Senin, 21 Juni 2010

SANG THEOTOKOS: PERAWAN MARYAM DALAM GEREJA ORTHODOX TIMUR

Oleh :
Presbiter Rm. Kirill J.S.L.
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
Paroki St Jonah dari Manchuria, Surabaya
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)

(Artikel ini pernah dimuat dalam Majalah “Lumen Dei”, Media Informasi – Komunikasi dan Pengajaran Badan Pelayanan Keuskupan (BPK) – Pembaharuan Karismatik Katolik (PKK) Keuskupan Surabaya, Edisi Oktober – Desember 2009; dengan judul “Perawan Maria dalam Gereja Orthodox Timur”)

“Yang untuk kita manusia, dan untuk keselamatan kita, telah turun dari Sorga, dan menjelma oleh Sang Roh Kudus dan dari Sang Perawan Maryam serta menjadi Manusia”.

[Kredo/Syahadat/ Pengakuan Iman Nikea-Konstantinopel tahun 325; point ke-3]

Posisi Maria dalam Gereja selalu mengundang kontroversi. Kedudukan Maria di dalam Gereja terus dipandang secara berbeda oleh Gereja Roma Katolik dan gereja-gereja Protestan. Pada satu sisi Gereja Roma Katolik memberikan penghormatan yang luar biasa terhadap Maria dengan Devosi Maria-Nya. Hingga oleh gereja-gereja Protestan dianggap suatu bentuk hiperdouleia terhadap Maria.

Perlu diketahui tentang perbedaan antara Douleia dan Latreia. Douleia ialah kebaktian/devosi/penghormatan yang tertuju kepada Allah melalui manusia yang menampakkan kebesaran serta kebaikan Allah atau penghormatan kepada seseorang yang diabdi demi Allah. Douleia merupakan perwujudan sikap hati orang beriman yang dengannya orang secara pribadi mengarahkan diri kepada sesuatu atau seseorang yang dihargai, dijunjung tinggi, dicintai dan dituju. Inilah penghormatan relatif yang sama sebagaimana ditunjukkan kepada simbol-simbol bendawi-jasmaniah lainnya, misalnya “Salib yang mulia dan memberi hidup” dan Kitab Suci Injil. Bila douleia bersangkutan dengan Allah, maka disebut devosi religius. Sedang Latreia adalah kebaktian dalam arti penyembahan yang hanya semata-mata ditujukan pada Allah. Inilah penyembahan mutlak dan wajib, yang hanya boleh ditujukan kepada Allah sebagai suatu ibadah dan penyembahan. Douleia yang dilakukan secara berlebih-lebihan dan tak terkendali yang disebut Hiperdouleia bisa mengancam kehidupan Latreia, bahkan bisa mengarah menuju musyrik (menyekutukan Allah atau ber-ilah lebih dari satu), yaitu keyakinan serta sikap hati dan ibadah yang membuat sekutu dan tandingan bagi Allah, sehingga dengan demikian keesaan Allah dalam keilahianNya (Tauhid Ilahiah), dalam kepenguasaanNya (Tauhid Rububiyah), dan dalam Ibadah kepadaNya (Tauhid Ubudiyah) mengalami pengrusakan dan perongrongan.

Sebaliknya pada sisi yang lain, gereja-gereja Protestan telah menyingkirkan Maria dari ibadah gereja mereka. Beberapa pendeta Protestan bahkan memandang Maria hanya sekedar botol kecap saja dimana setelah kecapnya keluar, botolnya tidak diperlukan lagi atau Maria dianggap hanya sebagai saluran saja, dalam arti tak menyumbangkan apapun kepada kodrat kemanusiaan dari Firman Allah yang menjelma, seperti layaknya pipa kran yang dialiri air. Juga pada kenyataannya, hampir tidak ada gereja-gereja Protestan yang menggunakan nama diri Maria sebagai nama tempat gerejanya.

Dua buah sikap yang sangat jauh berbeda! Bagaimana mungkin hal ini terjadi, sementara kedua bentuk Kekristenan Barat tersebut mempunyai iman yang sama kepada puteraNya, Yesus sebagai (Putera) Allah? Adakah jalan tengah yang bisa disepakati bagi Gereja Roma Katolik dan gereja-gereja Protestan? Adakah pemikiran yang lain mengenai kedudukan Maria dalam Gereja? Sebuah pemikiran untuk menempatkan posisi Maria dalam Gereja sesuai dengan kehormatan dan tempatnya yang layak baginya. Tidak melebih-lebihkannya (hiperdouleia) atau menyingkirkannya sama sekali dalam Gereja, sehingga kita tidak bersalah dihadapan Allah dan PuteraNya, Isa ibn Maryam (Yesus, Putera Maria), Tuhan dan Juruselamat kita. Berikut ini adalah ajaran Gereja Orthodox atau yang dikenal juga sebagai Gereja Timur tentang Maria, Sang Theotokos, Bunda Allah Tersuci.

Dalam penjelmaanNya sebagai manusia Firman Allah yang turun dari sorga, menjelma “dari Sang Perawan Maryam”. Dan dengan menjelma “dari Sang Perawan Maryam” ini, Ia “menjadi manusia”. Dengan demikian maka “kemanusiaan” yang diambil dan dikenakan oleh Firman Allah “dalam penjelmaanNya” itu pastilah berasal dari “Sang Perawan Maryam” ini. Karena sebagai “Firman Allah” yang adalah “Anak Allah yang Tunggal” sejak “sebelum segala zaman” dan bersifat “Allah sejati” karena Ia itu “keluar dari Allah sejati” serta dalam wujud “Terang” - jadi bukan berwujud jasmani - karena Ia “keluar dari Terang” karena Allah memang bersifat terang, maka jelas Ia tak memiliki wujud kemanusiaan dan bukan manusia. Sebagai yang bukan manusia itu Ia “turun dari sorga”, dan setelah “menjelma … dari Sang Perawan Maryam” itu Ia “menjadi manusia”. Berarti Maryam telah ikut berpartisipasi dalam memberikan kemanusiaan kepada Firman Allah, agar Ia dapat “disalibkan, mati, dikuburkan serta bangkit dari antara orang mati”, dan tubuh yang telah diambil dari Maryam dan dibangkitkan itu akhirnya dibawa “naik ke sorga” serta “didudukkan di sebelah kanan Allah” dan dengan “tubuh yang telah dimuliakan” yang asalnya “dari Sang Perawan Maryam” itulah nantinya Kristus “akan datang lagi dalam kemuliaan”. Itulah sebabnya andil Maryam bagi keselamatan manusia itu besar sekali, meskipun yang menjalankan keselamatan dengan mengalahkan kematian itu bukan pribadi Maryam, namun pribadi Anak Allah yang telah mengambil kemanusiaan dari Maryam itu sendiri.

Jadi Maryam itu bukan juruselamat, dan tak pula ikut ambil bagian sebagai penebus disamping Kristus, bukan pula ia itu pengantara keselamatan kepada Allah. Ia adalah yang mengandung “Anak Allah yang Tunggal…Terang…Allah Sejati…Satu Dzat Hakekat dengan Sang Bapa” ketika Ia menjelma “dari Sang Perawan Maryam”. Jadi yang tinggal dalam rahim Maryam saat Ia mengandung itu bukan manusia biasa namun “Allah sejati” yaitu “Anak Allah Yang Tunggal” yaitu “Firman Allah” sendiri yang sedang “menjelma”. Oleh karena itu “Pribadi” anak yang sedang dikandung oleh Maryam ini bukanlah hanya sekedar pribadi manusia biasa namun pribadi “Allah Sejati” yang sedang menjelma.


Sang Theotokos” (”Bunda Allah”) tersuci, ”Sayidatina Siti Maryam Al ’Adzra” (”Bunda Maria Sang Perawan Tak Bernoda”)

Dengan demikian Maryam tidak sekedar menjadi Ibu seorang manusia biasa, namun Ibu dan Bunda dari “Allah Sejati” yang sedang menjelma dan menjadi manusia ini. Demikianlah maka Gereja menyebut Maryam sebagai “Theotokos” (Yunani: Θεοτόκος, Slavonik: Bogoroditsa, Arab: Wālidat Allah atau Wālidatulillah, Latin: Deipara, Dei genetrix, Jawa Kuno (Kawi): Sang Pamiyos Widhi) yaitu ia yang “Memberi Kelahiran - dalam penjelmaanNya secara jasmani - kepada Allah – Firman Allah – “ atau lebih dikenal dengan gelar ”Bunda Allah” (Yunani: Meter Theo), dengan bentuk singkatan dalam ikonografi Orthodox ”ΜΡ ΘΥ”; Slavonik: Bogamateri; Latin: Mater Dei. Dan kejadian bayi dari kemanusiaan Maryam ini adalah semata-mata mukjizat “dari Sang Roh Kudus” yang menjadikan “indung telur” dari rahim Maryam tanpa dibuahi pria “menjadi manusia”. Fungsi Roh Kudus kepada Maryam adalah untuk “menyucikan Maryam” agar layak menjadi sarana menjelmaNya Firman Allah di dalam dirinya. Itulah sebabnya Gereja Orthodox tidak mengajarkan bahwa: “Maryam Terkandung Tanpa Dosa Asal”. Maryam adalah orang berdosa sama seperti kita semua namun yang disucikan oleh Roh Kudus saat ia menerima panggilan menjadi Ibu Sang Penebus. Atas dasar semua alasan inilah Maryam memiliki tempat dalam Pengakuan Iman, dalam theologia Gereja, dalam ekspresi ibadah Gereja, dan dalam ikonografi Gereja. Jadi Maryamologi (Mariologi) dalam Iman Orthodox hanya perpanjangan dari Kristologi saja, bukan sesuatu pembahasan yang berdiri sendiri terlepas dari Kristus.

Sebagian orang yang tak mengerti Iman Orthodox secara benar, atau karena mungkin sebagai reaksi terhadap Mariologi dari Gereja Roma Katolik, bahkan dikalangan ummat Kristen sendiri, serta tanpa merenungkan implikasi theologis dan landasan Alkitabiah mengenai gelar “Theotokos” bagi Maryam Sang Perawan ini sering mengejek gelar ini dengan mengatakan: ”Allah tidak punya Ibu. Allah tidak dilahirkan oleh siapapun. Maryam hanya melahirkan manusia biasa saja. Jadi dia itu bukan Bunda Allah, hanya Bunda Yesus saja”. Jadi Maryam tak boleh disebut ”Theotokos” namun ”Anthropotokos” (”Dia yang Melahirkan Manusia”) atau paling tinggi dengan sebutan ”Kristotokos” (”Dia Yang Melahirkan Kristus”), persis seperti yang dikatakan Patriarkh Konstantinopel, Nestorius (428 - 431) itu. St. Kyrillos I, Patriarkh Alexandria (412 - 444) menegaskan, bahwa memang layak menyebut Maryam sebagai “Theotokos”, karena Dia yang dilahirkan olehnya adalah “Firman” yang adalah “Allah”, yang “telah menjadi manusia” (Yoh. 1:1,14). Atas pernyataan semacam itu, kita bertanya:

 Betulkah orang-orang yang mengaku Kristen ini percaya pada ke-Allah-an Yesus sebagai “Firman Allah” atau tidak?

 Kalau memang percaya, apakah ke-Allah-an Yesus sebagai “Firman Allah” itu kekal atau tidak?

 Jika memang kekal, ketika berada di dalam rahim Maryam, Dia masih memiliki ke-Allah-an, yaitu tetap sebagai “Firman Allah” atau tidak?

 Jika masih memiliki, maka Maryam itu hanya sekedar melahirkan manusia biasa saja, ataukah melahirkan “Allah” yaitu “Firman Allah” yang menjadi manusia?

 Jika dia melahirkan “Allah” yaitu “Firman Allah” yang menjadi manusia, maka kemanusiaan dari Anak yang dilahirkannya itu miliknya Allah yaitu “Firman Allah” ini atau bukan?

 Jika kemanusiaan bayi yang dilahirkan Maryam memang milikNya Allah yang menjelma ini, berarti Maryam menjadi “IbuNya Allah” yang menjelma ini dalam kemanusiaanNya atau bukan?

 Jika demikian, bukankah Maryam adalah “Bunda Allah” dalam penjelmaanNya sebagai manusia? “

Jadi memang Maryam bukan “Bunda Allah” Bapa (Allah yang Esa) yang tak pernah menjelma menjadi manusia, sebab Sang Bapa itu kekal tanpa awal maupun akhir, dan tak diperanakkan ataupun beranak. Bukan pula gelar “Bunda Allah” berarti Maryam itu “isterinya” Allah, sebagai pasangan dari Allah Sang Bapa. Sebab Allah yang bukan laki-laki, bukan perempuan, bukan banci serta tak berjenis kelamin itu bagaimana memiliki isteri? Lagipula Allah yang ghoib, tak bertubuh jasmani, bersifat Roh murni, bagaimana dapat memiliki pasangan yang kasat-mata, bertubuh jasmani, hanya sekedar makhluk saja? Itulah sebabnya Maryam bukan disebut sebagai “Allah Sang Ibu” karena dia bukan pasangan ataupun isteri “Allah Sang Bapa”. Namun Maryam adalah “Bunda Allah”, yaitu Bunda “Firman Allah” dalam penjelmaanNya sebagai manusia, karena “Firman itu adalah Allah” (Yohanes 1:1). Yesus disebut Anak Allah bukan karena Dia lahir tanpa Bapa manusia, seolah-olah Allah itu menjadi suami Maryam dan melahirkan Anak Allah, dengan Maryam sebagai Bunda Allah Anak ini. Yesus disebut “Anak Allah” bukanlah dalam wujud kemanusiaanNya, namun dalam keberadaanNya sebagai Firman (Yohanes 1;14,18). Anak Allah yaitu Firman Allah sudah ada sebelum bayi Yesus lahir dari Perawan Maryam (Yohanes 17:5, 8:56-58). Firman Allah disebut “Anak Allah” karena sejak kekal Dia dikandung di dalam Diri Allah sendiri, sebagai Akal-Budi atau Ilmu Ilahi dan selalu bersama Allah (Yohanes 1:1) yaitu melekat satu dalam Hakekat (Dzat, Essensi) Allah itu. Jadi Allah “mengandung” FirmanNya sendiri. Dan dari kandungan Hakekat Allah inilah Firman itu “keluar” dari Allah (Yohanes 8:42) ketika diwahyukan dalam diri Allah sendiri dalam kekekalan sebagai “Gambar Allah” (“Cermin Allah” menurut bahasa Tassawuf), ketika diucapkan sebagai Sabda “Kun Faya kun” (“Jadilah maka jadi”, “yehi wa yehi”) saat penciptaan dunia, ketika diturunkan ke dunia menjadi manusia Yesus Kristus saat Inkarnasi. Jadi seolah-olah Firman yang dikandung Allah itu dikeluarkan atau “dilahirkan” oleh Allah di dalam DiriNya sendiri. Itulah sebabnya Firman Allah itu secara kata kias disebut sebagai “Anak Allah”. Demikianlah jelas bahwa Allah itu tak diperanakkan maupun beranak apalagi beristeri, sebab yang dimaksud “Anak Allah” adalah “Firman Allah” sendiri yang sejak kekal dikandung dan dikeluarkan oleh Allah sendiri, dan akhirnya diturunkan (“nuzul”) dalam wujud manusia Yesus Kristus. Dengan demikian bukan karena lahirnya tanpa bapa manusia itu, yang menyebabkan Yesus Kristus disebut “Anak Allah”. Kelahiran Yesus oleh Maryam itu bukan permulaan keberadaanNya, itu hanya permulaan nuzulNya di atas bumi ini saja. Itulah sebabnya jika Maryam hanya disebut Bunda Yesus saja, berarti Yesus itu hanya manusia biasa, dan tak memiliki ke-Allah-an sebagai Firman Allah yang kekal dan sekarang telah nuzul.

Jika begitu sejak kapan Yesus menjadi Allah, sebab ketika lahir dari Maryam Dia bukan Allah, buktinya Maryam tak boleh disebut “Bunda Allah” untuk menunjukkan bahwa bayi yang dilahirkannya itu adalah Allah dalam hakekat pribadi kekalNya? Jika hanya baru kemudian saja manusia Yesus anak Maryam ini menjadi Allah, apa bedanya dengan agama kafir yang membuat manusia biasa menjadi ilah? Bukankah kalau begitu orang sedemikian ini percaya pada kemungkinan manusia biasa Anak Maryam bisa berkembang menjadi Allah? Apakah bukan berhala dan kemusyrikan ajaran yang sedemikian ini? Dengan demikian Yesus bukan betul-betul Allah namun manusia yang baru kemudian jadi Dewa, karena waktu dalam kandungan Maryam dan waktu dilahirkan Dia bukan Allah, dan tak boleh disebut Allah, sebab Ibunya tak boleh disebut Bunda dari “Allah” yang sedang menjelma menjadi manusia Yesus ini? Atau jika bukan demikian, apakah ke-Allah-an Yesus itu terpisah-pisah dari kemanusiaanNya, dimana waktu Dia dikandung serta dilahirkan Maryam, ke-Allah-an itu dalam keadaan terpisah? Jika betul demikian justru inilah bidat “Nestorianisme” yang ditentang Gereja Orhodox di jaman purba, melalui Konsilinya yang ketiga di Efesus tahun 431 Masehi, dan justru gelar “Theotokos” ini yang setidak-tidaknya pada abad kedua dan ketiga sudah digunakan di dalam Gereja Purba, dan dalam Konsili itu disahkan secara resmi penggunaannya karena memang konsisten dengan ajaran Alkitab, untuk dijadikan pagar bagi menjaga ketak-terpisahan Dua-Kodrat Yesus di dalam satu Pribadi itu. Inilah implikasi yang sangat menyesatkan dari penolakan gelar Bunda Allah bagi Maryam itu. Jadi Gereja Orthodox tetap konsisten pada Tauhid, gelar ”Theotokos” bagi Maryam justru untuk menjaga Tauhid tadi, yaitu menjaga agar tak ada anggapan bahwa manusia dapat berkembang menjadi Allah, dan untuk menjaga agar tak ada anggapan bahwa Firman Allah dapat berubah dari keilahian dan kesatuanNya dengan Allah ketika Nuzul sebagai manusia. Gelar ini bukan untuk meninggikan Maryam sebagaimana kemudian yang disalah-artikan atau dibesar-besarkan dalam tradisi Roma Katolik, namun gelar ini untuk menjaga integritas ke-Dua-Kodrat-an dalam Kesatuan Pribadi dari Firman Allah yang menjelma: Yesus Kristus. “Theotokos” lebih bersifat Kristologis daripada Mariologis dalam ajaran Gereja Orthodox. Jika begitu marilah kita selidiki ajaran Alkitab, terutama Perjanjian Baru mengenai gelar ”Theotokos” (Bunda Allah) bagi Maryam Sang Perawan ini.

Perjanjian Baru tidak banyak memuat kisah Maryam, karena Maryam memang bukan fokus pemberitaan Perjanjian Baru. Berita Perjanjian Baru adalah tentang Kristus, dan pembahasan kita tentang Maryam adalah sebagai “dampak” langsung dari Inkarnasi (Penjelmaan sebagai Manusia), dan bukan inti dari Inkarnasi itu sendiri. Maryam harus ada agar Inkarnasi Firman Allah ke dalam dunia ini terjadi. Jika tak ada Maryam Inkarnasi itu tak terjadi, sebab wanita yang harus menjadi sarana kelahiran Firman dalam penjelmaanNya sebagai manusia itu sosoknya sudah dinubuatkan (Kejadian 3:15), pribadinya sudah ditentukan (dari keturunan Abraham, dari jalur Daud, berasal dari Betlehem), dan semuanya itu hanya tergenapi dalam Maryam saja, bukan wanita yang lain. Itulah sebabnya sosok Maryam itu bukan suatu kebetulan, namun pribadi yang sudah direncanakan oleh kerelaan kehendak Allah dan ditetapkan oleh Allah di dalam ke-Maha-Berdaulatan dan ke-Maha-TahuanNya. Meskipun pembahasan tentang Maryam itu sebagai “dampak” dan bukan inti dari peristiwa Inkarnasi, namun ini merupakan suatu dampak yang sangat penting, karena ini akan merupakan pagar yang sangat penting dalam kita menjaga iman kita kepada Kristus agar tak terbelokkan kepada pengajaran yang salah.

Dalam Matius 1:23, bayi yang dilahirkan oleh Maryam itu disebut sebagai “Immanuel” yang artinya “Allah menyertai kita”. Ini berarti bahwa yang berwujud manusia itu ternyata bersifat dan berhakekat Allah, sebab jika tidak demikian pastilah Dia tak disebut sebagai “Allah menyertai”. Serta ini bermakna pula bahwa dalam keadaan sebagai bayi manusia itupun Pribadi bayi ini adalah Pribadi Allah. Jadi ini menegaskan apa yang dikatakan oleh Yohanes bahwa “Firman” yang adalah “Allah” (Yohanes 1:1) telah “menjadi manusia” (Yohanes 1:14) tanpa berubah dari sifat ke-Allah-anNya, sebab Allah itu tak mungkin berubah, sehingga setelah lahir dalam wujud manusiapun Dia tetap disebut “Allah” menyertai kita. Jadi “Subyek” yang menjadi Pribadi dari bayi manusia Anak Maryam ini adalah Firman Allah (“Anak Allah”) yang kekal dan pra-ada sebelum lahir jadi bayi. Hal ini dikatakan oleh Alkitab demikian:

”…Allah mengutus AnakNya (yaitu: FirmanNya yang pra-ada itu) yang lahir (dalam nuzulNya ke bumi dalam pengutusan itu) dari seorang perempuan (Maryam)”
Galatia 4:4

Jadi ke-ilahi-an yang pra-ada dari Firman Allah (Yohanes 1:1) atau Anak Allah (Galatia 4:4) itu tak hilang dan tak berubah ketika Dia nuzul sebagai bayi, karena Allah ataupun KalimatNya memang tak pernah berubah. Demikianlah Firman Allah itu tetap Allah sebelum turun, ketika dikandung, dan setelah dilahirkan oleh Maryam Sang Perawan dalam wujud baru yang dikenakanNya itu karena Dia “telah mengambil rupa…menjadi sama dengan manusia“ (Filipi 2:7). Karena manusia itu dikenal melalui hakekat pribadinya dan bukan hanya melalui bentuk-raganya, demikianlah Maryam itu tidak hanya mengandung raga seorang bayi manusia saja, namun mengandung bayi yang memiliki hakekat Pribadi Firman Allah yang bersifat Allah, yang mengenakan dan mengambil raga bayi dari ovum Maryam. Ovum ini tanpa sperma laki-laki telah diciptakan oleh Kuasa Allah sendiri menjadi bayi dan disatukan serta dimanunggalkan dengan kodrat ilahi Sang Sabda Allah sendiri serta diberi kehidupan manusiawi oleh Roh Kudus atau Roh Allah yang berada melekat satu di dalam Hakekat (Essensi, Dzat) Allah sendiri. Karena itulah Gereja-Gereja Orthodox berbahasa Arab di Timur-Tengah memberi gelar Maryam sebagai ”Sayidatina Maryam Al ’Adzra” (”Bunda Maria Sang Perawan Tak Bernoda”) atau ”Qiddisa Settena Maryam Al 'Adzra, Umm Al Maseeh” (”Santa Perawan Maryam, Ibu Kristus”), dan Gereja-Gereja Orthodox yang berbahasa Slavonika menyebutnya dengan gelar ”Bogoroditse Deva” (“Theotokos Sang Perawan”), sebuah gelar penghormatan kepada Sang Theotokos. Dengan demikian Firman Allah yang kekal dan yang sama itulah yang menjadi subyek Pribadi si bayi Anak Maryam itu. Sehingga Maryam memang betul-betul melahirkan seorang bayi manusia yang subyek PribadiNya adalah Allah yaitu Firman Allah sendiri. Demikianlah Maryam itu benar-benar “Theotokos” (Tokos = Sang Pemberi lahir secara jasmani karena nuzulNya; Theos = kepada Allah yaitu Firman Allah yang secara kekal tak berjasmani itu). Jadi sebutan “Theotokos” bagi Maryam itu justru menjelaskan keilahian Kristus yang tak pernah berubah sebagai Firman Allah itulah yang ditekankan, bukan diri Maryam sendiri. Itulah sebabnya ketika Maryam mengunjungi Elisabet, oleh ilham Roh Kudus dalam suatu nubuat wanita tua yang saleh ini menyapa Maryam dengan sebutan “Ibu Tuhan”-ku (Lukas 1:43). Kata “Tuhan” (“Kyrios”) yang digunakan kepada Yesus dalam Perjanjian Baru itu mempunyai 3 latar-belakang, yaitu:

1. Kata ini menterjemahkan kata “YHWH” (sering dibaca Yehuwah atau Yahweh) sebagai Nama Allah sendiri dalam Alkitab Ibrani. Orang Yahudi menganggap kata ini sangat suci sekali sehingga takut untuk mengucapkannya, sebagai gantinya setiap ada kata “YHWH” ini mereka baca dengan bunyi “Adonay” (“Tuhanku”). Pada waktu Alkitab Ibrani diterjemahkan oleh ummat Yahudi ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta), maka setiap kali ada kata “YHWH” bunyi bacaannya “Adonay” (Yunaninya: Kyrios) itulah yang ditulis dalam terjemahan. Maka “Kyrios” bermakna Nama Allah sendiri.

2. Kata Kyrios dalam makna harafiahnya menunjuk kepada sebutan penghormatan, kepenguasaan atau kepada sesuatu yang dipertuan. Pada saat Yesus hidup di atas dunia ini kata “Kyrios” yang digunakan orang-orang sezamanNya untuk menyapa Dia itu seyogyanya dimengerti sebagai sebutan penghormatan saja: ”Tuan, Pak, Mister, Sir”, dan memanglah demikian maknanya.

3. Namun ketika Yesus telah dimuliakan, sebutan “Kyrios” (“Tuhan”) untuk Yesus ini mempunyai makna sebagai “Penguasa” atau “Yang Dipertuan”. Jadi kata “Tuhan” (Kyrios) di sini tak langsung menunjuk kepada makna “Allah” (“Theos”). Itulah sebabnya sebutan “Allah” (“Theos”) bagi Sang Bapa, itu dibedakan penggunaanya dengan sebutan “Kyrios” (“Tuhan”) bagi Yesus Kristus. Sehingga “Tuhan Yesus” maknanya bukan “Allah Yesus” namun “Sang Penguasa Yesus”, “Sang Junjungan Yesus”. Hal ini dibuktikan dalam penggunaannya dalam ayat-ayat berikut ini: ”…Yesus adalah Tuhan…Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati…” (Roma 10:9-10), “Allah, yang membangkitkan Tuhan…” (I Kor.6:14), “…satu Allah saja, yaitu Bapa,…satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus…” (I Kor.8:6), dan masih banyak yang lain lagi. Ayat-ayat di atas jelas membedakan “Allah” yaitu “Bapa” dengan “Tuhan” yaitu Yesus Kristus, yang dibangkitkan oleh “Allah” atau “Bapa” ini. Sejak kapan Yesus menerima gelar “Tuhan” ini? Sejak kebangkitanNya. Karena sesudah bangkit dari antara orang mati Dia mengatakan kepada para muridNya: ”KepadaKu telah diberikan (berarti: ada yang “memberikan”, yaitu Allah sendiri) SEGALA KUASA (Kepenguasaan mutlak: Jabatan Tuhan) di sorga dan di bumi” (Matius 28:18). Dengan demikian karena Allah yang memberikan “SEGALA KUASA” di sorga dan di bumi kepada Yesus yang telah bangkit ini, maka Allah pulalah yang mengangkat Yesus menjadi “Penguasa Mutlak” atau “Tuhan” atas sorga dan bumi ini. Inilah yang dikatakan dalam Kisah 2:36: ”Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang telah kamu salibkan itu, menjadi Tuhan…”.

Yesus diangkat sebagai Penguasa Mutlak atau “Kyrios” (“Tuhan”) ini memiliki tiga tujuan:

a. Untuk menunjukkan bahwa Dia adalah Adam yang terakhir yang telah memulihkan kepenguasaan Adam atas alam, yang hilang karena kejatuhan.

b. Untuk menunjukkan bahwa Yesus yang manusia itu sungguh-sungguh Sang Sabda yang menjelma sebagai manusia. Karena Allah selalu melaksanakan kepenguasaanNya atas alam melalui kalimatNya, sekarang kuasa yang sama atau ke-Tuhan-an Allah yang sama dan hanya satu itu, dilaksanakan melalui manusia Yesus Kristus, sehingga Yesus disebut Tuhan, dengan demikian Yesus tetaplah Sang Firman yang satu dan yang sama, karena melalui Sabda Allah itu Allah melaksanakan kuasa KetuhananNya sendiri. Dengan demikian baik Allah maupun KalimatNya tak berubah, baik dalam hakekatNya maupun dalam hubunganNya, meskipun Kalimat itu telah nuzul sebagai manusia.

c. Untuk tujuan keselamatan manusia, karena dengan kuasa mutlak sebagai “Penguasa” atau “Tuhan” ini Yesus Kristus akan mengubah tubuh manusia yang hina ini sehingga menjadi serupa dengan TubuhNya yang mulia pada Hari Kebangkitan nanti (Filipi 3:20-21).

Setelah mengerti makna kata “Tuhan” yang dikenakan kepada Yesus Kristus, maka jelas jika kita sekarang menyebut “Tuhan Yesus Kristus” maka makna ketiga itulah yang kita maksud. Sedangkan ketika para Malaikat (Lukas 2:11) menyebut Kristus sebagai Tuhan, dan terutama sekali ketika Elisabet menyebut Maryam sebagai “Ibu Tuhan” (Lukas 1:43), jelas yang dimaksud bukan makna ketiga ini, karena Yesus baru atau belum lahir, belum bangkit, dan belum dimuliakan. Bukan pula makna kedua, karena seorang bayi tak akan disebut “Pak” atau “Tuan”, namun itu menunjuk makna pertama “Kyrios” (“YHWH”), yaitu sebagai Nama Allah sendiri, untuk menunjuk bahwa bayi yang sedang lahir itu adalah “YHWH” yaitu “Firman YHWH” sendiri yang sedang menjelma sebagai manusia. Dengan demikian “Ibu Tuhan” bagi Maryam ini identik dengan “Bunda Allah” atau “Theotokos”. Jadi Maryam memang “Ibu dari Yang Ilahi” sendiri, yaitu “Bunda Allah” Sang Sabda dalam keberadaan nuzulNya, bukan dalam keadaan azali atau kekalNya. Karena keberadaan Sabda Allah yang azali dan kekal itu tak berbadan jasmani, tak beribu serta tak dilahirkan wanita, dan tanpa awal maupun akhir. Melalui gelar “Theotokos” bagi Maryam inilah justru keilahian Yesus Kristus sebagai Firman Allah dijaga dan dipagari. Maka kita tak akan lupa bahwa bayi yang dilahirkan Maryam itu ternyata tetap Allah yang sama, dan tak pernah berubah meskipun telah turun sebagai manusia, sehingga Ibu manusiaNya berhak disebut “Bunda Allah” (“Theotokos”). Sisi lain dari gelar “Theotokos” ini adalah untuk menegaskan kemanusiaan Yesus Kristus. Karena tanpa menegaskan kemanusiaanNya, kita akan jatuh pada ajaran bidat Monofisitisme yang hanya menekankan keilahian Yesus Kristus dan menghilangkan kemanusiaanNya serta dengan demikian mensifatkan wujud kemanusiaanNya itu sebagai Yang Ilahi sendiri. Jika yang demikian ini yang terjadi akhirnya kita bukan menyembah Allah yang benar dan ghaib, namun menyembah makhluk manusia Anak Maryam: “Dewa Yesus”.

Alkitab mengajarkan bahwa ketika Firman Allah “mengambil rupa…menjadi sama dengan manusia” (Filipi 2:7) atau “lahir dari seorang perempuan” (Galatia 4:4) yaitu “menjadi manusia” (Yohanes 1:14), dia mengambil ini dengan “menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka” (Ibrani 2:14) artinya “dalam segala hal (yaitu: termasuk tubuh, jiwa, roh, akal-budi, emosi, kehendak, dan segenap sifat-sifat kemanusiaan) Ia harus disamakan dengan ”manusia” (Ibrani 2:17). Ini berarti bahwa Yesus Kristus adalah manusia sempurna. Dalam segala hal Dia memiliki kodrat yang sama persis dengan segenap manusia lainnya. Karena kodrat kemanusiaan yang diambilNya itu tak berbeda dalam segala hal dari segenap manusia di alam ini, maka Dia betul-betul Anak Maryam (Markus 6:3). Karena Yesus dalam kemanusiaanNya itu disebut “Anak Abraham” dan “Anak Daud “ (Matius 1:1), maka haruslah dalam jasad daging kemanusiaanNya itu mengalir “gen” dari Abraham dan Daud, bapa-bapa leluhurNya secara manusia itu. Padahal “gen” tadi harus didapat dari manusia yang merupakan keturunan Abraham dan Daud, dan kita tahu satu-satunya manusia yang mempersembahkan kemanusiaan dengan cara melahirkan Firman Allah yang menjelma ini sebagai bayi adalah Maryam, berarti Yesus memang harus mengambil “gen” Abraham dan Daud itu melalui Maryam. Artinya Maryam harus sungguh-sungguh dalam arti literal adalah Ibu kemanusiaan dari Penjelmaan Firman Allah ini. Maryam tidak hanya sekedar dilalui atau dilewati oleh kelahiran Yesus saja, namun kemanusiaan Yesus itu berasal dari ovum kemanusiaan Maryam. Itulah sebabnya Yesus disebut sebagai “buah rahim” Maryam (Lukas 1:42). Ini berarti Maryam adalah pohon dari kemanusiaan Yesus, dan rahim atau ovum Maryam itu menjadi asal-usul dimana “BUAH” yaitu tubuh kemanusiaan bayi Yesus itu diproses.

Jadi Maryam bukan hanya sebagai saluran saja, dalam arti tak menyumbangkan apapun kepada kodrat kemanusiaan dari Firman Allah yang menjelma, seperti layaknya pipa kran yang dialiri air. Analogi ini tak masuk akal, karena air dari pipa kran itu bukan “buah” dari pipa tadi, padahal Yesus adalah “buah rahim” Maryam. Jadi memanglah kemanusiaan Yesus itu semata-mata berasal dari ovum Maryam yang tanpa sperma laki-laki oleh Kuasa Firman Allah itu sendiri dijadikan bentuk Bayi dan oleh Roh Allah sendiri diberikan kehidupan. Dengan demikian Yesus itulah ”Keturunan Perempuan” (Kejadian 3:15) karena terjadi tanpa sperma pria sama sekali namun langsung oleh Kuasa Yang Maha Tinggi sebagai mukjizat luar biasa, dan sekaligus “keturunan Abraham dan Daud”, karena Maryam adalah keturunan mereka dan melalui ovumnya “gen” Abraham dan Daud menjadi kemanusiaan dari Firman Allah yang menjelma. Itulah sebabnya Galatia 4:4 mengatakan bahwa Anak Allah yang pra-ada itu ketika lahir menjadi manusia dikatakan “genomenon ek gunaikos” = ”lahir keluar dari” atau “berasal dari ”perempuan“. Jadi “berasal dari” atau “keluar dari” Maryam inilah kemanusiaan Yesus itu dilahirkan ke dunia. Maryam bukan hanya dilalui saja, namun betul-betul menjadi Ibu Yesus Sang Firman Allah itu, yang darinya Sabda Allah yang tak berjasad jasmani itu mendapatkan jasad-jasmani kemanusiaanNya. Itulah sebabnya Maryam disebut “Theo-“ yang menekankan ke-“Allah”-an si Bayi sebagai Firman Allah, dan “-tokos” yang menekankan sungguh-sungguh si Bayi itu terlahir dari Maryam, berarti Ia manusia sejati yang memiliki permulaan dari kelahiran.

Jadi memang Maryam yang harus memiliki gelar ini, untuk menandaskan secara tegas bahwa kemanusiaan dari Bayi yang terlahir itu memang berasal dari Ibu yang melahirkan itu yang adalah betul-betul manusia. Sehingga si Bayi itu adalah manusia sejati dan sempurna, karena Ibu yang melahirkan adalah manusia sejati. Demikianlah gelar “Theotokos” bagi Maryam itu merupakan ringkasan theologis tentang makna Inkarnasi Kristus, serta menjadi pagar dan penjaga kokoh bagi “keilahian” dan “kemanusiaan” Kristus, yang tidak saling berbaur, tidak saling kacau, namun tak-terpisah-pisahkan dan tak terbagi-bagi dalam kesatuan Pribadi Firman Allah yang hanya satu itu. Gereja Orthodox pada tahun 431 di Efesus mengutuk “Nestorius” yang menolak gelar ini, karena penolakan itu berarti pemisah-misahan Pribadi Kristus yang satu itu menjadi dua. Jika Maryam hanya melahirkan kemanusiaanNya saja, berarti si Bayi yang lahir itu tak memiliki Pribadi Ilahi, dengan demikian sudahlah terpisah antara Pribadi Ilahi dan Pribadi Manusianya, sehingga ada dua Pribadi yang berbeda. Dengan demikian Yesus Kristus itu bukan Firman Allah yang menjelma, namun hanya manusia biasa Anak Maryam, yang baru kemudian kesurupan Firman Allah, seperti layaknya kalau orang kesurupan setan. Dalam pengertian semacam ini maka Pribadi Firman Allah dan Pribadi Anak Maryam memang beda, berarti ada dua pribadi dalam Yesus, dan bukan Satu Pribadi yang berkodrat dua secara tak terpisah. Jikalau begitu yang disalib itu hanya sekedar manusia biasa, bukan kematian dari kodrat kemanusiaan Firman Allah yang menjelma, sebab kodrat ilahiNya memang tak dapat disalib dan tak dapat mati. Jika yang mati itu hanya manusia biasa Anak Maryam saja, maka keselamatan tak akan terjadi oleh kematian semacam itu. Sampai sekarangpun Gereja Orthodox akan tetap menyangkal “Nestorius-Nestorius“ modern yang menolak menyebut Maryam sebagai “Theotokos”. Jelaslah gelar Theotokos bukanlah untuk memberhalakan atau mendewakan Maryam seperti yang sering disalah-mengerti serta seperti yang telah dialih-maknakan dalam Gereja Roma Katolik. Namun gelar itu untuk menjaga keutuhan dan kesatuan “dua-kodrat” Kristus dalam “satu Pribadi”. Sedangkan Maryam sendiri sebagai pribadi sampai kapanpun dia adalah “hamba Tuhan” yang suci, saleh, serta taat (Lukas 1:38).

Selain gelar ”Sang Theotokos” (”Bunda Allah”), Gereja sejak masa purba memberi gelar kepada Maryam sebagai ”Bunda Gereja”. Dalam Injil Yohanes 19:25-27, kita membaca pesan Yesus kepada murid-muridNya (Gereja).

“Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maryam, isteri Klopas dan Maryam Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu !" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.”
(Yoh. 19:25-27)

Maryam adalah Ibu dari murid Yesus yang terkasih, berarti menjadi ibu kita juga jika kita memang betul adalah murid Yesus. Murid Yesus yang terkasih adalah anak dari Maryam, berarti jika kitapun adalah murid Yesus, kita juga anak Maryam dalam keberadaan manusia baru kita. Murid Yesus menerima Maryam dalam rumahnya, maka kitapun jika memang murid Yesus harus menerima Maryam juga dalam rumah iman kita. Ummat percaya semua adalah Anak Maryam, berarti Maryam adalah “Ibu Kaum Beriman”. Dan kaum beriman adalah “Gereja” karena menyatu dalam Tubuh Kristus yang satu, maka Maryam adalah “Ibu/Bunda Gereja”, sekaligus lambang dan detak jantung Gereja, meskipun bukan ”Kepala Gereja”, karena Kristuslah satu-satunya Kepala Gereja. Karena sebagaimana Gereja itu adalah ”Perawan Suci” (2 Korintus 11:2) dan sekaligus ”Ibu/Bunda” (Galatia 4:26), maka Maryam-pun adalah ”Perawan Suci” dan ”Ibu/Bunda”.Ini makin nampak jelas pada hari Pentakosta (turunnya Roh Kudus, yang merupakan terbentuknya Gereja yang pertama), Bunda Maria ada bersama-sama para Rasul (Kis.1:14; 2). Maryam sebagai Ibu Kaum Beriman selalu bersama dengan para Rasul yang adalah gambaran dari Gereja/jemaat/kaum beriman. Itulah sebabnya sejak masa awal Gereja Purba, Maryam diberi gelar sebagai “Bunda Gereja” yaitu “Bunda Kaum Beriman”. Gelar-gelar lain yang diberikan para Bapa Gereja dan Gereja Orthodox Timur maupun Gereja Katolik Timur (gereja-gereja Uniat) untuk menghormati Bunda Maria diantaranya:

 “Aeiparthenos Maria” – “Forever virgin Mary”, ”Tetap Perawan”, “Selalu Perawan”.
 “Panaghia” (Παναγία) – ”All Holy”, ”Suci Kudus”, ”Suci Sempurna”.
 “Panagia Evangelistria” – “Our Lady of the good Tidings”, “Bunda dari Kabar Baik”.
 ”Hyperhaghia Theotokos” – “Most Holy Mother of God”, ”Amat Sangat Suci”.
 ”Panagia Despoina” - ”Our Lady and Queen”, “Sang Bunda dan Ratu”
 “Akhrantos” – ”Tak Bercacat”, Tanpa Cela”, “Immaculata Post-Natum” tetapi bukan ”Immaculata Conceptio” (”Dikandung Tanpa Noda Dosa Asal”).
 ”Hypereulogheemenee” – ”Amat Sangat Terpuji”, ”Amat Sangat Terberkati”.
 “Axion Esti” - “it is worthy to bless Thee, the Virgin” , “Sungguhlah patut dan benar memberkatimu, ya Sang Perawan Theotokos”
 ”Platytera Toon Ouranoon” – ”Lebih luas dari Sorga” atau ”Sorga Kedua” (1 Raja 8:27).
 “Rodon to Amaranton” – “the Unfading Rose”, “Bunga Mawar Yang Tak Pernah Pudar”
 ”Panagia Myrtidiotissa” – “the Most Holy Theotokos "Of the Myrtle Tree (Myrtidiotissa)", “Bunda Tersuci dari Pohon Myrtle (Myrtidiotissa)”.
 Kemudian “Perantara”, “Pelindung”, “Ratu Sorga”, ”Bunda Surgawi”, ”Ratu Para Malaikat”, “Ibu Pengampun”, ”Sukacita Segenap Dunia”, dan lain-lain.

REFERENSI

1. Arkhimandrit Rm. Daniel Bambang Dwi Byantoro. Bahan-bahan Katekisasi Gereja Orthodox Indonesia: Gereja Orthodox dan Ajaran-ajarannya: Sang Perawan Maryam. Jakarta. (Tahun?).

2. Frans Harjawiyata OCSO. Kehidupan Devosional Dalam Gereja-gereja Timur. Seri Sumber Hidup 16. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Cetakan pertama 1993.

3. Romo Arkhimandrit Dr. Daniel Bambang D.B. Ph.D. Bunda Maria, Devosi Kepadanya di dalam Gereja Katolik-Apostolik Orthodox Timur. Haghia Sophia Foundation. Jakarta. Indonesia. (Tahun?).

4. Dan lain-lain.

Rabu, 16 Juni 2010

DNA Zaman Yesus Ungkap Kasus Kusta Perdana

DNA dari seorang pria berkafan pada abad pertama masehi, yang ditemukan di sebuah makam pinggir Kota Lama Yerusalem, telah mengungkapkan bukti kasus paling awal tentang penyakit kusta.

Gua pemakaman, yang dikenal sebagai Makam Kain Kafan, terletak lebih rendah di Lembah Hinom merupakan bagian dari pemakaman abad ke-1 Masehi, dikenal sebagai Akeldama atau 'Tanah Darah' (Matius 27:3-8; Kis 1: 19), di dekat area dimana Yudas dikatakan telah melakukan bunuh diri.

Makam dari pria berkafan tersebut terletak disamping makam Hanas, imam tinggi (6-15 M), yang merupakan mertua Kayafas, pendeta tinggi yang dikatakan telah mengkhianati Yesus pada masyarakat di Roma. Dengan demikian pria berkafan tersebut diduga adalah imam atau anggota keluarga bangsawan. Menurut Prof Gibson, pemandangan dari makam akan tampak langsung menghadap ke Jewish temple.

Tidak ada pemakaman kedua

Apa yang jarang terutama tentang makam ini adalah bahwa pria ini sudah jelas, dimana ditandai dengan metode radiokarbon 1-50 Masehi, tidak menerima penguburan kedua. Penguburan kedua adalah praktek umum pada waktu itu, di mana tulang-tulang itu diambil setelah satu tahun dan ditempatkan di sebuah osuarium (sebuah kotak tulang dari batu ). Dalam kasus ini, bagaimanapun, pintu masuk ke makam disegel rapat dengan plester. Prof Spigelman percaya ini disebabkan oleh fakta bahwa pria tersebut telah menderita penyakit kusta dan mati karena TBC, karena DNA dari kedua penyakit ini ditemukan di tulang-tulangnya.
Secara historis, penyakit adalah yang merubah atau merusak bentuk, terutama kusta , menyebabkan individu yang telah menderita akan dikucilkan dari komunitas mereka. Namun, sejumlah indikasi , lokasi dan ukuran dari makam, jenis tekstil yang digunakan sebagai pembungkus kain kafan, dan kondisi rambut yang bersih, mengisyaratkan bahwa pria yang dibungkus kafan tersebut adalah anggota masyarakat dengan tingkat sosial yang cukup kaya di Yerusalem dan bahwa tuberkulosis dan kusta mungkin telah melintasi batas-batas sosial pada abad pertama Masehi

Penyangkalan Kain Kafan Turin

Ini juga merupakan kali pertama fragmen dari kain kafan telah ditemukan dari zaman Yesus di Yerusalem. Kain kafan sangat berbeda dengan Kain Kafan Turin, yang sampai sekarang dianggap sebagai salah satu yang digunakan untuk membungkus mayat Yesus. Tidak seperti tenunan rumit kain kafan Turin, ini dibuat dengan tenunan dua cara yang sederhana, karena sejarawan textil Dr Orit Shamir telah dapat memperlihatkan.
Didasarkan pada asumsi bahwa ini adalah mewakili dari kain kafan yang khas digunakan secara luas pada zaman Yesus, para peneliti menyimpulkan bahwa kain kafan Turin tidak berasal dari Yerusalem era Yesus.
Penggalian juga menemukan segumpal rambut dari pria berkafan tersebut, yang secara ritual telah dipotong sebelum penguburannya. Keduanya merupakan penemuan unik karena sisa-sisa organic hampir tidak pernah awet di daerah Yerusalem karena tingkat kelembaban yang tinggi di dalam tanah.

Kesehatan sosial di zaman kuno

Menurut Prof Spigelman dan Prof Greenblatt, asal-usul dan perkembangan kusta sebagian besar tidak jelas. Kusta dalam Perjanjian Lama mungkin merujuk kepada ruam kulit seperti psoriasis. Kusta yang kita kenal hari ini diperkirakan berasal dari India dan dibawa ke Timur dan negara-negara Mediterania di periode Helenistik. Hasil dari makam abad pertama Masehi tentang kain kafan mengisi kesenjangan yang sangat penting dalam pengetahuan kita tentang penyakit ini.
Selanjutnya, penelitian baru menunjukkan bahwa patologi molekuler jelas menambah dimensi baru untuk eksplorasi arkeologi penyakit di zaman dahulu dan memberikan kita pemahaman yang lebih baik dari evolusi, distribusi geografis dan epidemiologi penyakit dan kesehatan sosial di zaman kuno.
Gabungan infeksi dari kusta dan TBC di sini dan di 30 persen dari DNA mayat di Israel dan Eropa dari masa kuno dan modern melengkapi bukti bagi postulat/dalil bahwa wabah penyakit kusta pada abad pertengahan telang hilang karena melonjaknya tingkat tuberkulosis di Eropa sebagai daerah urbanisasi. (Science Daily/ran)

Sumber:
http://erabaru.net

Selasa, 15 Juni 2010

Fenomena Menara Babel vs Loteng Yerusalem

(Kej. 11:1-9 vs Kis. 2:1-13)

O, manusia ...,
dengan egoisme dan egosentris, hedonisme, sekaligus narsistik
engkau menjadi tinggi hati dan arogan,
dengan demikian perpecahanlah
hasilnya ...

O, Sang Roh Kudus, Sang Pemberi Hidup dan Roh persatuan,
Engkau membuat orang menjadi alosentris, humanis sekaligus Theosentris ,
hingga orang menjadi rendah hati dan murah hati,
dengan demikian persatuanlah
buahnya ...
(KJS)

CATATAN

Kej. 11:1-9 vs Kis. 2:1-13 : dosa di Menara Babel telah membuat perpecahan melalui kekacauan bahasa-bahasa, tetapi Roh Kudus membawa semua manusia bersama kedalam kesatuan melalui Injil Kristus pada hari Pentakosta

Egosentris : sifat memusatkan segala sesuatu hal kepada diri sendiri.

Hedonisme : pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmaran adalah tujuan utama hidup manusia (=hedone; Yun.).

Narsistik : keagamaan yang cinta diri sendiri, yang mengabaikan tuntutan-tuntutan dasar lain dari Iman Kristen, misalnya pertobatan da hal-hal moral dan etika.

Alosentris : memusatkan segala sesuatu ke orang lain, tidak ke diri sendiri.

Humanis : orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik, berdasarkan asas-asas perikemanusiaan; pengabdi kepentingan sesama umat manusia; penganut paham yang menganggap manusia sebagai obyek terpenting, termasuk keselamatan dan hidup kekalnya.
Elwood mendefinisikan ‘humaniora’ sebagai ‘seperangkat sikap dan perilaku moral manusia terhadap sesamanya’ (Elwood, 1975). Liek Wilardjo berpaling ke arah pengertian ‘humaniora’ yang memperluas hubungan mendatar yang tersirat dalam frasa ‘terhadap sesamanya’ itu menjadi hubungan trisula atau bercabang tiga : hubungan manusia dengan Khaliknya, dengan sesamanya dan dengan alam, baik makhluk yang jasad-jasad hidup, maupun benda-benda mati.

Theosentris : sifat memusatkan segala sesuatu hal kepada Allah, dalam cinta, pelayanan, dan kesehariannya, termasuk dalam hubungan dengan sesamapun

Minggu, 13 Juni 2010

“Apakah Orang Orthodox Menyembah Arwah dan Berlindung Pada Orang Kudus?”

Oleh :
Presbyter Rm. Arkhimandrit Daniel B.D.B.
(Pendiri & Ketua Umum GOI)

Diedit oleh :
Presbyter Rm. Kirill J.S.L.
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)

Pesta perayaan Hari Raya Pentakosta adalah pesta peringatan dimana Roh Kudus turun untuk memberikan kehidupan baru kepada manusia, yaitu kehidupan kebangkitan di dalam Kristus yang membawa kepada kekudusan. Dalam surat Ibrani 11:32-40 menceritakan tentang deretan orang-orang yang oleh iman telah menjadi pahlawan-pahlawan rohani dalam sejarah Gereja di dalam melawan dosa, Iblis dan aniaya dunia. Mereka dikatakan sekarang sebagai “banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita” (Ibrani 12:1). Yang berarti mereka ini masih hidup disekeliling kita untuk menyaksikan perjuangan kita dalam perjuangan iman yang sama seperti yang mereka alami yaitu “mengakui Kristus di depan manusia” (Matius 10:32), “mengasihi Kristus lebih dari mengasihi sanak dan keluarga” (Matius 10:37), “memikul salib” dan “kehilangan nyawa” bagi Kristus (Matius 10:39). Melalui perjuangan iman yang seperti itulah Roh Kudus berkarya lebih dahsyat dalam hidup mereka, sehingga mereka mencapai pengudusan sempurna, dan tetap hidup bersama Kristus untuk “menjadi saksi bagaikan awan yang mengelilingi kita” itu. Berarti mereka tahu keberadaan kita di bumi, karena mereka telah mencapai “theosis” (“ambil bagian dalam kodrat ilahi” – II Petrus 1:4). Itulah para Orang Kudus Gereja. Memperingati mereka berarti memperingati Karya Nyata Roh Kudus dalam kehidupan Gereja yang telah menyucikan anggota-anggotanya.

Berbicara tentang Orang-orang Kudus ini sering menjadi sandungan dan penolakan bagi sementara saudara-saudara Protestan. Penolakan ini diakibatkan oleh reaksi terhadap penyelewengan Gereja Roma Katolik pada waktu munculnya Gerakan Reformasi Protestan. Pada saat munculnya Gerakan Reformasi Protestan di Eropa Barat, Gereja Roma Katolik memang sedang jatuh kepada zaman kegelapan, dimana banyak praktek-praktek takhayul dan bahkan mungkin praktek-praktek kafir menyusup ke dalamnya. Diantaranya adalah penghormatan terhadap Orang-orang Kudus yang melebihi batas yang seharusnya. Sikap mereka terhadap Orang-orang Kudus itu tak banyak berbeda dari sikap orang-orang kafir Eropa sebelum menjadi Kristen terhadap dewa-dewa mereka. Dan karena inilah mungkin timbul fitnahan terhadap Gereja Orthodox sebagai “menyembah arwah-arwah” (yang jelas tak mungkin dilakukan orang Orthodox karena ajaran Tauhidnya (Ke-Esa-an Allah) yang kokoh!) dan minta “perlindungan pada Orang-orang Kudus”, yang merupakan fitnahan salah alamat, karena fenomena luar yang kelihatan sama di Gereja Orthodox dianggap isinya dan prakteknyapun sama pula seperti yang terdapat dalam Gereja Roma Katolik.
Pada zaman itu ummat Roma Katolik mempercayai bahwa masing-masing Orang Kudus itu diserahi kekuasaan sendiri-sendiri. Misalnya: Santo Kristoforus sebagai penjaga orang dalam perjalanan, dan lain-lain. Dengan demikian orang lebih banyak “berdoa” kepada santo-santa ini daripada kepada Allah. Bahkan Martin Lutherpun, Reformator pertama pada saat peristiwa Reformasi tahun 1517, sebelum mengadakan Gerakan Protestan ketika mendengar suara guruh yang menakutkan, mengatakan: “Santa Anna, tolonglah saya!”. Ini disebabkan adanya keyakinan tenang “Santo-Santa Pelindung”, namun ini bukanlah istilah dan bukan ide Orthodox. Akibat dari ini semua akhirnya ummat Protestan mengatakan bahwa kita semua orang Kristen yang masih hidup inilah Orang-orang Kudus, tidak ada Orang-orang Kudus yang sudah mati itu, dan kita tidak perlu menghormati mereka. Itulah reaksi terhadap Gereja Roma Katolik itu.

Namun sikap Gereja Orthodox mengenai hal ini berbeda baik dari Gereja Roma Katolik maupun reaksi Protestan terhadapnya. Iman Kristen Orthodox menegskan sebagaimana yang dikatakan oleh Alkitab bahwa Gereja itulah Orang-orang Kudus itu, sebagaimana yang dikatakan: “…jemaat (Gereja) Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus…” (I Korintus 1:2), juga: “…jemaat (Gereja) Allah di Korintus dengan semua orang kudus di seluruh Akhaya (yaitu propinsi Akhaya dimana kota Korintus berada)…” (II korintus 1:1), serta : “…semua orang kudus dalam Kristus Yesus di Filipi, dengan para penilik jemaat (episkop; uskup) dan diakon” (Filipi 1:1), dan lain-lain. Gereja adalah sebagai persekutuan orang-orang kudus, karena mereka yang masuk ke dalamnya itu telah dikuduskan terlebih dahulu di dalam Kristus Yesus dan Roh Kudus, yaitu melalui Sakramen Baptisan untuk manunggal dengan kematian dan kebangkitan Kristus (Roma 6:3-11) dan Krisma yaitu pengurapan dan tangan untuk menerima Roh Kudus (Kisah Rasul 8:14-17, I Yohanes 2:27, Efesus 1:13, II Korintus 1:21-22), seperti yang dikatakan, “…Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telh dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus (pada saat Baptisan) dan dalam Roh Allah kita (pada saat Krisma yang diberikan langsung sesudah keluar dari air baptisan)” (I Korintus 6:11). Namun kekudusan yang kita miliki sebagai anggota Gereja Kristus yang Orthodox itu adalah kekudusan dalam posisi saja sebagai ummat Allah secara bersama, yaitu Gereja, belum kekudusan dalam realita bagi masing-masing pribadi kita, karena meskipun kita telah disebut sebagai “orang-orang kudus” secara bersama sebagai bagian dari Gereja yaitu “Tubuh Kristus” (Efesus 1:23) yang memang kudus, kita masih diperintahkan : “Saudara-saudaraku yang kekasih, karena kita sekarang memiliki janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah…” (II Korintus 7:1). Jadi secara pribadi orang per orang kekudusan kita memang belum sempurna, kita belum menjadi “orang kudus” dalam realita, karena kita masih tunduk pada pencemaran jasmani dan rohani. Kita disebut orang-orang kudus karena kita menyatu dengan kekudusan Tubuh Kristus yaitu Gereja, yang memang kudus, karena Sakramen-Sakramennya yang menguduskan oleh kuasa Roh Kudus yang bekerja di dalamnya, oleh ajaran dan beritanya yang menguduskan, dan oleh kehadiran Orang-orang Kudusnya yang selalu muncul di sepanjang sejarahnya selama dua ribu tahun ini. Jika kita sebagai Gereja yang sedang berjuang ini sudah disebut sebagai “orang-orang kudus” meskipun masih diperintah untuk “menyempurnakan kekudusan” dalam takut akan Allah, maka jelas bahwa “jemaat (Gereja) anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga” yaitu “roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna” (Ibrani 12:23) itu adalah memang orang kudus dalam realita dan dalam arti yang sebenarnya, karena mereka telah disebut sebagai “orang benar” dan “telah menjadi sempurna”. Mereka itu bukan hantu, bukan arwah, dan tidak disembah. Mereka itu adalah anggota Gereja, yaitu “jemaat anak-anak sulung yang namanya terdaftar di sorga”. Karena Gereja adalah satu seperti yang telah diterangkan di atas, maka mereka ini adalah anggota kita, dan kita anggota mereka, dengan demikian tak ada perpisahan atau perpecahan dalam persekutuan orang-orang kudus itu.

Karena Alkitab memrintahkan kita untuk mengingat pemimpin-pemimpin yang telah ber-”akhir hidup”-nya (berarti mereka sudah meninggal dunia), dan mencontoh iman mereka (Ibrani 13:7), maka taat kepada perintah Alkitab inilah maka pesta peringatan mereka selalu diadakan, penghormatan pada karya mereka dilakukan, serta kisah hidup mereka dibacakan dan dilagukan agar kita dapat mencontoh iman mereka selama hidup mereka itu, bagi memuliakan Allah yang dimuliakan di dalam diri orang-orang kudusNya itu. Dan nama mereka kita pakai pada waktu baptisan untuk meneladani iman dan hidup mereka. Masihkah orang menuduh Iman Orthodox yangsangat Alkitabiah ini, sebagai “penyembah-penyembah arwah” dan menjadikan Orang-orang Suci sebagai “Santo Pelindung” seperti tuduhan mereka itu? Dan jika mereka memang percaya Alkitab sebagai satu-satunya standart bagi iman dan praktek hidup mereka, mengapa kebenaran Alkitabiah yang baru kita bahas ini diabaikan? Biarlah Allah saja kita sembah, dan Orang-orang KudusNya kita hormati dan kita kenang, karena Allah dimuliakan diantara Orang-orang KudusNya. Amin.

KEMERIAHAN PESTA PERAYAAN ORANG-ORANG KUDUS DI RUSIA

oleh :
Presbyter Rm. Kirill J.S.L.

Suasana Pesta Segenap Orang Kudus dan Pesta Semua Orang Kudus yang menerangi tanah Rusia di Seminari & Akademi Theologia Moskow (Moskow Theological Academy and Seminary/ Московская Духовная Академия и Семинария – МДА / МДС)di St. Sergey Lavra, Sergey Posad, Moskow, pusat Spiritualitas Gereja Orthodox Rusia, Patriarkhat Moskow, pada tahun 2004 (pada masa penulis (Rm. Kirill) menempuh studi imamat di tempat ini pada tahun 2003) :

- Tanggal 26 Juni (13 Juni), pesta Segenap Orang Kudus – Всех Святых, perayaan Liturgi Suci ini untuk memperingati segenap Orang Kudus Allah dari seluruh Gereja Orthodox Sedunia, ini menunjukkan Gereja Orthodox Rusia merupakan Gereja yang Katolik dan Apostolik.

- Tanggal 3 Juli (20 Juni), pada pesta Всех Святых в земле Российскои просиявших - Pesta Semua Orang Kudus yang menerangi tanah Rusia, liturgi dirayakan secara konselebrasi oleh seorang Metropolitan dan 3 Uskup Agung, seorang Metropolitan dari Moskow, Uskup Agung Siberia, Wladivostok dan Uskup Agung Evgenii (Rektor Seminari & Akademi Theologia Moskow). Setelah Liturgi Suci, diadakan “Doa Moleben” (“Молебен”; “public prayer”), yaitu doa umum untuk keperluan Gereja dan Karya Misi. Sore harinya di aula seminari di adakan penyerahan diploma bagi mereka yang lulus dari seminari/ akademi ini, dihadiri oleh para Metropolitan dan Uskup Agung di atas. Kemudian dengan dilanjutkan dengan acara makan bersama dengan para seminaris, maupun mereka yang menerima diploma bersama anggota keluarganya. Pada pesta perayaan ini, gedung gereja begitu penuh dijejali oleh umat hingga meluber keluar gedung gereja utama. Pesta Semua Orang Kudus Rusia ini dirayakan lebih meriah daripada pesta Segenap Orang Kudus, ini menunjukkan rasa nasionalisme orang Rusia yang besar.

SIAPAKAH ORANG KUDUS ITU? AJARAN KITAB SUCI DAN IMAN ORTHODOX TENTANG ORANG KUDUS

Ditulis oleh:
Rm. Moses Kristianto

Diedit oleh:
Rm. Kirill J.S.L.
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)

Ada banyak istilah yang digunakan dalam menyebut Orang Kudus, Santo, Santa, San, Saint, Al Qadish, Al Qadisah, Janasuci dan lain-lain. Semua gelar tersebut ditujukan kepada orang-orang Kristen yang dianggap sebagai yang “khusus” di dalam Gereja Kristus.

Istilah ini sebenarnya tercantum dalam Kitab Suci baik Perjanjian Lama (Ul.33:2; I Sam. 2:9; Ayub 15:15; Maz. 16:3; 37:28; 50:5; 97:10; 116:15; Ams.2:8; Dan.7:21,25) maupun dalam Perjanjian Baru (I Kor.1:2; Ef.3:8; I Tes. 3:13; II Tes.1:10; Yud.3; Why.8:3-5; 15:3; 16:6; 20:9).

Jadi orang Kristen tidak perlu merasa risih atau enggan menyebut istilah-istilah tersebut sebab istilah-istilah itu bukanlah temuan salah satu denominasi atau kelompok Kristen tertentu, melainkan istilah yang telah dipakai sejak awal oleh Kitab Suci.

Kriteria dalam menetapkan Orang Kudus

Setiap orang Kristen pada dasarnya adalah orang kudus dalam pengertian bahwa ia dikuduskan (set apart) oleh Allah, dalam wadah yang dikuduskan itu, yakni Gereja. Orang-orang Kristen itu dikuduskan (sanctified) oleh Allah dalam Roh Kudus. Penyebutan Orang-orang Kudus dinyatakan oleh Rasul Paulus ditujukan baik kepada orang-orang Kristen yang masih hidup (Ef.3:8; I Kor.1:2) maupun kepada mereka yang meninggal dalam Kristus (I Tes.3:13; II Tes.1:10). Penyebutan Orang-orang Kudus bagi mereka yang dalam Kristus baik mereka yang masih hidup maupun yang sudah meninggal itu menunjukkan bahwa tidak ada dikotomi ataupun perpisahan antara keduanya. Sebab apa yang ada di Sorga maupun di bumi telah dipersatukan oleh dan dalam Kristus (Ef. 1:9-10).

Gereja Orthodox menyebut orang-orang Kristen yang masih hidup di dunia sebagai anggota “Gereja yang sedang berjuang”; “Gereja yang sedang berziarah” (The Church Militant), sedangkan orang-orang Kristen yang sudah meninggal disebut sebagai anggota “Gereja yang menang”; “Gereja yang jaya” (The Church Triumphant). Anggota Gereja yang sedang berjuang secara rohani di dunia dan anggota Gereja yang dengan rahmat Allah telah menyelesaikan perjuangan dengan penuh kemenangan, bersama-sama para Malaikat, merupakan dan membentuk Gereja Katolik yang Esa. Orang-orang Kristen yang masih hidup di dunia adalah orang-orang kudus “in position” (dalam posisi, karena masih berada dalam tahap proses pengudusan (sanctification; sanctifikasi), sedang mereka yang berada di Firdaus adalah Orang-orang Kudus “in reality” (dalam realitanya, sebab mereka telah “sedikit” merasakan suasana sorga di Firdaus itu). Yang kemudian realita akhirnya akan digenapi pada kedatangan Kristus kali kedua.

Ada beribu-ribu (dan bahkan berjuta-juta) Orang Kudus (yang dalam Firdaus) di dalam Gereja Orthodox. Mereka berasal dari berbagai latar belakang, kedudukan, tingkat pendidikan, keadaan ekonomi, sifat dan pembawaan, serta bangsa dan asal. Ada yang berasal dari kalangan terdidik, adapula yang sebaliknya, ada yang dari kalangan bangsawan, adapula yang dari kalangan rakyat jelata, ada yang dari kalangan teolog, adapula yang dari kalangan orang-orang buta huruf. Gereja Orthodox memberikan penghormatan yang sama atas kekudusan (Sainthood) mereka.

Mengapa penghormatan itu dilimpahkan kepada mereka? Kualifikasi apakah yang mereka miliki sehingga Gereja menganggap mereka pantas menyandang gelar Orang Kudus ? (Santo, Santa, Janasuci atau Saint dll). Gereja mensyaratkan kriteria pokok yang tidak dapat ditawar-tawar yaitu :
1. Ke-Orthodoxia-an iman yang dianut (artinya mereka adalah anggota Tubuh Gereja yang Orthodox)
2. Kekudusan hidup (kekudusan ini diketahui melalui bukti-bukti dan tanda-tanda mukjizat yang timbul dan yang harus diuji dengan seksama oleh Gereja Universal)
3. Pengakuan oleh Gereja secara universal (yang diwujudkan dalam langkah Kanonisasi atau penetapan resmi oleh Gereja terhadap pribadi-pribadi yang kudus itu)

Seorang Janasuci (Santo/a) adalah seorang insan tipikal seperti setiap kita. Dengan kata lain, pada awal hidupnya ia adalah seorang yang baik dan buruk, pada saat tertentu bajik dan saleh, dan pada saat yang lain sebaliknya. Akan tetapi pada titik tertentu dalam kehidupannya, ia menyadari sepenuhnya keberdosaannya yang memalukan, selanjutnya meninggalkan kehidupan ganda itu sehingga sejak itu ia berupaya untuk berjalan dan hidup sebagai “anak-anak Allah”. Sejak itu apapun yang mereka inginkan, katakan maupun lakukan akan selaras dengan kehendak dan hukum Allah. Tidak lagi mereka menyenangkan dan memuaskan angan-angan dan keinginannya sendiri melainkan hanya kehendak Allah. Keteguhan dan ketetapan ini tetap bertahan hingga akhir hayatnya. Kesempurnaan adalah tujuan akhir dari kehidupan Orang-orang Kudus sebagaimana Kristus telah tetapkan bagi orang Kristen “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Mat.5:48). Kesempurnaan ini tidak dapat dicapai dengan upaya mereka sendiri (karena itu tidak mungkin), melainkan melalui penyerahan diri secara sukarela kepada kehendak dan hukum Allah. Ini adalah tugas hidup yang amat sulit akan tetapi mereka telah mencapainya dan berhasil sehingga dalam upaya yang terberkati ini mereka beroleh rahmat Ilahi dari Allah. Dapat dikatakan bahwa kehidupan mereka berlangsung dari kedudukan sebagai orang Kristen sekedar nama atau “Kristen KTP” selanjutnya terubahkan menjadi orang Kristen sejati dalam realitanya. Manusia yang lama (kedagingan) secara perlahan terubahkan menjadi manusia baru (rohani). Segala kepahitan, iri dengki, berbagai nafsu jahat, kesombongan, kebencian dan keburukan yang lain tidak lagi bertahan dalam pikiran dan hati mereka. Yang ada adalah buah-buah roh, yaitu segala kebajikan (Gal.5:22), sesuatu yang telah menjadi “jubah jiwa mereka”.

Selain ada banyak Orang Kudus yang melewati jalur kekudusan hidup dalam kerangka Orthodoxia, adapula yang menempuh jalur kesyahidan (martyrdom; sebagai syuhada; martir) yang tentu saja tetap dalam kerangka Orthodoxia. Yang demi mempertahankan iman Orthodox mereka dianiaya sampai mati (dibakar, dipancung, ditusuk pedang, ditenggelamkan, dijadikan umpan binatang buas, dan sebagainya). Mereka inilah yang dalam Gereja Orthodox dikenal sebagai Martir Kudus, Syuhada Agung (Janasuci Martir). Sementara itu, mereka yang telah dianiaya oleh karena mempertahankan iman Orthodox namun tidak sampai mati disebut sebagai para Pengaku Iman (Confessors).

Mengapa menghormati Orang-orang Kudus?

Diantara beribu-ribu Orang Kudus dalam Gereja Kristus, Bunda Maria adalah yang terutama. Sebab dialah orang Kristen pertama yang “mendengar Firman Allah dan melakukannya”, terbukti dalam peristiwa pemberitahuan oleh Malaikat Gabriel (Luk.1:38). Oleh sikap rela Bunda Maria, Roh Kudus berkenan menaungi dan menguduskannya serta menjadikannya layak menerima rahmatNya bagi Inkarnasi Sang Sabda. Oleh karena itu ia disebut Theotokos, Sang Bunda Allah, sebab ia telah mengandung dan memberikan kelahiran kepada Sang Sabda Allah yang adalah Allah sendiri. Sekalipun demikian Gereja Orthodox tidak pernah menempatkan Bunda Maria berada di atas Gereja, melainkan di dalamnya. Gereja percaya bahwa Bunda Maria mewarisi kodrat dan keadaan yang sama yang diterima dan dialami oleh setiap manusia. Ia terlahir dalam keadaan yang sama dengan setiap bayi yang terlahir di dunia ini (kecuali Yesus Kristus). Ia tidak terkandung tanpa dosa, akan tetapi ia dikuduskan dan dijadikan Immaculata (Tanpa cacat cela) oleh Roh Kudus manakala dengan rela ia melakukan kehendak Allah bagi karya keselamatan oleh Allah dalam Kristus Yesus (Lih. Luk.1:38).

Penghormatan Gereja Orthodox terhadap Bunda Maria tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan Kristus, tetapi selalu sebagai “Ibu Tuhan” (bdk. Luk.1:43). Bunda Maria adalah orang Kristen pertama yang sekaligus telah menjadi lambang Gereja (Pengantin Wanita Kristus). Demikianlah juga Gereja Orthodox menghormati para Orang Kudus. Mereka dihormati selalu dalam hubungannya dengan Kristus, sebab mereka hidup dan menang dalam Kristus, “bersama Kristus pergi ke Firdaus”. Karena mereka telah ambil bagian dalam kekudusan (Sanctify) Kristus (Ibr.12:10), dan “anggota tubuh yang sama” (syssmoi) dengan Kristus (Ef.3:6), “berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba” (Why.7:9).

Kemuliaan yang menyelimuti para Orang Kudus adalah kemuliaan Allah (II Kor.3:18). Daya kuasa Ilahi yang tak tercipta yang dalam Kitab Suci dan kehidupan para Orang Kudus dinyatakan sebagai terang. Namun kemuliaan para Orang Kudus itu belumlah menjadi kedudukan akhir mereka, itu akan disempurnakan pada kedatangan Kristus kali kedua. Pada saat itulah mereka akan bercahaya “seperti matahari” (Mat.13:43;bdk.Why.21:9–22:5). Keberadaan Orang Kudus mengingatkan orang Kristen bahwa Kristus itu Juru Selamat yang unik, yang telah mengenakan pada diriNya insan tercipta (“Sang Firman yang telah menjadi daging/ manusia” – Yoh.1:14) dan membawanya kepada persekutuan yang sejati dengan Allah yang tak tercipta itu. Sehingga jelas di sini bahwa bagi manusia tidak ada jalan lain menuju Bapa selain melalui Yesus Kristus (Yoh.14:6; I Tim.2:5; Kis.4:12; I Pet.1:18,19).

Bagi Gereja Orthodox para Orang Kudus adalah pendoa syafaat di dalam Gereja Katolik Orthodox yang Esa. Oleh doa-doa mereka setiap orang Kristen semakin dikuatkan dalam iman. Banyak kisah dalam Kitab Suci yang dapat dijadikan bukti bahwa Allah mendengarkan doa-doa orang benar (kudus) yang dipanjatkan demi orang-orang lain (Lih. Kej.18:23–33; 20:7; Kis.32:11–14; Hos.11:8-9). Dalam kitab Wahyu dapat ditemukan bahwa malaikat-malaikat membawa doa-doa Orang-orang Kudus ke hadapan takhta Allah dan Allah mendengarkannya (Why.8:3-5). Mereka peduli dan perhatian kepada saudara-saudara mereka, yaitu kita semua orang Kristen, yang masih ada di dunia serta akan bersukacita dengan kemajuan rohani kita (Luk.15:7).

Penghormatan kepada Bunda Maria dan para Orang Kudus tidak boleh dikacaukan dengan penyembahan kepada Allah. Gereja Orthodox menghormati (venerate) mereka, bukan menyembah (worship) atau memuja (adore) mereka. Sebab penyembahan (worship) dan pemujaan - adorasi (adoration) hanya ditujukan kepada Allah semata. Hubungan orang Kristen Orthodox yang masih hidup di dunia dengan mereka tidak boleh dipahami dan dimengerti sebagaimana para dukun atau paranormal memahami hubungan mereka dengan yang mereka anggap sebagai arwah nenek moyangnya atau sukma tokoh-tokoh sakti yang dianggap mengalami Moksa. Hubungan antara orang Kristen di dunia dengan para Orang Kudus adalah hubungan dalam satu Roh, yaitu Roh Kudus. Hal ini tidak boleh dimengerti secara klenik dan perdukunan.

Mereka hidup sebagaimana kita ini hidup karena roh tidaklah mati, “ia akan hidup walaupun sudah mati” (Yoh.11:25), bahkan hidup mereka lebih sempurna dari hidup kita. Orang-orang yang sama-sama hidup dalam Kristus tentu saja masih mempunyai jalinan yang kuat oleh karena Roh Kudus. Kecintaan Gereja kepada mereka diwujudkan dalam perayaan peringatan hari Namanya, yaitu tanggal ketika mereka meninggal dunia. Tanggal kematian mereka adalah tanggal kelahiran mereka di negeri Sorgawi (Firdaus). Mereka diingat juga dengan melukiskan wajah mereka dalam wujud ikon-ikon kudus.

Referensi

1. Dennis Michelis. The Champions of the Church. Vol.I. Holy Cross Press.

2. Rev. Antonios Aleksopoulos, Th.D., Ph.D. The Orthodox Church Its Faith, Worship and Life. Athens. 1994.

SEJARAH SINGKAT GEREJA ORTHODOX INDONESIA (GOI) DAN PROFIL ARKHIMANDRIT ROMO DANIEL B.D.B, PENDIRI DAN KETUA UMUM GOI

Oleh :
Presbiter Rm. Kirill J.S.L.
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)

1. MENEMUKAN GEREJA APOSTOLIK (RASULIAH) YANG SEJATI

Gereja Orthodox Indonesia bermula dengan perjumpaan seorang pemuda yang masih duduk di bangku SMA dengan Kristus pada hampir pertengahan tahun 1970an. Pada saat pertobatannya dia belum begitu banyak tahu tentang perbedaan macam-macam aliran (denominasi) Gereja. Pada pertengahan tahun 1970an dia berkecimpung aktif dalam gerakan Karismatik. Namun dia mulai menyadari perbedaan-perbedaan yang ada antara mereka yang non-Karismatik dan yang Karismatik. Demikian juga perbedaan yang ada antara beberapa macam aliran gereja, terutama perbedaan menyolok antara Katolik dan Protestan. Dia mulai meragukan pilihannya sendiri, disamping mulai rindu akan cara-cara ibadah yang teratur, dia memiliki pertanyaan mengenai kontektualisasi budaya dan Injil dan mengenai keberadaan Gereja Purba. Dia ketemukan dalam Alkitab ada puasa, sembahyang dengan sujud dan lain-lain. Dia ingin mencari Gereja seperti diceritakan dalam Alkitab itu. Dia ingin tahu asal mula Gereja, dan keberadaan Gereja Purba. Mungkinkah Gereja Perdana/Gereja Perjanjian Baru itu musnah? Jika demikian bukankah janji Tuhan Yesus dalam Injil Matius 16:18 yang mengatakan bahwa: “Alam maut (karena masa penganiayaan pada Gereja) tidak akan menguasai GerejaNya” tidak tepat dan ada mata rantai yang hilang (missing link) antara Gereja Perdana tersebut dengan Gereja pada masa modern ini?

Pada tahun 1978 dia pergi ke Korea untuk belajar theologia. Di sana selama kuliah pergumulannya belum selesai, namun pada awal tahun 1982 dia membaca buku tentang “Gereja Orthodox” dan menemukan jawaban pergumulannya. Dia menemukan Gereja Orthodox sebagai Gereja Rasuliah yang memiliki kesinambungan sejarah dan ajaran serta praktek yang tanpa putus dari para Rasul sendiri sampai kini tak berubah. Dia mengunjungi Gereja Orthodox Korea. Pemuda itu bernama Daniel Bambang Dwi Byantoro.

2. MASA STUDI, TAHBISAN IMAMAT DAN KONTEKSTUALISASI BUDAYA DALAM MISI

Singkat cerita pada tanggal 6 September 1983 dia telah diterima menjadi anggota Gereja Orthodox satu-satunya dan yang pertama dari Indonesia, dengan restu langsung dari Patriarkh Konstantinopel. Dari Korea pergi ke Yunani terutama banyak di Gunung Athos. Di situ mulai mengadakan korespondensi dengan saudara-sudara di Indonesia. Sehingga beberapa orang tertarik akan Iman Orthodox. Dari Yunani pergi ke Amerika melanjutkan kuliah di Holy Cross Greek Orthodox School of Theology. Dari situ ia melanjutkan kuliah di Ohio State University mengambil bidang study Anthropology Budaya namun juga pada saat yang bersamaan mengambil doktorat untuk bidang Religious Study di “Bethany Theological Seminary”, Dothan, Alabama. Setelah ditahbiskan pada tahun 1987 di Amerika oleh Episkop (Uskup) Maximos dari Pittsburgh, PA, dia kembali ke Indonesia sebagai Hieromonakh Presbiter Daniel Bambang Dwi Byantoro pada tanggal 8 Juni 1988 sebagai Romo yang belum memiliki umat seorangpun. Sejak saat itu dia rindu untuk membawa ajaran Rasuliah Orthodox yang murni ini ke Tanah Air tercinta ini. Karena sifatnya yang Timur dari Gereja Orthodox itu, dia merasa pertanyaan tentang kontekstualisasi budaya yang dipertanyakannya itu sudah terjawab sekaligus. Dia ingin menterapkan penginjilan di Indonesia yang bersifat Inkarnasional dengan menggunakan tiga prinsip, sebagai visi awalnya : 1) swa-dana, 2) swa-kelola/swa-pimpin, 3) swa-sebar.

3. KARYA MISI DAN AWAL TERBENTUKNYA GEREJA ORTHODOX INDONESIA (GOI)

Ia mulai pelayanannya di Mojokerto, namun kemudian pindah ke Solo. Di Solo ia mendirikan Yayasan “Suara Dharma Tuhu” sebagai wadah pelayanannya, kemudian diubah menjadi “Yayasan Orthodox Injili”. Sedangkan ketika di Amerika melalui korespendensi tadi, orang-orang yang tertarik kepada Iman Kristen Orthodox itu diundang ke Amerika dan diterima sebagai anggota Gereja Orthodox di sana melalui Sakramen Krisma, serta melanjutkan kuliah theologia dan akhirnya mereka semua ditahbis sebagai presbiter dan sekarang sudah melayani di Indonesia. Yayasan Dharma Tuhu, yang kemudian diubah menjadi Yayasan Orthodox Injili Indonesia di Solo sebagai awal Presbiter Daniel memulai karya misinya itu, tugas utamanya adalah menterjemahkan semua teks-teks Liturgis dan ibadah dari bahasa Yunani dan Inggris ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah lainnya disamping penginjilan. Yayasan Orthodox Injili Indonesia ini sebagai cikal-bakal dari Gereja Orthodox Indonesia. Di Solo Presbiter Daniel saat itu dibantu oleh beberapa orang. Tahun 1989 adalah pembaptisan pertama kepada Iman Orthodox dari orang-orang yang tertarik kepada iman Orthodox ini. Pada tahun 1996 gedung Gereja Orthodox yang pertama telah dibangun di Solo. Mulai dari saat itulah Gereja berkembang secara pelan-pelan di Solo, sampai kini telah memiliki Gedung Gereja yang permanen, yaitu Gereja Orthodox Indonesia “Tritunggal Mahakudus”. Inilah saat yang penting dari penanaman Orthodoxia (ajaran yang benar), Ortholatria (penyembahan yang benar) dan Orthopraxia (praktek hidup yang benar) dalam karya misi Gereja Orthodox di Tanah Misi Indonesia.

4. GOI SEBAGAI ARAS NASIONAL DAN ARKHIMANDRIT DENGAN PELAYANAN INTERNASIONAL

Sejak semula usaha untuk mendaftarkan ke Departemen Agama dilakukan. Pada tahun 1991 secara resmi Gereja Orthodox Indonesia yang berpusat di Solo telah didaftar di Departemen Agama Pusat,.dengan Keputusan No: 189/th.1991, dan diperbarui lagi dengan nomor : F/Dep.Kep./ Hk 005/ 19/637/ 1996 Tanggal 12 Maret 1996. Sekarang Pusat Gereja Orthodox Indonesia di Jakarta dan terdaftar dengan SK Dirjen Bimas Kristen Depag RI Nomor: F/Kep./Hk.00.5/20/708/2001, yang diperbaharui dengan SK Dirjen Bimas Kristen Depag R.I. no.: DJ.III/Kep/Hk.00.5/190/3212/2006. Lembaga Gerejawi yang disebut “Gereja Orthodox Indonesia” (“GOI”) ini adalah satu-satunya lembaga resmi dari Gereja Orthodox di Indonesia, yang merupakan lembaga lokal nasional, dan berada langsung di bawah bimbingan DEPAG RI melalui Dirjen Bimas Kristen, jadi GOI bukan di bawah wilayah yurisdiksi ke-Episkop-an Gereja Orthodox yang berada di luar negeri manapun. Dengan demikian secara hukum di Indonesia tidak ada yang disebut sebagai Gereja Orthodox Yunani, Gereja Orthodox Rusia, atau Gereja Orthodox dari yurisdiksi asing manapun itu, yang eksis secara hukum hanyalah “Gereja Orthodox Indonesia” (“GOI”) dengan Arkhimandrit Rm. Daniel BD Byantoro Ph.D., Pendiri dan Ketua Umumnya. Tanggung jawab hukum para pengurus GOI adalah langsung kepada Pemerintah Indonesia, melalui DEPAG RI di bawah bimbingan Dirjen Bimas Kristen bukan kepada Episkop siapapun, sedangkan Romo-Romo yang melayani dalam lindungan GOI itulah yang bertanggung jawab secara pelayanan gerejawi kepada Episkop mereka sebagai urusan intern.

Pada tahun 1994 Presbiter Daniel diangkat sebagai “Arkhimandrit” (gelar jenjang tertinggi untuk presbiter yang tidak menikah/selibat sebagai seorang monakhos/rahib) oleh Metropolitan Dionysios dari New Zealand, serta ditetapkan sebagai Vikaris (Wakil) Episkop Agung untuk Indonesia, dan bertanggung jawab kepadanya. Hieromonakh adalah sebutan untuk seorang imam biarawan – imam rahib yang hidup selibat.
Antara tahun 1989 – 1996, Presbiter Daniel BDB menjadi delegasi Gereja Orthodox Indonesia dalam konferensi-konferensi Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD) atau World Council of Churches (WCC di Ethiopia, di Brazilia, anggota dialog “Orthodoxia and Muslims” di Boston, menjadi pembicara di Trinity Evangelical Theological Seminary di Singapura, pembicara dalam seminar-seminar dan retreat-retreat serta kebangunan-kebangunan rohani Gereja Orthodox maupun non-Orthodox di Amerika, pelayanan dan ceramah di Oxford-Inggris, Paris-Perancis, di Amsterdam-Maastricht-Leiden-Den Haag, negeri Belanda, serta kunjungan ke kantor Pusat WCC, di Geneva serta Bosey, mengadakan riset tentang Gereja Purba di Syria, Yordania, Ethiopia, India, dan lain-lain. Di negara-negara ini Rm. Daniel BDB selaku Vikaris Episkop Gereja Orthodox Indonesia (GOI) bersilahturami dengan para Katolikos-Patriarkh Gereja-Gereja Orthodox Oriental (Gereja Orthodox Non-Kalsedonian).

5. DARI YUNANI KE RUSIA DEMI VISI DAN MISI GOI

Secara internasional pada awalnya memang Rm. Daniel BD Byantoro, dalam kapasitasnya sebagai Romo, namun bukan sebagai Ketua Umum dan Pendiri GOI, berafiliasi dengan yurisdiksi Yunani, namun karena yurisdiksi ini tidak mendukung visi awal 1) swa-dana, 2) swa-kelola/swa-pimpin, 3) swa-sebar, bagi menuju Gereja Orthodox Indonesia yang mandiri di bawah kepemimpinan putra-putra asli Indonesia itu, maka Rm. Daniel BD Byantoro meninggalkan Indonesia selama hampir 5 tahun ke Amerika Serikat. Di sana disamping mengajar di Universitas Negara bagian Ohio, di Columbus, Ohio, juga berusaha mencari afiliasi dengan yurisdiksi Gereja Orthodox lainya yang rela dan mau mendukung visi GOI tanpa memaksakan kekuasaan asingnya kepada umat Orthodox Indonesia, bagi visi mencapai ke-Indonesiawian dan kemandirian Gereja Orthodox di Indonesia di masa mendatang itu.

Dari Amerika Serikat, Arkhimandrit Rm. Daniel BDB, beliau terus mengusahakan agar beberapa calon imam dapat studi di Seminari Orthodox. Arkhimandrit Rm. Daniel BDB waktu itu dalam upaya mencari afiliasi dengan yurisdiksi Gereja Orthodox lainya mulai mengadakan kontak-kontak dengan Gereja Orthodox Rusia Patriarkhat Moskow. Kemudian atas usaha Arkhimandrit Rm. Daniel BDB inilah pada tahun 2003, beberapa calon imam mendapat rekomendasi untuk memasuki Seminari Teologi di Sergey Lavra Orthodox Theological Seminary, di Sergey Possad, Moskow, dan Seminari Theologi Belgorod, Rusia dari Departemen untuk Hubungan-hubungan Luar Negeri Gereja [Department for External Church Relations (DECR)]. Yang mulia Metropolitan Kirill dari Smolensk and Kaliningrad [sejak 27 Januari 2009-sekarang, menjadi Patriarkh Kirill I, Patriarkh ke-16 dari Patriarkh Moskow dan Seluruh Russia (Святейшего Кирилл I, Патриарха Московского и всея Руси)], Ketua Department for External Church Relations (DECR) memberi berkat-restunya untuk study ini melalui Mr. Dmitry Petrovsky, Managing Director of DECR.

Dan pada tanggal 20 Februari 2005, Arkhimandrit Romo Daniel Bambang Dwi Byantoro, diterima dari Patriarkhat Konstantinopel ke yurisdiksi Gereja Orthodox Rusia di luar Rusia (Russian Orthodox Church Outside of Rusia, ROCOR atau Russian Orthodox Church Abroad, ROCA) oleh Episkop Agung Hilarion dari Sydney dan Dioses Australia dan Selandia Baru, dalam perayaan Liturgi Suci di misi Gereja St. Yohanes Orang Rusia di Columbus, Ohio. Pada masa ini GOI berafiliasi dengan Metropolitan Hilarion dari Keepiskopan Agung Australia dan Selandia Baru, Gereja Orthodox Rusia di luar Rusia. Kemudian pada tanggal 17 Mei 2007 dalam sebuah konsili di Moskow, Sri Patriarkh Alexey II, Patriarkh Moskow dan Seluruh Rusia (Святейшего Патриарха Московского и всея Руси Алексия II) dan Metropolitan Laurus dari New York, pemimpin Gereja Orthodox Rusia di Luar Rusia (ROCOR) menandatangantangani dokumen reunifikasi antara Gereja Orthodox Rusia Patriarkhat Moskow dan Gereja Orthodox Rusia di Luar Negeri (ROCOR). Dengan demikian Gereja Patriarkhat Moskow dan cabang yang terasing dari Gereja Orthodox Rusia, ROCOR secara resmi bersatu hari Kamis ini, mengakhiri 80 tahun keterpisahan yang disebabkan oleh partai komunis Uni-Sovyet dan rekonsiliasi ini didukung oleh Kremlin. Jadi sekarang secara resmi GOI adalah Gereja yang kanonik, yang berafiliasi dengan Metropolitan Hilarion dari Keepiskopan Agung Australia dan Selandia Baru, di bawah Patriarkhat Moskow dan Seluruh Rusia dari Gereja Orthodox Rusia.

6. PERKEMBANGAN, DIALOG ANTAR IMAN, HUBUNGAN-HUBUNGAN LAIN DAN KARYA KARITAS

Kemudian ada perkembangan baru dimana pada tanggal 18 April 1997 diadakan baptisan yang menandai terbentuknya jemaat Gereja Orthodox di Jakarta. Sekarang GOI berkantor pusat dan memiliki jemaat di Jakarta dengan nama Gereja St. Thomas. Pada bulan Oktober 1999 Arkhimandrit Romo DR. Daniel B.D. Byantoro bertemu dan melakukan kunjungan dialog antar-iman dengan Bapak Said Aqil Siradj, Khatib Am PBNU. Dalam kunjungan ini sempat dibicarakan tentang kaitan awal munculnya Tasawuf (Sufisme) dalam Islam dengan praktek Hesykhasme Kristen Timur. Perkembangan selanjutnya yang terjadi pada tahun 2000 adalah, untuk pertama kalinya wakil-wakil rohaniwan dan wakil-wakil pengurus dari Gereja Orthodox Indonesia secara resmi bersilaturahmi dengan mantan Presiden Republik Indonesia: Bapak K.H. Abdurrahman Wahid di gedung Bina Graha, Jakarta pada tanggal 13 Maret 2000. Serta diikut-sertakannya Gereja Orthodox Indonesia secara resmi dalam dialog interaktif dengan Presiden bersama-sama dengan tokoh-tokoh agama lain serta tokoh-tokoh masyarakat di Gedung Pola, pada tanggal 20 Maret 2000. Dan yang tak kalah pentingnya adalah keikut-sertaan Gereja Orthodox Indonesia dalam Sidang Raya XIII PGI di Palangka Raya, Kalimantan Tengah pada tanggal 20-31 Maret 2000, yang dengan demikian makin mengokohkan tempat Gereja Orthodox dalam hubungan kemasyrakatan maupun ke-Gereja-an di bumi Indonesia ini. Ini penting bagi Gereja Orthodox Indonesia karena PGI itu terkait dengan WCC atau DGD (Dewan Gereja-Gereja se-Dunia) yang berpusat di Geneva Swiss.

Selain itu, GOI juga menjadi anggota resmi dari organisasi-organisasi Kristen, menjadi hubungan-hubungan dengan gereja-gereja lain dan denominasi-denominasinya dan juga diundang dalam forum-forum pertemuan rohaniwan Kristen yang membicarakan masalah-masalah rohani, teologis, sosial dan politik. Misal menjadi anggota dari BAMAG (Badan Musyawarah Antar Gereja), merayakan bersama perayaan Kristen seperti Natal dan Paskah, dan lain-lain, menghadiri undangan National Prayer Conference (NPC) di Senayan, Jakarta, menghadiri Asia-Pasific Alpha Conference 2005 di Kualalumpur Malaysia. Conference ini diselenggarakan oleh gereja Anglikan, Holy Trinity Brompton, London.

Selain melakukan tugas karya pastoral, karya misi dan kerasulan juga menjadi bidang pelayanan GOI. Misalnya adanya pelayanan Program Beasiswa Anak (Anak Asuh) di setiap tempat dimana ada paroikia-paroikia GOI, yang merupakan wujud kepedulian GOI terhadap karya sosial khususnya bidang pendidikan.

Dalam karya misi dan penginjilan para imam GOI banyak melakukan Sakramen-sakramen Baptisan dan Krisma bagi jiwa-jiwa baru dan banyak komunitas Orthodox yang dibuka, misalnya di Medan, Yogyakarta, Boyolali, Malang, Jombang, dan lain-lain.

7. SANG RASUL BANGSA INDONESIA DAN MITRE

Holy Cross Mission, sebuah organisasi misi dari The Australian Orthodox Church menulis tentang Arkhimandrit Rm. Daniel BD sebagai berikut :

Archimandrite Daniel is truly a modern Orthodox missionary in the footsteps of Saints Kyril and Methodius, Saint Innocent of Alaska (Apostle to America), and Saint Nicholas, the Apostle to Japan. On his own, Fr Daniel has established many parishes and converted thousands to Orthodoxy. For this reason we lovingly call him the Apostle to the Indonesians.

[Arkhimandrit Rm. Daniel adalah sungguh misionaris Orthodox modern dalam mengikuti langkah kaki St. Kirillos and Methodios, Rasul bangsa Slavia, St. Innocentius dari Alaska, Rasul untuk bangsa Amerika, dan St. Nikholas, Rasul untuk bangsa Jepang. Rm. Daniel sendiri sudah mendirikan banyak paroikia dan mempertobatkan ribuan orang pada iman Orthodox. Untuk alasan ini kami dengan kasih menggelari dia sebagai Rasul bangsa Indonesia]

Mengingat karya misi dari Arkhimandrit Rm. Daniel ini, di Sydney, Australia pada tanggal 10 Oktober 2006 maka Arkhimandrit Rm. Daniel dimahkotai Mitre (baca: Miter), yaitu mahkota episkop oleh Episkop Agung Vladyka Hilarion dan dianugerahi gelar "Arkhimandrit Penyandang Mitra". Posisinya dalam hirarkhi Gereja adalah semacam "uskup kecil" di jaman purba, semacam kedudukan "Kor-Episkopos" (chorbishop; chorepiscope; chorepiscopus (jamak: chorepiscopi); bhs. Yunani: Χωρεπίσκοπος ; "episkop-desa"), namun bukan uskup penuh.

Demikianlah sejarah GOI dan profil Arkhimandrit Rm. Daniel BD Byantoro Ph.D., Pendiri dan Ketua Umum Gereja Orthodox Indonesia (GOI) dan sejarah singkat Gereja Orthodox Indonesia, yang merupakan bagian resmi dari seluruh Gereja Orthodox di dunia ini.


Arkhimandrit Rm. Daniel dianugerahi mitre oleh Episkop Agung Hilarion

8. TAHBISAN IMAMAT, PELATIHAN DAN RETRET PARA IMAM DAN DIAKON BARU

Tanggal 2 – 9 Maret 2005, bertempat di Gereja Orthodox St. Thomas, Jakarta berlangsung tahbisan imamat pertama dan peneguhan pengidung gereja. Ada 6 imam baru yang ditahbiskan oleh Episkop Agung Hilarion, Uskup Agung dari Sydney, Australia dan Selandia Baru. Imam-imam baru itu adalah Rm. Antonius Bambang Setiatmodjo (Salatiga, Jawa Tengah), Rm. Markus Wiyono (Boyolali, Jawa Tengah), Rm. Kyrillos Junan Siswaja L. (Surabaya, Jawa Timur), Rm. Dionysios S.H. (Pekanbaru, Riau), Rm. Irenaios Wiwit B.P. (Gresik, Jawa Timur), Rm. Gregorius Ardy Momongan (Manado, Sulawesi Utara). Kedua pengidung gereja (reader) adalah Br. Stavros Kristian Daru dan Br.Moses Kristian. Pada saat tahbisan ini, Rm. Alexios Setir Cahyadi (Solo, Jawa Tengah) yang sebelumnya berasal dari yurisdiksi Patriarkhat Konstantinopel, bergabung dengan yurisdiksi Gereja Orthodox Rusia. Rm. Alexios Setir Cahyadi ditahbiskan sebagai imam pada tanggal 5 Desember 1996, di Korea Selatan oleh Metropolitan Dionisius.

Pada tanggal 17 Februari 2006 untuk diadakan tahbisan imamat ke-2 oleh Episkop Agung Hilarion. Rohaniwan yang ditahbis adalah Rm. Boris Bambang Rahadi Setyawan (Solo, Jawa Tengah), Hieromonakh (imam-rahib) Rm. Pantelemon Philipus MZ. Lake (Kupang, West Timor), Rm. Diakon Makarios Rudyo Mursanto (Misi Papua) dan Rm. Diakon Barnabas Gregorius Elu van Basten (Solo dan sekitarnya, Jawa Tengah), juga ada pelantikan pengidung gereja yaitu Br. Yohanes Johan Tri Sanjaya, Br. Abramios. Tahbisan imamat ini diadakan di Paroikia Gereja Tritunggal Mahakudus, Solo.

Tahbisan imamat ke-3 diadakan pada tanggal 8 – 9 Desember 2007 di Jakarta untuk Rm. Diakon Basilius Amos Manuputy, Rm. Diakon Agapitos Habib Waas (Jakarta) dan di Solo pada tanggal 10 – 11 Desember 2007 ditahbiskan Rm. Lukas Adisucipto, Rm. Barnabas Gregorius Elu van Basten (Solo, Jawa Tengah), dan Rm. Diakon Athanasius Joseph Muzendi (Jayapura, Papua). Inilah tahbisan imamat pertama yang diadakan oleh 2 episkop agung, yaitu Episkop Agung Vladyka Hilarion, Uskup Agung dari Sydney, Australia dan Selandia Baru dan Episkop Agung Vladyka Mark dari Patriarkhat Moskow dan Seluruh Rusia. Sedangkan tahbisan imamat Rm. Kontantine Adrianus Tunggal Bycko Gultom (Medan, Sumatra Utara) diberikan pada 17 April 2007 di All Saints of Russia Church in Croydon (Sydney), Australia oleh Episkop Agung Vladyka Hilarion.

Tahbisan imamat ke-4 diadakan pada tanggal 26 – 29 Juni di Solo dan di Jakarta untuk Rm. Athanasius Mori Muzendi (Jayapura, Papua), Rm. Alexander Kobesi (Singaraja, Bali), Rm. Moses Kristianto (Tomohon, Sulawesi Utara), Rm. Michael Momongan (Manado, Sulawesi Utara), dan Rm. Diakon Rolling Swempry Gaspersz (Jayapura, Papua).

Jadi saat ini Gereja Orthodox Indonesia (GOI) memiliki 18 romo presbiter dan 5 romo diakon Indonesia asli. Berdasarkan urutan senioritas tahbisan imamat, imam-imam GOI adalah: Kor-episkop Arkhimandrit Rm. Daniel B.D.B., Rm. Alexios Setir Cahyadi, Hieromonakh (imam-rahib) Rm. Ioasaf Markus Tandibilang, Rm. Antonius Bambang Setiatmodjo, Rm. Markus Wiyono, Rm. Kyrillos Junan Siswaja Legawa, Rm. Dionysios Surya Halim, Rm. Irenaios Wiwit Budi Priyono, Rm. Gregorius Ardy Momongan (Alm.), Rm. Boris Bambang Rahadi Setyawan, Hieromonakh Rm. Pantelemon Philipus MZ. Lake (Alm.), Fr. Seraphim Scheidler (Alm.), Rm. Kontantine Adrianus Tunggal Bycko Gultom, dan Rm. Barnabas Gregorius Elu van Basten, Rm. Alexander Kobesi, Rm. Moses Kristianto, dan Rm. Michael Momongan. Sedang para Romo Diakon adalah: Rm. Diakon Makarios Rudyo Mursanto, Rm. Diakon Basilius Amos Manuputy, Rm. Diakon Agapitos Habib Waas, Rm. Diakon Lukas Adisucipto (Alm.) dan Rm. Diakon Rolling Swempry Gaspersz.

Untuk meningkatkan sumber daya para imam dan diakon maka para rohaniwan GOI juga mengikuti Pelatihan Rohaniwan GOI di Paroikia Gereja Tritunggal Mahakudus, Solo. Pelatihan dipimpin oleh Hieromonakh Fr. Benjamin dari Monastery of the Prophet Elias, Monarto South, Australia. Materi training adalah teori dan praktek liturgi suci dan sembahyang harian. Selain itu, pada saat ini juga diadakan beberapa pendalaman Kitab Suci dan pembekalan untuk para imam oleh Arkhimandrit Rm. Daniel Bambang Dwi Byantoro, Ketua Umum GOI, yaitu tentang Evangelisasi dan dan Leadership Kristiani. Untuk membina kehidupan spiritualitas para imam GOI, maka Arkhimandrit Rm. Daniel BDB selaku bapa rohani para imam GOI sering mengadakan retret rohaniwan GOI dan pemahaman Kitab Suci bagi para imam dan diakon GOI.

9. RIWAYAT HIDUP ARKHIMANDRIT ROMO DANIEL B.D.B.


Arkhimandrit Rm. Daniel (Pendiri&Ketua Umum GOI)

AKADEMIK

2001 – 2005 : Instruktur: Agama-Agama Dunia (World Religions), Ohio State University

1990 – 1995 : Dosen Tamu, Teologi & Sejarah Gereja, Trinity Theological Seminary, Singapore

1988 : Ph.D. dalam agama, Trinity Theological Seminary, Indiana, USA

1987-88 : Ph.D.Candidate [Studi Perbandingan, pada Studi Islam (Comparative Studies, on Islamic Studies)], Ohio State University, Columbus, Ohio

1984-87 : Master of Theological Studies, Holy Cross School of Theology, Boston, Massachusetts

1983-84 : Studi di Yunani: (Apostoliki Diakonia) Non-Gelar

1978-83 : Master of Divinity (Teologi), Asian Center for Theological Studies and Mission, Seoul, Korea Selatan

PELAYANAN

2007 : Arkhimandrit Penyandang Mitra (Dimahkotai) oleh Episkop Agung (sekarang Metropolitan) Hilarion

1991 : Mendirikan Gereja Orthodox Indonesia (“GOI”), dan Gereja Orthodox Indonesia memperoleh pengakuan hukum dari Pemerintah Indonesia

1988 : Mengorganisir Misi Orthodox pertama di Indonesia

3 Juni1988 : Ditahbis sebagai Imam (Presbiter) oleh Episkop (sekarang Metropolitan) Maximos di Cleveland, Ohio

16 Januari1988: Ditahbis sebagai Romo Deakon oleh Episkop (sekarang Metropolitan) Maximos di di Pittsburgh, Pennsylvania

6 September 1983: Menerima sakramen Krismasi ke dalam Gereja Orthodox, di Seoul, Korea Selatan oleh Arkhimandrit, dan kemudian Episkop (sekarang Metropolitan) Soterios

PENERBITAN – PENERBITAN DALAM BAHASA INDONESIA

• Allah Tritunggal (The Holy Trinity)

• Dogma Keselamatan dalam Gereja Orthodox (The Dogma of Salvation in the Orthodox Church)

• Perjamuan Kudus (The Holy Communion)

• Kontroversi Maria (Mariological Controversy)

• Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia tentang Gereja Orthodox (Mari Mengenal Kekristenan Timur. Sejarah Gereja Orthodox) oleh Episkop Kallistos Ware

• Terjemahan banyak kitab-kItab liturgi yang sekarang digunakan oleh Gereja Orthodox Indonesia untuk ibadah

• Beberapa artikel dan tulisan-tulisan pendek dalam penerbitan Indonesia dan bahasa asing lainnya

KONFERENSI DAN PERJALANAN

2007 : Melbourne, Australia (Missions Center of Melbourne; Konferensi Pemuda (Orthodox Youth Conference); Pelayanan-pelayanan Penahbisan)

2007 : Manilla, Filipina (Dewan Gereja-gereja Nasional - National Council of Churches)

2007 : Thailand (Asosiasi Injil Thailand - Evangelical Association of Thailand)

2007 : Memimpin Ziarah ke Tanah Suci

2006 : Malaysia (Diskusi Awal pada Misi Orthodox di Malaysia)

2006 : Myanmar, Birma (Presentasi tentang Gereja Mula-Mula, disponsori oleh gereja-gereja Methodis lokal)

2006 : Memimpin Ziarah ke Tanah Suci

2006 : Memimpin Ziarah ke tempat-tempat ziarah Orthodox di Rusia

2005 : Jepang (Konferensi Misi dengan Alumni Seminari Korea)

2004 : Korea Selatan (Asian Center for Theological Studies Alumni)

2004 : Toronto, Canada (Presentasi tentang Misi di Indonesia disponsori oleh Gereja-Gereja Orthodox di wilayah Toronto)

2002 : Malaysia (Diundang oleh Kelompok-kelompok Karismatik untuk berbicara tentang Gereja Mula-Mula)

2002 : Memimpin Ziarah ke tempat-tempat ziarah Orthodox di Rusia

2001 : Yunani (Konferensi para Doktor Tanpa Batas, Disponsori oleh Diosis Volos, Yunani)

2001 : Mesir (Audiensi dengan Paus Shenouda dari Gereja Orthodox Koptik Mesir)

2001 : Siprus (Presentasi tentang Misi, Disponsori oleh Gereja Aghia Napa)

2001 : India (Konferensi Bersama tentang Lingkungan Hidup, dihadiri oleh Patriarkh Bartholomeus, Patriarkh Konstantinopel).

2000 : Malaysia (Konferensi Penginjilan Billy Graham)

1999 : Menghadiri Konferensi-Konferensi Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD) atau World Council of Churches (WCC): Brazil, the Netherlands, France, England, Switzerland

1997 : Memimpin Ziarah ke Tanah Suci

1996 : Addis Ababa, Ethiopia (Konferensi Iman dan Tata Gereja dari Dewan Gereja-gereja se- Dunia (DGD)

Mengunjungi Lebih dari 37 negara di dunia.

REFERENSI

1. Buletin Martiria. No.001/ Th.I. Edisi Perdana 2001 dan No.002/ Th.I. Edisi Pentakosta 2001. Profil. Presbiter Daniel Bambang DB, Tokoh Kunci Gereja Orthodox Indonesia. Gereja Orthodox Indonesia. Percetakan Dioma. Malang. 2001.

2. Warta Karya Kerasulan Gereja Orthodox Indonesia. Shekinah. Edisi Perdana/Februari/2006. Wawancara Singkat dengan Rm. Daniel Mengenai Sejarah Singkat Gereja Orthodox Indonesia. Kantor Pusat/Head Office GOI. Jakarta. 2006.

3. Friends of Indonesia, …news from the Indonesian Orthodox Church. http://www. friendsofindonesia.org/index.php

4. Holy Cross Mission, 261 – 265 Spring St Melbourne Vic. 3000: http://www.australianorthodox.org

5. From Wikipedia, the free encyclopedia : Russian Orthodox Church, Russian Orthodox Church Outside Russia, Chorbishop

Jumat, 11 Juni 2010

Kisah Sejati Kisah pengusiran Bangsa Yahudi Yang Gagal (Humor)

Kira-kira satu - dua abad yang lalu, Paus memutuskan bahwa seluruh Yahudi
harus meninggalkan Roma, yang tentu saja kemudian menimbulkan keresahan dan penolakan dari bangsa Yahudi tersebut.
Kemudian Paus menawarkan untuk mengadakan debat religius dengan seorang anggota komunitas Yahudi, yang mana jika orang Yahudi pilihan tersebut menang, maka bangsa Yahudi boleh tetap tinggal diRoma.

Sebaliknya, jika Paus yang menang, maka bangsa Yahudi harus segera meninggalkan Roma.
Bangsa Yahudi sadar, bahwa mereka tidak punya pilihan lain.

Lalu mereka kemudian memilih seorang pemuda yang bernama Moishe sebagai calon dari pihak
Yahudi. Moishe kemudian mengajukan syarat, dimana, agar lebih menarik, debat dilakukan tanpa berkata-kata.

Paus kemudian menyetujui persyaratan tersebut,lalu pertandingan pun dimulai.
Pada saat debat dimulai, Moishe dan Paus duduk saling berhadapan.
Setelah kira-kira berjalan satu menit, Paus kemudian mengangkat tangannya dan menunjukkan tiga jari.

Moishe memandang sebentar kepada Paus lalu kemudian menunjukkan satu jarinya.
Paus kemudian membentuk lingkaran dengan jarinya di atas kepalanya.
Moishe membalas dengan menunjuk ke tanah.
Paus lalu mengeluarkan sebuah wafer dan segelas anggur.
Dimana kemudian Moishe membalas dengan mengeluarkan sebutir apel.
Paus kemudian berdiri dan berkata ,”Saya menyerah kalah. Orang ini terlalu tangguh. Bangsa Yahudi boleh tinggal.”

Satu jam kemudian, Kardinal sibuk menanyai Paus atas apa yang telah terjadi.
Paus menjawab, “Pertama, aku mengangkat tiga jari ku sebagai lambang
trinitas. ………Pemuda Yahudi itu merespon dengan mengangkat satu jarinya untuk mengingatkanku
bahwa tetap hanya ada satu Tuhan untuk kedua agama kami.

Kemudian aku membentuk lingkaran disekelilingku yang menunjukkan bahwa Tuhan
ada di sekitar kita. Dia membalasnya dengan menunjuk ke tanah dan
menunjukkan bahwa Tuhan juga sekarang ada bersama kita.
Aku mengeluarkan sebuah wafer dan segelas anggur menunjukkan bahwa Tuhan akan menebus dosa-dosa kita.

Dia kemudian mengeluarkan sebutir apel untuk mengingatkanku akan dosa awal umat manusia. Dia memiliki jawaban atas segalanya. Apa yang dapat aku lakukan ?”

Sementara itu, dari kubu bangsa Yahudi -sibuk mengelilingi moishe……………

“Apa yang terjadi? “
tanya mereka.
“Hmm,” kata Moishe. “Pertama Paus mengatakan padaku
bahwa bangsa Yahudi memiliki 3 hari untuk pergi dari sini. Aku katakan padanya bahwa tidak satu orang pun dari kita yang akan pergi.
Kemudian dia mengatakan padaku bahwa seluruh kota akan dibersihkan dari bangsa Yahudi.
Kemudian aku tegaskan kepada mereka bahwa kita akan tetap tinggal disini.”
“Ya, ya,.. lalu ?”tanya mereka.
“Aku tidak tahu,” kata Moishe.
“Dia mengeluarkan bekalnya dan aku pun mengeluarkan bekalku.”

Pesan moral dari jokes ini: Siapapun kamu,apapun agama kamu,ras kamu. Hiduplah berdampingan dengan damai dan saling sayang-menyayangi :) Insya allah, Dunia akan semakin Nyaman!. :)

Sumber:
http://hiburan.kompasiana.com

Selasa, 08 Juni 2010

Vatikan dan Paus Berbicara Tentang Ketegangan Kristen-Islam di Timur Tengah

Diterjemahkan oleh:
Presbyter Rm.Kirill JSL
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH)

Nikosia, Siprus (AP) - Vatikan mengatakan pada hari Minggu bahwa komunitas internasional mengabaikan nasib orang Kristen di Timur Tengah, dan bahwa konflik Israel-Palestina, perang di Irak dan ketidakstabilan politik di Lebanon telah memaksa ribuan orang melarikan diri dari wilayah-wilayah itu .

Sebuah makalah yang dikeluarkan selama ziarah Paus Benediktus XVI ke Siprus untuk mempersiapkan pertemuan puncak krisis para uskup Timur Tengah di Roma pada bulan Oktober juga menyebutkan “ekstrimis saat ini" yang dipicu oleh munculnya "politik Islam" sebagai ancaman bagi orang Kristen.

Dalam missa terakhirnya di Siprus pada hari Minggu, Benediktus mengatakan ia berdoa agar pertemuan Oktober akan memusatkan perhatian dari masyarakat internasional "pada nasib orang-orang Kristen di Timur Tengah yang menderita karena keyakinan mereka."

Dia menyerukan supaya "dunia internasional mendesak dan terpadu untuk menyelesaikan ketegangan yang sedang berlangsung di Timur Tengah, terutama di Tanah Suci, sebelum konflik tersebut mengakibatkan pertumpahan darah yang lebih besar."

Vatikan menganggap kebanyakan Siprus Orthodox Yunani sebagai jembatan antara Eropa dan Timur Tengah dan mengundang para uskup untuk datang ke pulau Mediterania untuk menerima kertas kerja untuk menjawab masalah eksodus dari ribuan orang Kristen dalam beberapa tahun terakhir karena perang dan kondisi ekonomi yang sulit.

Sebuah kelompok demonstran sekitar 100 orang Kristen Orthodox melakukan protes damai menentang kunjungan Benediktus di luar stadion olahraga Nikosia di mana Paus memimpin misa, memegang tinggi-tinggi spanduk menyebut Paus "yang sesat."

"Kami tidak menerima kunjungan Paus di sini," kata Telemachos Telemachou, 51, kepada Associated Press. "Paus seharusnya tidak datang ... Kami tidak punya apa-apa untuk menentang Benediktus sebagai seorang individu, tetapi dengan ajaran sesat itu."

Vatikan memperkirakan ada sekitar 17 juta orang Kristen dari Iran sampai Mesir, dan bahwa sementara banyak orang Kristen telah melarikan diri, imigran Katolik baru - kebanyakan dari Filipina, India dan Pakistan - telah tiba dalam beberapa tahun terakhir di negara-negara Arab untuk bekerja sebagai buruh domestik atau pekerja kasar.

Dokumen 46-halaman mengatakan masukan dari ulama di kawasan itu menyalahkan pendudukan Israel atas wilayah Palestina untuk menghambat gerakan kebebasan, ekonomi dan kehidupan beragama, menyatakan bahwa akses ke tempat-tempat suci tergantung pada izin militer yang kadang-kadang ditolak dengan alasan keamanan.

Ia juga mengeluhkan bahwa beberapa fundamentalis Kristen menggunakan teks alkitab untuk membenarkan pendudukan Israel "membuat posisi kaum Kristen Arab bahkan lebih menjadi masalah sensitif."

Dikatakan "emigrasi sangat lazim" karena konflik Israel-Palestina, tetapi juga menyalahkan “situasi ancaman sosial " di Irak dan ketidakstabilan politik pada saat kaum Kristen Libanon sangat kuat.

Sebuah eksodus lebih lanjut kaum Kristen dari Tanah Suci akan menjadi kehilangan besar untuk gereja di "tempat di mana Kekristenan lahir," katanya.

"Politik internasional seringkali tidak memperhatikan adanya kaum Kristen dan fakta bahwa mereka adalah korban, pada kali pertama yang menderita, pergi tanpa diketahui," kata dokumen tersebut.

Dikatakan kebangkitan "politik Islam" di masyarakat Arab, Turki dan Iran dan arus ekstrimis adalah "jelas merupakan ancaman bagi semua orang, baik Kristen dan Muslim."

Dengan kebangkitan fundamentalisme Islam "serangan terhadap orang Kristen meningkat hampir di mana-mana," katanya.

Dikeluhkan bahwa umat Islam sering tidak membeda-bedakan antara agama dan politik "dengan cara demikian menurunkan orang Kristen untuk posisi genting dianggap bukan warga negara, meskipun fakta bahwa mereka warga negara dari Negara mereka jauh sebelum munculnya Islam."

Dan dikeluhkan bahwa negara-negara Timur Tengah seringkali menyamakan Kekristenan dengan Barat.

"Sejarah telah membuat kita sedikit kawanan," kata dokumen tersebut. "Namun, melalui apa yang kita lakukan, kita masih bisa menjadi kehadiran yang memiliki nilai besar."

Vatikan mengharapkan sekitar 150 uskup untuk menghadiri pertemuan 10-24 Oktober di Roma.

Perjalanan dimulai dibawah awan-mendung dari seorang uskup yang dibunuh di Turki. Tapi Benediktus menerima bahwa motif itu bersifat pribadi dan bukan politik atau agama, dan polisi telah menangkap sopir sang uskup itu.

Pada hari Minggu, Paus memberikan penghormatan kepada Uskup Luigi Padovese, mengatakan klerus memiliki komitmen untuk pemahaman antaragama dan budaya. Benediktus mengatakan kematian itu "mengagetkan dan mengejutkan kita semua."


Pemuka Mistik sufi Sheikh Nazim, di samping ulama muslim lain, pembicaraan dengan Paus Benediktus XVI sebelum missa yang dipimpin oleh Paus di gereja Salib Suci di kompleks biara Fransiskan dari Salib Suci, di Nicosia, Siprus, Sabtu, 5 Juni , 2010.

Sehari sebelumnya, Benediktus bertemu dengan pemimpin Muslim dengan singkat selama ia dalam prosesi untuk missa di gereja dekat Garis Hijau yang memisahkan kedua sisi terpisah Siprus utara dari Siprus selatan yang Kristen. Juru bicara Vatikan Rev Federico Lombardi mengatakan Benediktus berhenti untuk menyambut Sheik Nazim yang berumur 88 tahun dan bahwa pertemuan itu "pendek tapi sangat menyenangkan."

Lombardi mengatakan pemimpin Muslim dan Benediktus yang berumur 83 tahun bergurau tentang usia mereka.

Sumber

___________. Vatican and pope address Christian-Muslim tension in Mideast. By Osservatore Romano, Associated Press: USA Today: http://www.usatoday.com