGUAK ARTI DOA DAN SHOLAT (SEMBAHYANG HARIAN; IBADAT HARIAN) DALAM TRADISI GEREJA ORTHODOX


Bismil Abi wal Ibni wal Rohul Quddusi
Al Ilahud Wahid. Amin.

Banyak orang berseloroh, terutama saudara kita kaum Muslim bahwa, “Orang Kristen itu tidak pernah sholat, namun hanya berdoa”. Ungkapan ini mau tidak mau harus kita akui, namun sayang sekali ada sebagian orang Kristen yang tidak dapat membedakan antara doa dan sholat (sembahyang harian, ibadat harian).

Tidak dapatnya membedakan antara doa dan sholat inilah, maka tercetus kata-kata bahwa “doa” yang dilakukan oleh orang Kristen, dan ”sholat” yang dilakukan oleh saudara kita Muslim itu sama saja maknanya. Orang percaya boleh-boleh saja berpendapat bahwa bahwa antara “doa” dan ”sholat” itu sama saja maknanya, namun yang menjadi masalah, apakah pandangan yang demikian sesuai dengan kenyataan dan apakah sholat itu didukung oleh fakta Alkitab ?

Sebagai orang percaya yang setiap tindakan dan lakunya selalu dilandaskan atas Firman Allah, maka untuk menentukan itu sama atau tidak, adalah bijaksana jika kembali pada pernyataan-pernyataan yang ada dalam Alkitab.
Dalam Gereja Orthodox memang dibedakan antara Sembahyang, sebagai suatu ibadah dan penyembahan kepada Allah yang disertai waktu tertentu, gerak tubuh tertentu, serta isi doa-doa tertentu, dengan urutan yang telah tertentu pula, dan Doa dengan kata-kata spontan langsung yang diucapkan dalam permohonan kepada Allah, seperti satu-satunya cara yang dilakukan oleh Gereja-Gereja Protestan.




A. Doa

Seorang peneliti di Praha menemukan angka-angka yang menarik tentang jumlah rata-rata perkataan yang diucapkan orang dalam sehari. Angka-angka itu adalah sebagai berikut: seorang pendeta: 3420, seorang prajurit di asrama: 7420, seorang pelajar SMP: 8760, seorang istri: 15.300. Yang paling banyak adalah seorang ibu mertua, yaitu 19.800 kata!

Hidup memang dipenuhi kata-kata. Dari pagi hingga malam ribuan kata berhamburan dari bibir dan bertubi-tubi pula kata-kata masuk ke dalam telinga. Banyaknya kata-kata yang berhamburan ini menyebabkan bahaya adanya bahaya kata-kata mengalami kita mengalami inflasi.

Doapun tidak luput dari bahaya inflasi kata. Kata-kata berhamburan dengan mudah dan murah dalam doa, baik doa yang diucapkan nyaring maupun doa yang diucapkan dalam hati. Sebaiknya dipertimbangkan bahwa dalam doa janganlah seenaknya saja mengobral kata-kata dangkal, yang bahkan tidak mempunyai dampak dan makna kerendahan hati dan bagi tujuan keselamatan jiwa. Karena doa yang panjang-panjang, indah-indah, dan berapi-api, akan berakibat banyak orang mengagumi dan memuji-muji si pendoa. Dan hal ini secara lambat akan pemimpin pada peninggian hati dan kesombongan rohani, bukannya kerendahan hati si pendoa. Kitab Pengkhotbah 5:1 memberikan peringatan yang sama: “Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu biarlah perkataanmu sedikit”.

Tetapi bukankah doa adalah berkomunikasi? Dan untuk berkomunikasi diperlukan kata-kata? Jawabannya bisa “ya” dan “tidak”. Kata-kata tidak selalu diperlukan untuk berkomunikasi. Adakalanya komunikasi yang ampuh terjadi justru secara non-verbal. Bukankah pada saat-saat tertentu kehadiran seseorang yang kita cintai – walaupun tanpa bercakap – dapat mengandung sejuta makna? Demikian pula dalam pertemuan dengan Tuhan dalam doa, tidak selalu doa dipenuhi dengan kata-kata, bahkan walaupun hati tidak membisikkan sepatah katapun, namun dalam keheningan pikiran - orang percaya bisa bersekutu bahkan manunggal dengan Tuhan. Inilah pula sebabnya Yesaya Sang Nabi Allah berkata: “Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu” (Yes. 30:15).

Berdoa dengan berdiam diri, dimana hati yang lebih banyak berkomunikasi dengan penuh cinta kepada Sang Mempelai Laki-laki guna mencapai tujuan pemanunggalan denganNya sudah lama dikenal dalam tradisi monastisisme (kerahiban)1 Gereja Orthodox sebagai kesinambungan tanpa putus dengan Gereja Para Rasul dan Gereja Purba itu sendiri. Akhir-akhir ini gereja-gereja Protestan mulai melihat nilai doa ini, misalnya dengan meditasi dan kontemplasi yang dikembangkan mulai tahun 1960-an oleh komunitas biara Protestan Taize di Perancis dan beberapa komunitas biara Protestan lainnya.

Hal ini bukan berarti orang harus bertapa dan bersemedi, sebab Tuhan dapat ditemui bukan hanya dalam suasana semedi, melainkan juga dalam hiruk-pikuknya dan hangar-bingarnya hidup dan kerja sehari-hari. Bukan pula maksudnya orang hanya dapat berdoa dalam suasana sepi dan sunyi. Yang perlu sepi bukan terutama tempatnya, melainkan pikiran dan hati kita. Yaitu sepi dari kata-kata yang ramai mengisi perasaan, sampai tidak menyadari kehadiranNya yang lembut dan temaram itu. Inilah makna Allah dijumpai dalam keheningan angin sepoi-sepoi basa seperti yang dialami Elia Nabi Allah:

“Angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu, mendahului TUHAN. Tetapi tidak ada TUHAN dalam angin itu. Dan sesudah angin itu datanglah gempa. Tetapi tidak ada TUHAN dalam gempa itu. Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada TUHAN dalam api itu. Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa. Segera sesudah Elia mendengarnya, ia menyelubungi mukanya dengan jubahnya… Maka datanglah suara kepadanya yang berbunyi: “Apakah kerjamu di sini hai Elia?” Jawabnya: ”Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, … Firman Tuhan kepadanya: “Pergilah, kembalilah ke jalanmu, melalui padang gurun …”
(1 Raj. 19:11-15)

Perihal doa hening yang mendalam ini banyak sekali terungkap dalam Alkitab, bahkan Tuhan Yesus sendiri memberikan contoh tentang doa, seperti dalam Matius 14:23, “Dan setelah orang banyak itu disuruhnya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian disitu”.

Pola Yesus berdoa sendirian di atas bukit, menunjuk pada artian bahwa pada waktu berdoa, Ia menginginkan suasana hening, teduh dan sejuk. Ini adalah cara bagaimana manusia dapat masuk pada batin yang terdalam untuk menemukan jati diri dan merenungkan apa yang Allah inginkan dan telah berikan dalam hidup ini. Doa Tuhan Yesus ini lebih mengarah pada batin yang terdalam dan bukan hanya sekedar kata-kata yang indah, namun lebih bersifat perenungan guna menemukan akunya sendiri untuk masuk dalam pemanunggalan dengan “Sang AKU” [bdk. Kej.17:1; Kel.3:14 – “…AKU adalah AKU…Lagi firman-Nya: “…AKULAH AKU…(bhs. Ibrani: “ Ehyeh asyer ehyeh”; bhs.Yunani: “Ego eimi”;) ]. Dengan bertemunya “aku manusia” dengan “Sang AKU” dalam doa, maka doa yang demikian adalah doa yang didasarkan atas pengalaman hidup bersama-sama dengan Allah. Karena fakta ini, adalah bijaksana jika berdoa tidak memikirkan hal-hal lain kecuali Allah. Paralel dengan doa yang bersifat batiniah ini, meminjam istilah orang Jawa bahwa jika kita berdoa perlu untuk “nutupi babahan hawa sanga”, artinya pada waktu berdoa hindarilah perkara-perkara luar masuk ke pikiran dan batin yang mengganggu konsentrasi untuk menyembah Allah. Hal ini nyata sekali terlihat dari ungkapan Yesus sendiri yang mengatakan : “Jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (Mat. 6:6).

Jadi doa itu merupakan masalah batin, bukan sekedar ungkapan kata yang tidak berdasarkan pengertian yang dalam mengenai makna doa tersebut. Pengertian yang dalam disini adalah bahwa di dalam doa itu kita sedang masuk dan manunggal dengan Allah.

Pengertian akan makna doa bukan hanya sekedar ulah pikiran, namun perlu penghayatan dan perenungan serta penterjemahan dalam hidup keseharian. Dengan demikian jelas bahwa doa itu tidak dapat dilakukan dengan pura-pura atau supaya dilihat orang bahwa kita adalah orang yang saleh dan suka berdoa, namun ini perlu dilandaskan pada hati yang tulus, rendah hati dan tak terbesit sedikitpun kemunafikan dan arogansi. Karena kalau doa dilandaskan pada kepura-puraan akan berakibat fatal, sebab hal itu tidak mungkin tidak terdeteksi oleh Allah.
St. Paulus dalam suratnya menandaskan, bahwa manusia dapat berseru dalam batin dan menyebut Allah sebagai “Bapa”, itu adalah merupakan karya Allah (Gal.4:6). Manusia tidaklah akan mengaku dalam batin dan berseru pada Bapa dalam hidupnya, jika dalam hidup manusia itu sendiri tidak bertobat dan memberi diri untuk dipimpin oleh dan masuk dalam hidup Ilahi. Masuk dan manunggalnya kita dalam hidup Ilahi inilah, menjadikan sifat dan karakter Allah oleh kuasa Roh Kudus menjadi sifat dan karakter kita. Artinya bahwa kita selalu mengekspresikan hidup Allah, yang oleh Injil Matius disebut sebagai “Terang dunia” (Mat.5:4) sebagai hasil penyatuan kita dengan Sang Terang (Yoh.8:12) melalui doa dan sakramen-sakramen yang terdapat dalam Gereja (Rm.6:3-4; Gal.3:27).

Dengan demikian jelaslah bagi kita, bahwa maksud doa bukan hanya sekedar suatu kewajiban sebagai orang Kristen, namun itu mengarah lebih dalam lagi yaitu untuk menyucikan dan menyatukan hidup serta kehendak kita dengan hidup dan kehendak Ilahi. Dan berdasarkan realita ini, terungkaplah sudah bahwa doa itu tidaklah semudah dan sesederhana seperti yang biasa kita pikirkan, namun itu perlu kerendahan hati, ketulusan dan perenungan yang mendalam untuk menyatukan kehendak kita dengan kehendak Allah. Dan sifat doa ini dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Disinilah letak perbedaan antara doa dan sholat. Karena sholat itu dilakukan berdasarkan urutan waktu dan mempunyai makna inkarnasi Sang Sabda dan karyaNya.

Jika sholat itu lebih bersifat sanjungan dan pujian serta penyembahan kepada Allah, doa lebih bersifat permohonan. Dan doa ini dilakukan secara spontan menggunakan bahasa sendiri, tanpa memiliki aturan tertentu. Ini bisa dilakukan ketika orang selesai sholat atau dimanapun dan kapanpun dia berada dan merasa membutuhkan pertolongan Allah. Ini dapat dilakukan tanpa harus mengikuti tertib tertentu, tak pula harus menghadap ke kiblat di Timur, boleh dengan mata tertutup dan tangan terlipat atau dengan mata tengadah ke langit dan tangan menadah tanda mengharap.

Jadi tujuan doa bukanlah semata-mata mengeluarkan perasaan (meminta ini dan itu, mengeluh, dan sebagainya), melainkan pertama-tama untuk memasukkan perasaan: “Tuhan ada di sini, menyucikan dan menyatukan hidup serta kehendak kita dengan hidup dan kehendak Ilahi!”. Salah satu doa yang menjadi sarana untuk menyucikan dan menyatukan hidup serta kehendak kita dengan hidup dan kehendak Ilahi ini adalah Doa Puja Yesus atau lebih dikenal sebagai Doa Yesus. Doa spontan ini dapat dilakukan kapan saja, dimana saja, dengan cara apa saja asal hormat dan sopan, menggunakan bahasa spontan, dan menghadap kemana saja

B. Doa Tasbih: Doa Puja Yesus (Doa Yesus. Doa Batin)

“Doa Yesus serupa dengan doa lain apa pun, namun lebih kuat daripada semua doa lain berkat Nama Yesus Yang Mahakuasa, Tuhan dan Penyelamat kita. Kita perlu menyeru Nama ini dengan iman yang penuh dan teguh – dengan benar-benar yakin, bahwa Yesus hadir … Doa Yesus bukanlah semacam mantra. Dayanya berasal dari iman akan Tuhan, dan dari persatuan mendalam hati serta budi kita denganNya”
[St. Theopan Sang Petapa, 1894]

Disamping Doa dan Sholat (Sembahyang Harian, Ibadat Harian), Gereja Orthodox juga mengenal semacam Doa Rosario ”Salam Maria” dalam Gereja Roma Katolik, tetapi doa tasbih Orthodox ini sangat Kristosentris, bukannya Mariasentris. Doa ini adalah doa“samadhi” atau “berdzikir2 dengan tasbih Orthodox” yang disebut sebagai “Doa Puja Yesus” (“Doa Yesus” ; ”The Jesus Prayer”) dengan menggunakan semacam “tasbih” yang dirajut dari benang, disebut dalam bahasa Yunani sebagai “komboskini” (“Komboschoinia”; ” komvoschini”) atau “Chotki” (“Чётки“) dalam bahasa Rusia. Dan praktek yang dilakukan oleh kaum “sufi” Kristen Orthodox yang disebut kaum “hesykhastis”, yaitu para praktisi “hesykhasme” (“Sufisme3 Kristen Orthodox”)4. Doa Yesus disebut juga Doa Batin/Doa Hati/Doa Qolbu (“Noera Prosevkhee”; doa “Budi Rohani”) yang secara khusus menunjuk kepada “Doa Puja Yesus” dari Gereja Timur (Gereja Orthodox).

Doa Yesus berasal dari Perjanjian Baru dan mempunyai tradisi penggunaan yang lama sekali. Doa Yesus bersandarkan pada nasehat St. Paulus Sang Rasul untuk Kaum Goyim (Bangsa non Yahudi), untuk berdoa tak kunjung putus: “Berdoalah tak kunjung putus” (“pray without ceasing” 5) (I Tes. 5:17) dan juga atas anjuran Tuhan Yesus sendiri pada para muridNya: "Waspadalah dan berdoalah tak henti-hentinya …” (Luk. 21:36). Rumusan doa ini berdasarkan seruan si buta di Yerikho (Luk. 18:38) dan doa si pemungut cukai (Luk. 18:13), yaitu: “Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah kasihanilah aku orang berdosa ini”. Rumusan ini juga bisa diperpendek berupa: “Kyrie Iesou Khriste, eleyson me”, “Kyrie eleyson”. Bahkan rumusan ini bisa diperpendek dengan hanya menyebut “Nama Yesus” saja. Doa ini seharusnya diulang dengan hening, dengan tidak tergesa-gesa, sementara menarik dan mengeluarkan nafas mengikuti rumusan doa ini.

Doa Yesus (Doa Puja Yesus) mampu membawa kepada doa yang paling murni (pure prayer), yang tak boleh menimbulkan fantasi-fantasi, maupun teknik-teknik visualisasi, inkubasi, mimpi dan positive thinking dan semua teknik yang bersifat psikis dan pemaksaan kekuatan jiwani daripada memberi kebebasan karya Roh Kudus. Keadaan doa yang paling murni (Pure prayer) yang harus dicapai dalam Doa Puja Yesus itu justru untuk mencapai “apatheia” (“ketiadaan pathos” atau “ketiadaan pamrih-pamrih kehendak dan nafsu”) yang kadang-kadang justru menjadi tujuan praktek-praktek meditasi lain dengan melakukan manipulasi psikis untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Bahkan tujuan Doa Puja Yesus ini bukan untuk mendapatkan/ mengejar karunia-karunia Roh Kudus (karena karunia-karunia Roh Kudus akan terhenti/tidak kekal – 1 Kor. 13:8-10), tetapi untuk bersatu dengan Roh Kudus, Sang Pemberi Hidup, sumber dan asal karunia-karunia Roh, yang adalah Allah yang kekal itu sendiri. Nama Yesus hanya merupakan sarana, yang harus membawa kepada pribadi Yesus sendiri, dan mengulang-ulang NamaNya tanpa membawa masuk ke hadiratNya tidak ada gunanya. Melalui Dzikir doa Puja Yesus ini, nama “Sang Sabda Menjelma”, yaitu Yesus Kristus diucapkan dengan penuh kekhusyukan, sujud hormat dan kedalaman iman sebagai sarana panunggalan secara batiniah denganNya sehingga melaluiNya manunggal dengan Allah Sang pemilik Sabda itu, yang satu Dzat hakekat dengan Sang Firman/SabdaNya. Inilah tujuan akhir dari keselamatan orang Kristen, yaitu mencapai Theosis atau Deifikasi 6.

Rumusan Doa Yesus berabad-abad sampai saat ini tetap sama disetiap Gereja Orthodox dari yurisdiksi manapun di seluruh dunia. Dalam Gereja-gereja Orthodox yang berbahasa Yunani rumusannya adalah:
“Kyrie Iesou Khriste Hyos Ton Theon, eleyson me ton amartolon”, yang berbahasa Aramia (Gereja Orthodox Patriarkhat Syria): "Moran Yeshu'a meshiHa, bar Alaha ethraham 'al li, Hataya", yang berbahasa Ibrani (Gereja Orthodox Patriarkhat Yerusalem): “Adonai Yoshua Ha-Masiakh, ben ha-Elohim, rehem na‘alay, ‘al ish khotea”, yang berbahasa Arab: “Ya Robbu Yesu Almasih, ibnullah, arhamna ‘ana al-khoti’a” atau “Ya, Robbu Arham”, Gereja-Gereja Orthodox berbahasa Slavonika, misalnya Gereja Orthodox Patriarkhat Moskow, Rusia: “Gospodi Iesuse Kristie, Tzinye Boziie, pamilui mya gresnago” (“Господи Иисусе Христе, Сыне Божий, помилуй мя грешнаго”), yang berbahasa Romania (Gereja Orthodox Patriarkhat Romania): “Doamne Iisuse Hristoase, Fiul lui Dumnezeu, miluieşte-mă pe mine păcătosul”.

Sedang Gereja-Gereja Orthodox yang berbahasa Inggris: “O Lord Jesus Christ, Son of God, have mercy on me a sinner” atau “O Lord Jesus Christ, have mercy on me”. Yang berbahasa Portogese: “Senhor Jesus Christo, Deo Fillio, dis culpa, povo nostros”, yang berbahasa Latin: “Deo Jesus Christus, miserere mei, peccator” yang berbahasa Mandarin: “Zhu Ye su ji du shang thi zhi zi qing lian min wo zhe ge zui ren zhu Ye su ji dud u, lian min wo” Juga Doa Yesus ini bisa didaraskan dalam bahasa-bahasa daerah setempat, seperti bahasa Jawa: “Duh, Gusti Yesus Kristus Putrane Allah mugi melasi kwulo tiyang doso meniko”, bahasa Dawan (Timor): “Usi Yesus Kristus, Uisneno Anah, tamnaukau atoin asanat”, bahasa Tetun (Timor-Timur): “Nai Yesus Kristus, Maromak Oan, Sadia ami-ema sala”. Tetapi semua rumusan doa Yesus itu mempunyai arti yang sama: “Ya Tuhan Yesus Kristus Anak Allah, kasihanilah hamba orang berdosa ini”.

Seruan dan pendarasan Nama Kudus Yesus dalam Doa Yesus dari Gereja Orthodox Timur ini sekarang digunakan juga oleh Gereja Roma Katolik, Anglikan dan Protestan, walaupun dalam bentuk yang tidak mendalam. Pembahasan mengenai Doa Yesus dan“hesykhasme” (“Sufisme Kristen Orthodox”) ini memerlukan tempat tersendiri.

C. Sholat (Sembahyang Harian, Ibadat Harian)

Panggilan Adzan7 untuk memulai sholat:

(rukuk8, tanda salib)
Halumma nasjud wa narka’ lil Malikina wa Ilahina,
(Marilah kita sujud dan rukuk kepada Allah dan raja kita)
Halumma nasjud wa narka’ lil Masihu Malikina wa Ilahina,
(Marilah kita sujud dan rukuk kepada Almasih, Allah dan raja kita)
Halumma nasjud wa narka’ lil Masihu Hadza Huwa Malikina wa Ilahina
Marilah kita sujud dan rukuk kepada Almasih, yang sebenarnya Allah dan raja kita)

(Kitab Sholat Tujuh Waktu Gereja Orthodox ; Misi Orthodoxia Indonesia)

Tahukah anda bahwa orang Muslim yang pertama yang menaklukkan Yerusalem (636), Khalifah Umar bin Khatab, memasuki Yerusalem dengan damai? Ia disambut oleh Sophronius I (634-638), Patriarkh dan Uskup Agung Gereja Orthodox Yerusalem dan diantarkan ke tempat ibadah Kristen yang paling suci, Gereja Makam Suci (Holy Sepulchere Church). Ketika ia hendak memasuki tempat suci itu terdengar adzan sholat Dzuhur. Uskup Sophronius adalah seorang tuan rumah yang penuh hormat, maka ia bertanya kepada Sang Khalifah: “Tidakkah tuan akan menjalankan sholat? Akan saya ambilkan sehelai sajadah9 untuk Anda dan Anda akan dapat menjalankan sholat di sini”. Sang Khalifah berpikir sejenak dan berkata: “Terima kasih, tetapi maaf. Jika saya menjalankan sholat di tempat suci Anda, para ummat saya akan menirunya dan merebut tempat ini. Saya akan pergi ke tempat yang agak terpisah”. Maka ia pun pergi menjauh dan menjalankan sholatnya di tempat yang sekarang merupakan sebuah masjid di dekat situ. Dari kisah nyata dalam sejarah ini tahulah kita bahwa Gereja Kristen Perdana sejak awal (sebelum kedatangan pasukan dan kaum Muslim) sudah melakukan sholat.

Dalam Gereja Orthodox ada dua bentuk Sembahyang Harian yang mengikuti aturan tertentu ini, yaitu yang mengikuti cara Nabi Daniel : Tiga Kali sehari (Dan. 6:11-12, Mzm. 55:18), atau juga mengikuti pola yang dikatakan oleh Nabi Daud: ”Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji ENGKAU…” (Mzm. 119:164). Sembahyang tiga kali itu terdiri dari: Pagi, Tengah-Hari, dan Sore Hari (Mazmur 55:18). Waktu-waktu Sembahyang itu sendiri sudah dimulai sejak zaman Nabi Musa. Allah memerintahkan agar Imam Harun mempersembahkan korban binatang dan korban dupa pada “Waktu Pagi” dan “Waktu Senja” (Kel. 29:38-39, 30:7-8).

Barangkali agak asing rupanya, jika orang Kristen berbicara tentang sholat. Karena kata “Sholat” atau “Sembahyang” itu sendiri jarang disinggung-sentuh oleh orang Kristen. Padahal jauh sebelum saudara kita kaum Muslim menggunakan kata ini, orang Kristen Orthodox telah menggunakan kata “Sholat” saat menunaikan ibadah. Kata “Sholat” itu sendiri dalam bahasa Arab, serumpun dengan kata “Zelota” dalam bahasa Arami (Syria) yaitu bahasa yang digunakan oleh Tuhan Yesus sewaktu hidup di dunia. Dan bagi ummat Kristen Orthodox Arab yaitu ummat Kristen Orthodox yang berada di Mesir, Palestina, Yordania, Libanon dan daerah Timur-Tengah lainnya menggunakan kata “Zelota” tadi dalam bentuk bahasa Arab “Sholat”, sehingga doa “Bapa kami” oleh ummat Kristen Orthodox Arab disebut sebagai “Sholattul Rabbaniyah”. Dengan demikian “Sholat” itu bukanlah datang dari ummat Islam atau meminjam istilah Islam. Jauh sebelum agama Islam muncul, istilah Sholat untuk menunaikan ibadah telah digunakan oleh ummat Kristen Orthodox, tentu saja dalam penghayatan yang berbeda. Setelah mengerti bahwa istilah “Sholat” dalam menunaikan ibadah adalah milik ummat Kristen sendiri, maka tiba saatnya bagi kita untuk membahas landasan aqidah “Sholat” itu sendiri.

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa Firman itu selalu tinggal dan qoimah (melekat) satu dalam Diri Allah yang Esa, dengan demikian daeri kekal sampai kekal Firman itu selalu bersama-sama dengan Allah (Yoh.1:1; 10:30). Padahal sesuai dengan pernyataan Injil Yohanes 4:24, bahwa Allah itu adalah Roh, kalau Allah itu adalah Roh, berarti Allah itu tak bertubuh jasmaniah, tak beragawiah, tak bertulang dan tak mempunyai darah. Ini menunjuk pada pengertian bahwa Firman yang tinggal melekat dari kekal sampai kekal di dalam Allahpun juga tak mempunyai tubuh, tak mempunyai raga, tak mempunyai tulang dan tak mempunyai darah. Firman yang tinggal melekat dalam diri Allah, sesuai dengan janji Allah terhadap manusia telah nuzul ke jagad dan menjelma menjadi manusia (Yoh.1:14) melalui Sang Dara Maria dengan sebutan Yoshua Ha Massiha, Isho Messiha atau Isa Al Masih dan yang lebih dikenal dengan sebutan Yesus Kristus.

Menurut pandangan Gereja Perdana atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Gereja Orthodox”, bahwa untuk menyatu dan manunggal dengan Kristus, tidaklah dapat dilakukan berdasarkan kekuatan sendiri, namun itu harus dilakukan melalui sarana-sarana yang disediakan dalam Gereja. Sarana-sarana tersebut adalah bersifat sakramental, karena melalui sakramen-sakramen itulah kita secara mistika telah disatukan dengan Kristus. Ini nyata sekali kalau kita melihat dalam “Sakramen Baptisan”. Pada saat kita dibaptis, kita telah disatukan dengan penyaliban, kematian dan kebangkitan Kristus (Rm.6:3-4), serta menunggal dalam kehidupan Kristus dalam Roh Kudus yang diturunkan pada hari Pentakosta, melalui pengurapan kudus dalam “Sakramen Krisma” hingga hidup kekal termeterai dalam diri kita sebagai orang percaya (Kis.8:14-17; 2:1-4; Ef.1:13; II Kor.1:21-22; I Yoh.2:27). Agar pemanunggalan kita dengan Sang Firman Menjelma itu tetap terjaga, maka perlu sekali untuk mengambil bagian dalam “Sakramen Perjamuan Kudus” (“Sakramen Ekaristi Kudus”). Karena dalam sakramen ini, “roti” itu bukan sekedar roti namun itu adalah benar-benar “Tubuh Kristus”, demikian juga “anggur” itu bukan sekedar anggur namun benar-benar “Darah Kristus”. Dengan demikian jelas, bahwa dengan mengambil Sakramen Perjamuan Kudus itu, orang percaya masuk dalam hidup Kristus itu sendiri (Mat. 26:26-28; I Kor. 10:16-17; 11:24-30). Dan supaya dalam melakukan sakramen ini tak terkotori oleh dosa, maka “Sakramen Pengakuan Dosa” perlu dilakukan disini (Mat.16:19; 18:18; Yoh. 20:22-23), dan masih ada lagi yang lain yang bersifat sakramental yang dilakukan dalam penghayatan kehidupan Iman Kristen Orthodox sebagai manifestasi penyatuan dengan kematian dan kebangkitan Yesus Kristus itu terutama terutama dalam “Sakramen Perjamuan Kudus”, sehingga Perjamuan Kudus itu disamping sebagai landasan dan sumber kesatuan ummat Gereja (I Kor. 10:16-17), ini juga sebagai sumber dan tujuan dari semua asal dan gerak dan sakramen Gereja, termasuk pula ibadah-ibadah yang lain yang tak bersifat sakramental, misalnya puasa, naik haji (berziarah) ke tanah suci Palestina menjelang perayaan Paskah (Pekan Kudus) dan sholat. Jadi sholat itu muncul bukan atas dasar reka-rekaan individu, namun itu muncul berdasarkan makna Inkarnasi Sang Sabda itu sendiri.Baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru menjelaskan apa dan bagaimana langkah dan gerak dalam menunaikan sholat. Dalam Kitab 2Tawarikh 6:12 misalnya, disebutkan bahwa sikap sholat itu berdiri dan menadahkan tangan. Kitab Ezra juga menandaskan bahwa berlutut dan bersujud menjadi bagian dalam sikap sholat (Ezra 9:5). St. Markus dalam Injilnya menyebutkan : “Dan jika kamu berdiri untuk berdoa…“ (Mrk.11:25), “Demikian kata Yesus lalu Ia menengadah ke langit dan berkata : “Bapa…“ (Yoh.17:1), “…supaya dimana-mana orang laki-laki berdoa dengan menadahkan tangan yang suci …“ (I Tim.2:8), “…Paulus berlutut dan berdoa bersama-sama dengan mereka…“ (Kis.20:36), “…lalu ia berlutut dan berdoa…“ (Luk.22:41), ”Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa” (Mat.26:39), “Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa…“ (Mrk.14:35), “Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa” (Ef.3:14), “maka tersungkurlah…di hadapana Dia…dan menyembah Dia…“ (Why.4:10).

Jadi jelas kalau demikian bahwa sikap sholat menurut Alkitab dan Gereja adalah berdiri, menengadah ke langit, menadahkan tangan, berlutut (membungkukkan tubuh) dan sujud (merebahkan diri ke tanah), dan sikap sholat seperti itu tetap terjaga dan terpelihara dalam Gereja Perdana atau Gereja Orthodox sampai kini, serta diikut lestarikan oleh agama Islam yang muncul kemudian.

Di sisi lain perlu dijelaskan di sini, bahwa dalam Gereja Orthodox sesuai dengan data-data Alkitab baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, menyebutkan bahwa sholat itu dilakukan 7 kali dalam sehari (Mzm.119:164) berdasarkan urutan waktu dan masing-masing sholat itu mempunyai makna theologis di sekitar Inkarnasi Sang Sabda dan karyaNya, sedangkan nama-nama sholat tersebut adalah sebagai berikut :

1. “Sholat Jam Pertama” (“Sembahyang Singsing Fajar”, “Orthros”, “Prima”, “Laudes”) atau “Sholatus Sa’atul Awwal” (“Sholatus Shakhar”), yaitu ibadah pagi sebanding dengan “Sholat Subuh” dalam agama Islam (jam 5-6 pagi). Data ini diambil dari Kitab Keluaran 29:38-41 berkenaan dengan ibadah korban pagi dan petang, yang dalam Gereja dihayati sebagai peringatan lahirnya Sang Sabda Menjelma sebagai Sang Terang Dunia (Yoh.8:12).

2. “Sholat Jam Ketiga” (“Sembahyang Jam Ketiga”, “Tercia”) atau “Sholatus Sa’atus Tsalitsu”, sholat ini sebanding dengan “Sholat Dhuha” dalam agama Islam meskipun bukan sholat wajib (jam 9-11 pagi). Ini terungkap dalam Kitab Kisah Para Rasul 2:1,15 yang mempunyai pengertian penyaliban Yesus dan juga turunnya Sang Roh Kudus (Mrk.15:25; Kis.2:1-12,15). Itu sebabnya dengan sholat ini, kita teringatkan agar mempunyai tekad dan kerinduan untuk menyalibkan dan memerangi hawa nafsu sendiri, agar rahmat Allah dalam Roh Kudus melimpah dalam hidup.

3. “Sholat Jam Keenam” (“Sembahyang Jam Keenam”, “Sexta”) atau “Sholatus Sa’atus Sadis”. Ini nyata terlihat dalam Kisah Para Rasul 10:9 dan sholat ini sebanding dengan “Sholat Dzuhur” dalam agama Islam (jam 12-1 tengah hari), yang mempunyai makna sebagai peringatan akan penderitaan Kristus di atas salib (Luk.23:44-45), dan pencuri yang disalib bersama-sama Kristus bertobat. Berpijak dari makna ini, kitapun diharapkan seperti pencuri selalu ingat akan hidup pertobatan dan selalu memohon rahmat Ilahi agar mampu mencapai tujuan hidup yaitu masuk dalam kerajaan Allah.

4. “Sholat Jam Kesembilan” (“Sembahyang Jam Kesembilan”, “Nona”) atau “Sholatus Sa’atus Tis’ah” (Kis.3:1) sebanding dengan “Sholat Asyar” dalam agama Islam (jam 3-4 sore). Sholat ini dilakukan untuk mengingatkan saat Kristus menghembuskan nafas terakhirNya di atas salib (Mrk.15:34-38), sekaligus untuk mengingatkan bahwa kematian Kristus di atas salib adalah untuk menebus dosa-dosa, agar manusia dapat melihat dan merasakan rahmat Ilahi.

5. “Sholat Senja” (“Sembahyang Senja”, “Hesperinos”, “Vesperus”,“Vespers”) atau “Sholatul Ghurub”. Sholat ini sebanding dengan “Sholat Maghrib” dalam agama Islam (kira-kira jam 6 sore), sama seperti sholat jam pertama, sholat ini dilatar belakangi oleh ibadah korban pagi dan petang yang terdapat dalam Kitab Keluaran 29:38-41. Makna dan tujuan sholat ini adalah untuk memperingati ketika Kristus berada dalam kubur dan bangkit pada esok harinya, seperti halnya matahari tenggelam dalam kegelapan untuk terbit pada esok harinya.

6. “Sholat Purna Bujana” (“Sholat Tidur”, “Apodipnon”, “Completorium”, “Compline”) atau “Sholatul Naum” (Mzm.4:9). Sholat ini sebanding dengan “Sholat Isya” dalam agama Islam (jam 8-12 malam), yang mempunyai makna untuk mengingatkan bahwa pada saat malam seperti inilah Kristus tergeletak dalam kuburan dan tidur yang akan dilakukan itu adalah gambaran dari kematian itu.

7. “Sholat Tengah Malam” (“Sembahyang Ratri Madya”, “Agrypnia”, “Matinus”, “Vigil”) atau“Sholatul Lail” atau “Sholat Satar” (Kis.16:25). Sholat ini sebanding dengan “Sholat Tahajjud” dalam agama Islam. Sholat tengah malam ini mengandung pengertian bahwa Kristus akan datang seperti pencuri di tengah malam (Mat.24:42; Luk.21:26; Why.16:15), hingga demikian hal itu mengingatkan orang percaya untuk tetap selalu berjaga-jaga dalam menghidupi imannya (2 Kor.6:4-5 – “berjaga-jaga” = “agrypniais” ; berasal dari kata “agrypnia” artinya “sembahyang malam tanpa tidur” atau “sembahyang tengah malam dengan meninggalkan saat tidur”).

Dalam Gereja Orthodox, sholat tujuh kali sehari ini dikenal sebagai “Sholat Nabi Daud” berdasarkan Mazmur 119:164, mencontoh kebiasaan Nabi Daud berdoa, lalu dijadikan sebagai pola waktu-waktu sembahyang ummat Kristen Purba. Namun disamping itu Gereja Orthodox juga mengenal sholat tiga kali sehari bagi mereka yang memang tak cukup waktu, yang dikenal sebagai “Sholat Nabi Daniel”, sesuai dengan Kitab Mazmur 55:18 dan Kitab Daniel 6:11.

Sebelum melakukan ibadah sholat tersebut di atas, menurut Tradisi Gereja dan Alkitab, sebagaimana saudara kita kaum Muslim jika mau sholat harus “bersuci” lebih dulu, ummat Kristen Orthodoxpun juga “bersuci” sebelum menunaikan sholat yaitu dengan jalan membasuh telapak tangan, membasuh wajah dan kepala, membasuh tungkai kaki, serta seluruh kaki. Ini semua tertulis dalam Kitab Mazmur 26:1-12. Sedangkan “kiblat” sewaktu sholat adalah menghadap ke Timur. Karena Ka’bah Baitullah di Yerusalem itu digenapi oleh Kristus sendiri (Yoh.2:9-21), artinya Yesus Kristuslah sekarang Ka’bah atau Baitullah yang hidup itu. Dengan demikian orang Kristen harus berkiblat kepadaNyalah jika bersholat. Padahal dalam realita Yesus itu sesuai dengan surat Filipi 3:20 berada di sorga, jadi kiblatnya bukan arah mata-angin maupun dunia ini, namun untuk menimbulkan lambang kiblat itu di sorga. Kitab Suci menyebut Eden sebagai lambang sorga itu berada di sebelah Timur (Kej.2:8), maka ke arah Timur itulah kiblat sholat dilakukan. Di sisi lain karena Kristus nanti datang dari arah Timur ke Barat (Mat.24:27), dengan menghadap ke Timur saat sholat menunjukkan arti bahwa orang percaya selalu mengharapkan kedatangan Kristus yang kedua kali.

Dari segenap uraian yang terungkap di atas jelaslah sudah bahwa meskipun makna dan tujuan doa sholat adalah untuk menyatukan ummat percaya pada Allah, namun Gereja Orthodox sepanjang sejarahnya tahu menempatkan mana yang doa dan mana yang sholat. Itulah sebabnya bagi ummat Kristen Orthodox jika mendengar istilah “Sholat” bukanlah hal yang baru, karena “Sholat” adalah bagian ibadah yang selalu terjaga dan dilakukan dalam Gereja dari abad-abad permulaan sampai sekarang.

Yesus bangkit dengan membawa tubuh jasmaniNya



Sebenarnya dalam konsep Kristen, Allah berfirman & Firmannya nuzul kedunia (Yoh 1:1-3)bukan menjadi kitab(seperti dalam konsep Al Quran) melainkan menjadi manusia(atau disebut incarnatus/menjadi daging)karena Allah hidup maka FirmanNyapun hidup dan Yesus mengambil rupa manusia/nabi(Mat 21:11). jadi dalam Kristen(Orthodox) Yesus adalah Firman Allah(Kalimatullah= arab)yang turun kedunia menjadi manusia(nabi). Dan Yesus memberitakan Injil(Evagelion, yang artinya bukan Kitab melainkan Kabar Gembira). Injil baru ditulis oleh para saksi Yesus(Rasul)setelah kebangkitan dan di kanonkan(resmikan/sahkan) thn 300 an oleh gereja Orthodox dan dijaga kemurniannya sampai sekarang. Yesus mempunyai 2 KODRAT. 1. sebagai yang ILAHI( Yoh 1:1, "Pada mulanya, sebelum dunia dijadikan, Sabda sudah ada. Sabda ada bersama Allah dan Sabda sama dengan Allah." dalam terjemahan asli Yunani), karena berasal dari Allah(Firman Allah). 2. sebagai manusia, karena telah incarnatus/menjadi daging ( Yoh 1:14). kedua KORRAT ini SATU dalam PRIBADI Firnam Allah(Kalimatullah). jadi pada saat Yesus lapar, menangis, dan berteriak "Eloi, Eli lama sabakhtani"(Markus 15:34) merupakan KODRAT kemanusiaannya. Sedangkan mujizat2Nya separti Kebangkitan dll, merupakan KODRAT IlahiNya. jadi pada waktu menampakan diri setelah kebangkitanNya, Yesus membawa tubuh jasmaniNya(karena telah ber-incarnatus/menjadi daging) ikut dalam kebangkitan. Pada waktu melihat Yesus, murid2Nya ketakutan karena melihat hantu. tetepi Yesus membenarkan diriNya bahwa Ia bangkit dengan membawa tubuh kemuliaanNya. Dengan cara menunjukan kepada Thomas bekas pakuan dan tusukan di lambungNya(Yoh 20:27) dengan cara itulah Yesus membuktikan kebangkitanNya dengan membawa tubuh jasmaniNya.

Selasa, 09 Juni 2009

Gereja Orthodox menghormati para kudus(saint), BUKAN menyembahnya


Kemuliaan yang menyelimuti para Orang Kudus adalah kemuliaan Allah (II Kor.3:18). Daya kuasa Ilahi yang tak tercipta yang dalam Kitab Suci dan kehidupan para Orang Kudus dinyatakan sebagai terang. Namun kemuliaan para Orang Kudus itu belumlah menjadi kedudukan akhir mereka, itu akan disempurnakan pada kedatangan Kristus kali kedua. Pada saat itulah mereka akan bercahaya “seperti matahari” (Mat.13:43;bdk.Why.21:9–22:5). Keberadaan Orang Kudus mengingatkan orang Kristen bahwa Kristus itu Juru Selamat yang unik, yang telah mengenakan pada diriNya insan tercipta (“Sang Firman yang telah menjadi daging/ manusia” – Yoh.1:14) dan membawanya kepada persekutuan yang sejati dengan Allah yang tak tercipta itu. Sehingga jelas di sini bahwa bagi manusia tidak ada jalan lain menuju Bapa selain melalui Yesus Kristus (Yoh.14:6; I Tim.2:5; Kis.4:12; I Pet.1:18,19).
Bagi Gereja Orthodox para Orang Kudus adalah pendoa syafaat di dalam Gereja Katolik Orthodox yang Esa. Oleh doa-doa mereka setiap orang Kristen semakin dikuatkan dalam iman. Banyak kisah dalam Kitab Suci yang dapat dijadikan bukti bahwa Allah mendengarkan doa-doa orang benar (kudus) yang dipanjatkan demi orang-orang lain (Lih. Kej.18:23–33; 20:7; Kis.32:11–14; Hos.11:8-9). Dalam kitab Wahyu dapat ditemukan bahwa malaikat-malaikat membawa doa-doa Orang-orang Kudus ke hadapan takhta Allah dan Allah mendengarkannya (Why.8:3-5). Mereka peduli dan perhatian kepada saudara-saudara mereka, yaitu kita semua orang Kristen, yang masih ada di dunia serta akan bersukacita dengan kemajuan rohani kita (Luk.15:7).
Penghormatan kepada Bunda Maria dan para Orang Kudus tidak boleh dikacaukan dengan penyembahan kepada Allah. Gereja Orthodox menghormati (venerate) mereka, bukan menyembah (worship) atau memuja (adore) mereka. Sebab penyembahan (worship) dan pemujaan - adorasi (adoration) hanya ditujukan kepada Allah semata. Hubungan orang Kristen Orthodox yang masih hidup di dunia dengan mereka tidak boleh dipahami dan dimengerti sebagaimana para dukun atau paranormal memahami hubungan mereka dengan yang mereka anggap sebagai arwah nenek moyangnya atau sukma tokoh-tokoh sakti yang dianggap mengalami Moksa. Hubungan antara orang Kristen di dunia dengan para Orang Kudus adalah hubungan dalam satu Roh, yaitu Roh Kudus. Hal ini tidak boleh dimengerti secara klenik dan perdukunan.

Mereka hidup sebagaimana kita ini hidup karena roh tidaklah mati, “ia akan hidup walaupun sudah mati” (Yoh.11:25), bahkan hidup mereka lebih sempurna dari hidup kita. Orang-orang yang sama-sama hidup dalam Kristus tentu saja masih mempunyai jalinan yang kuat oleh karena Roh Kudus. Kecintaan Gereja kepada mereka diwujudkan dalam perayaan peringatan hari Namanya, yaitu tanggal ketika mereka meninggal dunia. Tanggal kematian mereka adalah tanggal kelahiran mereka di negeri Sorgawi (Firdaus). Mereka diingat juga dengan melukiskan wajah mereka dalam wujud ikon-ikon kudus.

Pandangan Gereja Orthodox tentang Maria



Diantara beribu-ribu Orang Kudus dalam Gereja Kristus, Bunda Maria adalah yang terutama. Sebab dialah orang Kristen pertama yang “mendengar Firman Allah dan melakukannya”, terbukti dalam peristiwa pemberitahuan oleh Malaikat Gabriel (Luk.1:38). Oleh sikap rela Bunda Maria, Roh Kudus berkenan menaungi dan menguduskannya serta menjadikannya layak menerima rahmatNya bagi Inkarnasi Sang Sabda. Oleh karena itu ia disebut Theotokos, Sang Bunda Allah, sebab ia telah mengandung dan memberikan kelahiran kepada Sang Sabda Allah yang adalah Allah sendiri. Sekalipun demikian Gereja Orthodox tidak pernah menempatkan Bunda Maria berada di atas Gereja, melainkan di dalamnya. Gereja percaya bahwa Bunda Maria mewarisi kodrat dan keadaan yang sama yang diterima dan dialami oleh setiap manusia. Ia terlahir dalam keadaan yang sama dengan setiap bayi yang terlahir di dunia ini (kecuali Yesus Kristus). Ia tidak terkandung tanpa dosa, akan tetapi ia dikuduskan dan dijadikan Immaculata (Tanpa cacat cela) oleh Roh Kudus manakala dengan rela ia melakukan kehendak Allah bagi karya keselamatan oleh Allah dalam Kristus Yesus (Lih. Luk.1:38).
Penghormatan Gereja Orthodox terhadap Bunda Maria tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan Kristus, tetapi selalu sebagai “Ibu Tuhan” (bdk. Luk.1:43). Bunda Maria adalah orang Kristen pertama yang sekaligus telah menjadi lambang Gereja (Pengantin Wanita Kristus). Demikianlah juga Gereja Orthodox menghormati para Orang Kudus. Mereka dihormati selalu dalam hubungannya dengan Kristus, sebab mereka hidup dan menang dalam Kristus, “bersama Kristus pergi ke Firdaus”. Karena mereka telah ambil bagian dalam kekudusan (Sanctify) Kristus (Ibr.12:10), dan “anggota tubuh yang sama” (syssmoi) dengan Kristus (Ef.3:6), “berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba” (Why.7:9).

Baptisan para Rasul



Baptisan Para Rasul
Baptisan yang mana para rasul menumpangkan tangan kepada mereka dan Roh Kudus kemudian turun atas mereka. Apakah dibaptis dalam nama Tuhan Yesus belum sempurna dan harus ada tumpang tangan dari Rasul untuk supaya ada Roh Kudus.

Mengenai hal ini mengutip dua pasal dari Kisah Rasul 8 dan 19. 1) Kisah Rasul 8:12-17 :” Tetapi sekarang mereka percaya kepada Filipus yang memberitakan Injil tentang Kerajaan Allah dan tentang nama Yesus Kristus, dan mereka memberi diri mereka dibaptis, baik laki-laki maupun perempuan. Simon sendiri juga menjadi percaya, dan sesudah dibaptis, ia senantiasa bersama-sama dengan Filipus, dan takjub ketika ia melihat tanda-tanda dan mujizat-mujizat besar yang terjadi. Ketika rasul-rasul di Yerusalem mendengar, bahwa tanah Samaria telah menerima firman Allah, mereka mengutus Petrus dan Yohanes ke situ. Setibanya di situ kedua rasul itu berdoa, supaya orang-orang Samaria itu beroleh Roh Kudus. Sebab Roh Kudus
belum turun di atas seorang pun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Kemudian keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka menerima Roh Kudus”. 2) Kisah Rasul 19:1-6: “ Ketika Apolos masih di Korintus, Paulus sudah menjelajah daerah-daerah pedalaman dan tiba di Efesus. Di situ didapatinya beberapa orang murid. Katanya kepada mereka: "Sudahkah kamu menerima Roh Kudus, ketika kamu menjadi percaya?" Akan tetapi mereka menjawab dia: "Belum, bahkan kami belum pernah mendengar, bahwa ada Roh Kudus." Lalu kata Paulus kepada mereka: "Kalau begitu dengan baptisan manakah kamu telah dibaptis?" Jawab mereka: "Dengan baptisan Yohanes." Kata Paulus: "Baptisan Yohanes adalah pembaptisan orang yang telah bertobat, dan ia berkata kepada orang banyak, bahwa mereka harus percaya kepada Dia yang datang kemudian dari padanya, yaitu Yesus." Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi diri mereka dibaptis
dalam nama Tuhan Yesus. Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat.”

Setelah melihat konteksnya secara utuh dari kisah yang ada itu, marilah kita bahas. Pertama dari Kisah orang Samaria . Orang-orang Samaria ini tadinya mengikuti Simon si Ahli Sihir ( Simon Magus). Lalu Filipus mengabarkan Injil disitu. Filipus bukan termasuk jajaran para Rasul, namun salah satu “diakon” yang ditahbiskan para Rasul di Yerusalem ( Kisah Rasul 6:1-7). Memang dalam Kisah 6:1-7 ini gelar Filipus dan 6 orang lainnya tak disebutkan,
namun karena mereka ditahbis bagi membantu para Rasul untuk “melayani meja” atau “diakonein trapezais / diakonein trapezais “ ( Kisah 6:2) maka secara tradisional mereka dinyatakan sebagai diakon. Kita ketahui bahwa mereka adalah “diakon”, karena kata yang diterjemahkan sebagai “melayani” dalam ayat ini dalam bahasa
asli Yunaninya adalah “diakonein / diakonein”, dari situlah kita dapatkan kata “diakonos / diakonos” atau “diaken” ( I Timotius 3:8). Padahal dalam Matius 28:16, 19 yang diperintahkan oleh Sang Kristus untuk membaptiskan segenap bangsa itu adalah “ksebelas murid” yaitu para Rasul dua belas minus Yudas Iskariot. Kedudukan Yudas Iskariot yang mati gantung diri (Matius 27:5) dan ketika ada gempa bumi saat Kristus wafat itu terjatuh dari pohon
, sehingga “tertelungkup, dan perutnya terbelah sehingga semua isi perutnya tertumpah ke luar” itu ( Kisah Rasul 1:18) digantikan oleh Rasul Matias ( Kisah 1:16-26).


Selanjutnya Sri Baginda Junjungan kita mengajarkan “Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.” ( Yohanes 3:5) . Sejak jaman purba Gereja Rasuliah memahami ayat ini sebagai menunjuk kepada baptisan Dasarnya adalah demikian. Pada saat Hari Raya Pentakosta Rasul Petrus mengajarkan kepada ribuan oarng yang mendengarkan kotbahnya:” Jawab Petrus kepada mereka: "Bertobatlah dan hendaklah kamu
masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka (“kai / kai = dan, lalu, maka) kamu akan menerima karunia Roh Kudus “ ( Kisah 2:38). Jadi menurut ayat ini baptisan itu dikaitkan dengan dengan Roh Kudus. Penerimaan Roh Kudus itu sebagai lanjutan atau akibat dari Baptisan itu. Demikian juga
dalam Efesus 2:25-26 dikatakan:” ….Kristus telah mengasihi jemaat (ekklesia / ekklesia = Gereja ) dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman ( “rhmati / rheemati ” = kata-kata.) Yaitu “kata-kata” yang diucapkan olleh Presbyter pada orang yang bersangkutan, pada saat dibaptiskan, yang berbunyi “Hamba Allah……( sebut namanya) dibaptiskan dalam nama Sang Bapa (diselam) , dan Sang Putra (diselam) , serta Sang Roh Kudus ( diselam).Amin”. Jadi Gereja disucikan dengan “pemandian oleh air” yaitu baptisan dan dan kata-kata ucapan saat dibaptiskan. Dan pemandian dengan air ini dinyatakan sebagai “kelahiran baru”, sebagaimana yang dikatakan :”… Dia telah menyelamatkan kita…..karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus” ( Titus 3:5). Pemandian oleh air yang dikatakan dalam Efesus 5:26 itu , disebut sebagai
“pemandian kelahiran kembali “ disini. Padahal Sri Baginda Yesus Kristus mengajarkan tentang “dilahirkan oleh air”. Dan pemandian dengan air, atau pemandian kelahiran kemabli ini, terkait dengan “pembaharuan yang dikerjakan Roh Kudus”, sedangkan Rasul Petrus dalam Kisah Rasul 2:38 diatas mengatakan “dibaptis …..maka (“kai / kai = dan, lalu, maka) …..menerima karunia Roh Kudus ”. Maka jelaslah kalau begitu yang dimaksud lahir “kembali” oleh air itu adalah menunjuk kepada “baptisan”. Karena menurut Rasul Petrus orang yang dibaptis berdampak ( “maka”) akan menerima “karunia Roh Kudus” (thn dwrean tou Agiou Pneumatos / teen doorean tou Aghiou Pnevmatos” = hadiah Roh Kudus, yaitu Roh Kudus itu sendiri diberikan oleh Allah kepada manusia sebagai “hadiah”
(“to dwro/ to dooro ”, sehingga disebut “thn dwrean/ teen doorean” ) . Jadi bukan menunjuk “karunia-karunia” akibat karya Roh Kudus, misalnya mukjizat, nubuat, atau glossolalia/ bahasa lidah) , sedangkan menurut Rasul Paulus
“pemandian kelahiran kembali” atau “pemandian dengan air” itu bersamaan dengan “pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus”, maka jelaslah apa yang dimaksud dengan lahir baru “oleh air dan oleh Roh Kudus” itu, yaitu menunjuk kepada “baptisan”. Bahwa penerimaan Roh Kudus itu terkait dengan baptisan itu juga dapat kita pelajari dari perjumpaan Rasul Paulus dengan murid-murid di Efesus dalam Kisah 19:1-6 yang telah kita kutip diatas. Di Efesus Rasul Paulus bertemu “beberapa orang murid” ( Kisah 19: 1). Murid siapakah ini? Kisah 19:3 menjelaskan bahwa mereka dibaptis dengan “Baptisan Yohanes” atau “Mikweh/Mikwah”. Jadi mereka belum menjadi Kristen. Dalam pertemuan itu yang dipertanyakan Rasul Paulus kepada mereka adalah demikian:“ Katanya kepada mereka: "Sudahkah kamu menerima Roh Kudus, ketika kamu menjadi
percaya?" ( Kisah Rasul 19:2). Dengan demikian jelas penerimaan Roh Kudus itu terjadi ketika seorang menjadi percaya. Namun kata murid-murid Yohanes itu:” Akan tetapi mereka menjawab dia: "Belum, bahkan kami belum pernah mendengar, bahwa ada Roh Kudus.". Mengapa mereka belum pernah pernah mendengar ada Roh Kudus, karena mereka bukan Kristen, dan belum pernah dibaptis secara Kristen, karena Yohanes tidak pernah mengajarkan bahwa beliau itu yang akan mengaruniakan Roh Kudus melalui baptisan yang dilakukan tetapi “Ia yang datang kemudian dari padaku ….Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api” ( Matius 3:11). Jadi Roh Kudus bukan fokus pengajaran Nabi Yohanes, karena beliau sendiri tidak mengalaminya, sampai kedatangan Sang Kristus akibat dari kematian dan kebangkitanNya. Yang segenap peristiwa ini Nabi Yohanes tidak ikut mengalami. Selanjutnya Rasul Paulus mengatakan demikian:” Lalu kata Paulus
kepada mereka: "Kalau begitu dengan baptisan manakah kamu telah dibaptis? “ ( Kisah Rasul 19:3). Dengan pertanyaan ini jelas kita lihat bahwa Rasul Paulus mengkaitkan penerimaan Roh Kudus dengan “ketika menjadi percaya”, dan “ketika menjadi percaya” itu dengan “baptisan”. Jadi penerimaan Roh Kudus itu terkait dengan baptisan. Lahir baru itu oleh “air” dalam baptisan, dan oleh Roh Kudus yang dikaruniakan kepada kita sebagai “hadiah” dari Allah bagi melakukan “pembaharuan” di dalam kita.


Bahwa baptisan yang dilakukan Nabi Yohanes adalah bukan baptisan Kristen, dijelaskan:
"Baptisan Yohanes adalah pembaptisan orang yang telah bertobat ( yaitu telah bertobat dan menyesal dari dosa-dosa mereka dalam konteks keyakinan Agama Yahudi, , lalu melakukan upacara pemabasuhan atau mikweh untuk menyatakan diri mereka telah bertobat sebagaimana yang dituntut oleh Agama Yahudi, sehingga baptisannya itu disebut sebagai baptisan ”sebagai tanda pertobatan” ( Matius 3:11) jadi tidak menyatukan mereka dengan kematian dan kebangkitan Kristus, oleh karena itu hanya dikatakan:” Yohanes membaptis dengan air” (Kisah 1:5) serta tak membuat mereka menerima “Roh Kudus” sebagai “hadiah” dari Allah) , dan ia berkata kepada orang banyak, bahwa mereka harus percaya kepada Dia yang datang kemudian dari padanya, yaitu Yesus. ( Dengan demikian baptisan Yohanes adalah suatu persiapan bagi kedatangan Mesias, seperti juga yang dilakukan para Nabi Perjanjian Lama lainnya. Baerarti Yohanes masih dalam lingkup Perjanjian Lama, tetapi sudah bertemu dengan Perjanjian Baru, hanya belum masuk ke dalam Perjanjian baru itu sendiri.Yohanes merupakan Nabi Perjanjian Lama yang terakhir yang mempersiapkan kedatangan Mesias yang dijanjikan para Nabi sebelumnya, dan menjadi “Bentara” bagi Mesias itu.)” (Kisah Rasul 19:4). Oleh karena sungguh masuk akal kalau hal yang berikut ini terjadi :”Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi diri mereka
dibaptis dalam nama Tuhan Yesus.” ( Kisah 19:5 ), karena baru kali inilah mereka dimanunggalkan denganKristus, sebab baru kali inilah mereka ini menjadi Kristen. Pada saat inilah mereka dilahirkan kembali oleh air. Namun karena syarat lahir kembali itu adalah oleh air dan Roh, maka langkah berikutnya terjadi yaitu :”Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat.” (Kisah Rasul 19:6). Penerimaan Roh Kudus pada saat peristiwa baptisan sesudah penyelaman ke dalam air dengan penumpangan tangan inilah yang dalam Gereja Orthodox disebut sebagai “Sakramen Krisma”, atau “Sakramen Pengurapan”, dan tetap dilakukan sampai kini. Hal yang sama pula terjadi dengan Filipus. Ia bukan Rasul, jadi secara jabatan ia tak mendapat tugas untuk melaksanakan “Sakramen Baptisan +
Krisma/Pengurapan” ini. Karena sebagai diakon tugasnya adalah untuk “melayani meja” yaitu membantu Rasul. Jadi diaken tak boleh mengambil tugas dan hak rasul. Namun karena situasi di Samaria itu darurat maka diaken boleh melakukan baptisan darurat ( sampai sekarang dalam Gereja Orthodoxpun dipraktekkan demikian) , tetapi tidak boleh melakukan “Sakramen Pengurapan” yaitu “penumpangan tangan bagi menerima Roh Kudus”, menunggu sampai seorang Rasul (kini dilakukan Presbyter) datang, persis sama yang dilakukan Filipus, dimana prang-orang Samaria itu “memberi diri mereka dibaptis, baik laki-laki maupun perempuan “ oleh diaken Filipus, tetapi oleh Filipus “mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus” saja, tanpa diberi “Sakramen Krisma/Pengurapan’ karena itu bukan tugas dan haknya. Jadi jelas mengapa dikatakan “Sebab Roh Kudus belum turun di
atas seorang pun di antara mereka “, karena Filipus memang tidak dapat melakukan Sakramen Pengurapan/ Krisma itu pada mereka. Barulah ketika “Setibanya di situ kedua rasul itu berdoa, supaya orang-orang Samaria itu beroleh Roh Kudus. ….. Kemudian keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka menerima Roh Kudus “.

Penerimaan Roh Kudus dengan penumpangan tangan ini disebut “Krisma/Pengurapan” pada saat Baptisan ini, karena dikatakan dalam II Korintus 1:21-22:” Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, memeteraikan tanda milik-Nya atas kita dan yang memberikan
Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita.” Menurut ayat ini Allah itulah yang memberikan memberikan Roh Kudus-Nya ke dalam hati kita, dan dari apa yang telah kita bahas diatas kita sudah tahu bahwa pemberian Roh Kudus itu terkait dengan Baptisan melalui “penumpangan tangan” . Disini pemberian Roh Kudus itu terkait dengan “mengurapi” (“ crisas / khrisas” dari sinilah kita dapatkan kata “crisma / khrisma”) dan “memeteraikan” ( “sfragisamenos / sfragisamenos”). Mengenai “pengurapan” atau “Krisma” ini dikatakan oleh I Yohanes 2:27 ”Sebab di dalam diri kamu tetap ada pengurapan (“ to crisma / to khrisma”) yang telah kamu terima dari pada-Nya”. Kapan kita menerima “khrisma/pengurapan”? Pada saat kita menerima Roh Kudus. Kapan kita
menerima Roh Kudus? Pada saat ditumpangi tangan. Kapan kita ditumpangi tangan? Langsung sesudah diselamkan ke dalam air pada saat baptisan. Itulah sebabnya “penumpangan tangan” bagi menerima Roh Kudus pada saat baptisan sesudah diselamkan ke dalam air itu disebut “Sakramen Krisma”. Dalam Perjanjian Lama orang menerima pengurapan bagi menerima Roh Kudus itu dengan disiram minyak dikepalanya, sebagaimana yang tertulis:”Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud.” ( I Samuel 16:13). Praktek “pengurapan dengan minyak” bagi kesembuhan itu dipraktekkan dalam Gereja Rasuliah, sebagaimana yang dikatakan:” mereka (para rasul)
mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka” ( Markus 6:13), juga “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat ( para presbyter/romo Gereja) , supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.” ( Yakobus 5:14 ), dan praktek ini tetap dilaksanakan Gereja Orthodox sampai kini. Dengan demikian karena bentuk asli pengurapan bagi menerima Roh
Kudus itu adalah dengan mengolesi dengan minyak, damnpara para Rasul juga mempraktellan pemngolesan minyak, maka sejak jaman purba dalam Gereja Rasuliah “Sakramen Krisma’ itu digabung antara “penumpangan tangan” dan “pengurapan dengan minyak” ini, praktek yang tetap dilakukan Gereja Orthodox sampai kini. Karena penerimaan Roh Kudus dengan penumpangan tangan dan pengolesan minyak itu disebut juga “memeteraikan” ( Efesus 1:13), maka pada saat “presbyter” mengoleskan minyak itu dia mengucapkan: ” Meterai Karunia Roh Kudus”, dan disambut segenap umat dengan ucapan “Amin” atau “Termeterai”. Dengan demikian mengekspresikan apa yang dikatakan baik dalam II Korintus 1:21-222, Efesus 1:13 maupun Kisah Rasul 2:38.



Bagaimana “baptisan” (to baptisma /to baptisma = penyelaman, dari kata baptizw / baptizoo = aku menyelam, aku mencelup) itu merupakan kelahiran baru, dan bagaimana pada saat baptisan itu kita menerima Roh Kudus?

Roma 6:3-4 mengatakan demikian :”Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus (ebaptisqhmen en cristw / ebaptistheemen en Khristoo =kita diselamkan di dalam Kristus, artinya berada menyatu dengan Kristus itu), telah dibaptis dalam kematian-Nya (eis ton qanaton autou / eis ton thanaton avtou = masuk ke dalam (eis) kematian-Nya, artinya kita masuk bersatu di dalam tubuh kemanusiaan Kristus yang mati itu) ?Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia (“sunetafhmen...autw” / synetafeemen….autoo = “tafos/tafos”= kuburan, “sun/ syn = bersama dengan, se-, “..hmen / eemen = kita”. “Kita sepenguburan dengan-Nya”, “kita bersama-kubur dengan Dia”) oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru” . Dengan melihat apa yang terdapat dalam bahasa aslinya dalam ayat-ayat ini, maka kita memahami bahwa pada saat kita dibaptis keita “manunggal dengan Kristus” karena kita “berada dalam” ( en /en) Kristus. Ini disebabkan dalam baptrisan itu kita “masuk ke dalam” ( “eis/ eis”) kematianNya atau Tubuh Jasmani-Nya yang mati, dan berada bersama-sama dengan Dia sekuburan. Dengan demikian saat ini manusianya yang lama mati bersama Kristus , ikut terkubur, Juga “sama seperti” Dia yang bangkit, kita juga memiliki hidup baru, yaitu hidup kebangkitan itu, sehingga karena manusia lama kita telah ikut mati dan terkubur, yang muncul dari air itu adalah manusia yang baru, bayi rohani baru, yaitu orang yang baru lahir, orang yang lahir kembali oleh air baptisan, dan oleh kuasa Roh Kudus. Jadi kita manunggal dengan Kristus karena kita masuk ke dalam Tubuh KematianNya, dan ke KuburanNya dalam panungggalan dengan TubuhNya yang mati u tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan genta itu, dimana manusia kita yang lama ikut mati, sehingga ketika Dia bangkit kita sama seperti Dia, ikut terbangkitkan, dengan demikian manusia kita yang baru itu lahir. Ini semua terjadi oleh iman, melalui misteri karya Roh Kudus. Inilah yang dimaksud dengan kelahiran kembali/ kelahiran baru oleh air dan Roh itu. Oleh karena itu kolam baptisan itu adalah “kuburan” bagi manusia lama kita, namun juga “rahim” bagi manusia baru kita. Namun Sakramen bukanlah “ilmu sihir” ( “magic”) bahwa orang yang dibaptis otomatis akan tetap bertumbuh dalam iman bagi mencapai kesucian sehingga mencapai hasil akhir keselamatan. Sada kalanya orang sudah dibaptis malah tidak mengerti makna rahmat baptisan yang mereka terima, menjadi mundur dan ada juga yang murtad ( Ibrani 6: 4-6). Baptisan barulah pintu awal keselamatan, dan sesudah itu kita harus mengikuti perintah:”..tetaplah kerjakan ( “work out” = olah-tumbuh, bukan “work for” = berusaha untuk mendapatkan) keselamatanmu dengan takut dan gentar” ( Filipi 2:12), serta “mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui” ( Kolose 3:10), dan “marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah.”( II Korintus 7: 1b). Keselamatan itu 100 % dari Allah, namun yang harus mengolah dan menumbuhkan, itu 100 % dari kemauan manusia yang ditopang oleh kuasa Allah yang juga 100 % itu. Inilah yang disebut “synergia”. Dan inilah yang dikatakan dalam kelanjutan ayat dari Filipi 2:12 ……tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar,….. itu: ”karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” ( Filipi 2:13). Memang kita diperintahkan untuk mengerjakan (mengolah-tumbuhkan) keselamatan kita, namun sebenarnya Allah sendiri yang menciptakan “kemauan” maupun “pekerjaan” yang kita hasilkan dalam hati kita.

Dalam Gereja Orthodox “Sakramen” itu disebut sebagai “Mystirion” atau Misteri, karena apa yang nampak dimata secara jasmani, berbeda dengan apa yang terjadi dalam realita roh. Yang nampak jasmani dalam baptisan adalah tubuh orang masuk ke dalam air, yang terjadi dalam realita roh adalah orang itu masuk manunggal dalam kematian dan penguburan Kristus, yang nampak secara jasmani tubuh orang keluar dari air, yang terjadi dalam realita roh adalah orang itu ikut dalam kebangkitan Kristus. Yang nampak secara jasmani tubuh orang menyelam ke dalam air, yang terjadi dalam realita roh, orang itu masuk ke dalam Tubuh Kemanusiaan Sang Kristus. Demikian juga dengan sakramen-sakramen yang lain, prinsip pemahaman yang sama itu yang terjadi. Yang dirasa dan nampak secara jasmani adalah roti dan anggur, tetapi yang diterima secara realita roh adalah Tubuh dan Darah Kristus, dan seterusnya. Ini terjadi karena prinsip Inkarnasi, dimana yang nampak kelihatan adalah Tubuh Manusia seorang Yahudi anak Maryam, namun yang sebenarnya ada dalam realita Roh adalah Sabda Allah sendiri yang menjadi manusia. Karena dalam Tubuh kemanusiaan Kristus inilah Roh Kudus bersemayam (Yohanes 1: 33) secara tak terbatas (Yohanes 3: 34), sehingga kalau kita manunggal dengan Sang Kristus maka kita memnerima Roh yangbersemayam di dalam-Nya itu. Terutama hal ini terjadi sesudah kebangkitanNya, dimana “Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, ….Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah ( yaitu naik ke sorga serta duduk di sebelah kanan Allah) dan menerima Roh Kudus ( yaitu Roh Kudus itu disalurkan Bapa kepada Kristus) yang dijanjikan itu,maka” melalui Kristus ini Roh Kudus itu “ dicurahkan-Nya” (Kisah Rasul 2:32-33) kepada manusia. Dengan demikian oleh manunggal dengan Kristus kita menerima Roh Kudus, dan akibat menerima Roh Kudus, kita manunggal dengan Sang Kristus. Kita mengalami Roh Kudus dalam Kristus, dan kita mengalami Kristus, melalui kuasa Roh Kudus.

Ada suatu pertanyaan muncul tentang Pembaptisan. "Kemudian untuk saya pribadi, Saya dahulu dibaptis di gereja Protestan yaitu gereja Kristen Kalam Kudus,bagaimana status baptisan tersebut,apakah saya nantinya harus dibaptis kembali? Karena menurut pemahaman
katekisasi sebelum dibaptis,yaitu pada saat saya dibaptis,Roh Kudus sudah masuk dan tinggal di dalam hati. Apakah itu pemahaman tidak Alkitabiah? Karena didalam Alkitab, harus ada tumpang tangan dari Rasul.

Jawaban dari pertanyaan tersebut: Jika sudah membaca apa yang terulis diatas maka anda bisa menilai sendiri, apakah baptisan anda itu sesuai dengan Alkitab, apakah baptisan anda itu Rasuliah. Keabsahan suatu sakramen hanya berlaku jikalau itu dilakukanleh para Rasul, karena para Rasul itulah yang diperintahkan melakukan baptisan, seperti yang telah kita bahas diatas. Karena para Rasul sudah tidak ada, maka pengganti lanjut mereka itulah yang yang secara sah dapat memberikan
Sakarmen itu. Lalu siapakah pengganti lanjut para Rasul itu? Baca keterangan di bawah ini sehubungan dengan pertanyaan anda apakah “pendeta “ itu bisa dianggap Rasul.

Dalam Gereja Orthodox menurut aturan yang tertulis yang ketat semua mereka yang belum pernah dibaptis secara Rasuliah, kalau bergabung ke dalam Gereja Orthodox, harus disatukan dengan mata rantai Rasuliah itu melalui baptisan kalau mau utuh pengalamannya. Namun ada juga dispensasi tertentu untuk mereka yang telah dibaptiskan atas Nama Tritunggal dan mempunyai pemahaman pembaptisan mirip Gereja Orthodox, mereka boleh diterima dengan baptisannya yang dilakukan di Gereja sebelumnya diakui, melalui pengesahan dengan Sakramen Krisma. Namun menurut hemat Romo, supaya nantinya setelah makin mengerti iman Orthodox tidak
menyesal, karena ingin dibaptis sudah tidak bisa sebab sudah jadi Orthodox, sebaiknya semua yang menggabung dalam Gereja Orthodox mengalami baptisan yang benar-benar Rasuliah ini, jangan hanya setengah-setengah.

Ajaran tentang Ekklesologi



Pertanyaan "Can the Church err?" (Dapatkah Gereja bersalah?) ini pertama-tama harus dilihat dari apa yang dimaksud dengan Gereja itu. Biasanya orang awam Protestan melihat Gereja sebagai denominasi-denominasi yang merupakan kumpulan dari orang-orang percaya dengan ajaran dan dogmanya sendiri-sendiri. Theologia resmi Protestan membagi Gereja itu menjadi dua bagian, yaitu "Gereja Yang Nampak" (The Visible Church) yang terdiri dari macam-macam denominasi dan aliran, serta "Gereja yang tak Nampak" (The Invisible Church) yang hanya satu karena hanya ada "Satu Tubuh" Kristus (Efesus 4:4) yang Tubuh Kristus yang satu itu terdiri mereka semua yang sudah "lahir baru" yang berada secara lintas-aliran dan denominasi. Dengan demikian Gereja Yang Nampak dan Gereja yang Tak Nampak itu merupakan dua realita yang terpisah dan tak merupakan suatu kesatuan. Dan Gereja Yang Nampak itu bukannya Gereja yang Satu yang dimaksud Alkitab--karena ajarannya tidak satu dan saling bertentangan dan satu saling terpisah dari yang lain-- dan Gereja yang nampak yaitu denominasi yang berbeda-beda itu hanya dilihat dari sisi sosial kemasyarakannya saja yang terdiri dari persekutuan orang-orang berdosa yang dapat salah yang ditebus, oleh karena itu mereka mengatakan "the Curch can err" (Gereja dapat bersalah). Dengan demikian theologia Protestanisme menterapkan ajaran bidat Nestorianisme kepada pemahaman mereka atas Ekklesiologi, dimana menurut Nestorius Kristus memiliki dua pribadi yang terpisah-pisah dan berbeda-beda sehingga yang manusia itu hanya manusia saja tak terkait dengan yang ilahi, oleh karena itu Nestorius menolak gelar "Theotokos" untuk Bunda Maria, karena Maria diaggap hanya melahirkan manusia biasa saja, bukan melahirkan Penjelmaan dari Firman Allah yang tak berubah dari ke-Allah-anNya baik sebelum dikandung, ketika berada dalam kandungan, maupun sesudah lahir dari Maryam. Sama juga Protestanisme menterapkan bidat Nestorianisme ini pada Perjamuan Kudus dimana Roti hanya dilihat sebagai Roti biasa saja dan tak dapat melihat bahwa Roti itu sekaligus juga Tubuh Kristus, sama seperti SAnak yang dikandungMaryam itu adalah Manusia dan sekaligus Allah, sehingga ia disebut "Theotokos" ( Bunda Allah) --Lukas 1:43 ("Ibu Tuhan").


Padahal menurut Alkitab "Ekklesia" (Jemaat/Gereja) itu dikatakan demikian:"Jemaat (ekklesia/Gereja) yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia..." ( Efesus 1:23). Karena Gereja adaah Tububh Kristus maka ia harus memiliki kodrat seperti Kristus, yaitu sekaligus manusiawi namun juga ilahi, karena Kristus sepenuhnya bersemayam dalam GerejaNyam, sebab Gereja adalah "kepenuhan Dia", Itulah sebabnya Rasul Paulus menyatakan suatu pernyataan yang amat mengejutkan dimana Gereja itu disamakan dengan Kristus sendiri, sebagaimana yang dikatakan:" Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak ( disini Paulus berbicara mengenai "Tubuh" itu menunjuk kepada Gereja), dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh ( disini Paulus masih berbicara mengenai "Satu Tubuh" itu sebagai "Gereja yang Satu") , demikian pula Kristus ( seharusnya dia mengatakan Tubuh dan anggota-anggotanya itu dengan kesimpulan "demikian pula jemaat/Gereja", namun justru dia mengatakan "demikian pula Kristus". Dengan itu dia mengatakan bahwa "Gereja"Kristus itu tak lain adalah "Kristus" sendiri yang hadir didunia. Karena Gereja adalah "kepenuhan Dia" (Efesus 1:23) seperti yang telah kita bahas) " (I Korintus 12:12). Jika Gereja adalah kehadiran "Kristus " didunia ini, karena Gereja adalah "kepenuhan Kristus" sebab itu adalah "Tubuh Kristus". maka Gereja itu adalah sumber kebenaran sebagaimana dikatakan"jemaat (ekklesia/Gereja) dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran" (I Timotius 3:15).Bagaimana tiang penopang dan dsar kebenaran itu bisa menyeleweng dari kebenaran? Apakah Akkitab salah mengatakan hal itu, atau para tokoh protestan yang mentafsirkanb Alkitab yang bertentangan dengan ajaran Rasuliah itu yang salah? Iman Orthodox tidak membedakan Gereja yang namapak dan yang tak nampak itu dengan memiliki dua kodrat yang terpisah-pisah. Satulah ajaran dari Gereja-Gereja Orthodox yang ada di bumi, dan satu pula Gereja Orthodox yang nampak dibumi itu dengan Gereja Orthodox yang tidak namapak, yang terdiri dari Gereja Sorgawi dari pada "para malaikat" serta roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna" yaitu para orang kudus. (Ibrani 12:22-23) Dengan demikian Gereja itu memiliki dua kodrat "duniawi dan "sorgawi" namun tetap satu satu Gereja, sama sepeerti Kristus itu memiliki dua kodrat namun tetap satu pribadi. Gereja yang dibu ini bolehmengaklami carut-marut dalam sejarahnya, seperti tubuh kemanusiaan Kristuspun dapat mengalami carut-marut dalam derita, namun integritas keilahiannya tak terkontaminasi. Demikainlah meeskipun dalam sejarahnya Gereja mengalamai pergolakan dan muncul ajaran-ajaran bidat dari anggota-anggotanya, namun "hati nurani" Gereja tetap tak terubahkan, sehingga ditengah-tengah munculnya ajaran bidat-bidat yang kadang-kadang hampir menguasai seluruh kehidupan Gereja, "hati nurani" Gereja akan muncul mengalahkan bidat-bidat tadi, misalnya ajaran Arianisme yang hampir mempengaruhi seluruh Gereja pada abad keempat, dikalahkan oleh kekuatan "hati nurani" Gereja yang muncul dalam diri satui orang yaitu Bapa Suci Athanasius. Bagaimana tiang penopang dan dasar kebenaran bisa menyeleweng dari kebenaran? Adalah hal yang tak mungkin. Apalagi Kristus menjanjikan bahwa GerejaNya yang Rasuliah ( didirikan atas dasar para Rasul dengan Petrus adalah wakil mereka) yang hanya "Satu" ( "Gereja-Ku", bukan gereja-gereja-Ku) itu tak akan dikuasai oleh alam maut (kuasa Ibis yang mengacau melalui aniaya agamawi, aniaya politik maupun munculnya ajaran-ajaran bidat) serta tak akan dapat menguasainya (Matius 16:18). Yang bisa salah adalah anggota-anggota yaitu manusia-manusia dalam Gereja yang menyimpang dari hati nurani Gereja, namun "hati nurani" Gereja yang selalu muncul dan menang ketika diperhadapkan dengan bidat-bidat itu, dan hati nurani Gereja yang adalah "Suara Roh Kudus" dalam Gereja itu yang tak bisa salah